Pages

Sunday, September 19, 2021

KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN DI INDONESIA

KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEPERCAYAAN DI INDONESIA




Sila pertama dari Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebagai salah satu wujud dari perwujudannya adalah dengan percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Oleh karena itu kemerdekaan beragama dan berkepercayaan di Indonesia haruslah di jaga.

Namun apa makna dan arti sebenarnya dari kemerdekaan beragama? 

Apa saja komitmen bangsa dan negara yang diwakili oleh pemerintah dalam menjamin kemerdekaan beragama dan berkepercayaan di Indonesia? 

Berikut adalah berbagai uraian dan pembahasan dalam topik tersebut.

Pengertian Kemerdekaan Beragama dan Berkepercayaan

Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan mengandung makna bahwa setiap manusia bebas memilih, melaksanakan ajaran agama menurut keyakinan dan kepercayaannya (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 56). Artinya, seluruh manusia tidak boleh dipaksa oleh siapapun, baik itu pejabat agama, pemerintah, masyarakat, maupun orang tua sendiri.

Kemerdekaan beragama dan berkepercayaan muncul dikarenakan secara prinsip tidak ada tuntunan dalam agama apa pun yang mengandung paksaan agar penganutnya memaksakan agamanya kepada orang lain, terutama terhadap orang yang telah menganut salah satu agama lain.

Selain itu kemerdekaan beragama juga tidak diartikan sebagai kebebasan untuk beribadah yang tidak sesuai dengan tuntunan dan ajaran agama masing-masing. Manusia juga tidak diperbolehkan untuk menistakan agama dengan melakukan peribadatan yang menyimpang dari ajaran agama yang dianutnya.

Landasan Hukum Kemerdekaan Beragama di Indonesia


Kemerdekaan beragama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 E ayat (1) dan (2) sebagai berikut.

  1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
  2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Selain itu, dalam Pasal 29 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ayat (2) disebutkan, bahwa “negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Ketentuan-ketentuan di atas semakin menunjukkan bahwa negara telah menjamin seluruh warganya berhak atas kemerdekaan beragama dan berkepercayaan di Indonesia secara utuh, tanpa harus khawatir negara akan mengurangi atau mengekang kemerdekaan itu.

Hal itu karena negara juga telah mengaturnya dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”

Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketentuan tersebut, diperlukan hal-hal sebagai berikut.

  1. Adanya pengakuan yang sama oleh pemerintah terhadap agama-agama yang dipeluk oleh warga negara.
  2. Tiap pemeluk agama mempunyai kewajiban, hak dan kedudukan yang sama dalam negara dan pemerintahan.
  3. Adanya kebebasan yang otonom bagi setiap penganut agama dengan agamanya itu, apabila terjadi perubahan agama, yang bersangkutan mempunyai kebebasan untuk menetapkan dan menentukan agama yang ia kehendaki.

  4. Adanya kebebasan yang otonom bagi tiap golongan umat beragama serta perlindungan hukum dalam pelaksanaan kegiatan peribadatan dan kegiatan keagamaan lainnya yang berhubungan dengan eksistensi agama masing- masing.

Membangun Kerukunan Umat Beragama


Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai agama yang beraneka ragam. Keberagaman itu tidak boleh dijadikan hambatan. Justru sudah seharusnya menjadi pengokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Cara mewujudkannya adalah dengan membangun kerukunan umat beragama.

Kerukunan umat beragama adalah sikap mental umat beragama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak membedakan keyakinan, pangkat, kedudukan sosial dan tingkat kekayaan (Tim Kemdikbud, 2017, hlm. 60). Kerukunan umat beragama ditujukan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam pergaulan antara warga yang seagama maupun yang berlainan agama.

Bentuk Kerukunan Beragama

Apa saja bentuk kerukunan beragama itu? Di Negara Indonesia, kita mengenal konsep Tri Kerukunan Umat Beragama, yang terdiri atas:




    1. kerukunan internal umat seagama,
    2. kerukunan antar umat berbeda agama,
    3. serta kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.

Bagaimana perwujudan dari tiga konsep kerukunan itu? Berikut adalah pemaparan dari masing-masing bentuk kerukunan beragama.

Kerukunan antar umat seagama

Kerukunan antar umat seagama adalah adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang masih bisa ditolerir. Artinya, sesama umat seagama tidak diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetapi harus mengembangkan sikap saling menghargai, menghomati dan toleransi apabila terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama yang dianut.

Kerukunan antar umat berbeda agama

Kerukunan antar umat beragama maksudnya adalah cara atau sarana untuk mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama dalam proses pergaulan pergaulan di masyarakat, tetapi bukan ditujukan untuk mencampuradukkan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrem yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum.


Contoh nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang di dalamnya bukan membahas perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan manusia untuk hidup dalam kedamaian dan ketenteraman.

Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah

Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah berarti dalam hidup beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya menaati aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus menaati hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Contoh Kerukunan Beragama

Berikut adalah contoh perilaku masyarakat di lingkungan sekitar yang mencerminkan perwujudan upaya membangun kerukunan beragama.

1. Kerukunan internal umat seagama

  • Mengikuti kegiatan keagamaan
  • Menghormati perbedaan mazhab sesama agama
  • Tidak membeda-bedakan orang dari lembaga keagamaan tertentu
  • Tidak memaksakan pemikiran religius pribadi terhadap orang seagama
  • Hanya mengingatkan dan tidak memaksakan kemauan orang lain yang seagama dalam beribadah

2. Kerukunan antar umat berbeda agama

  • Bergotong royong membersihkan lingkungan
  • Membantu kelancaran peribadatan agama lain tanpa mengikutinya
  • Tidak membeda-bedakan orang yang tidak seagama
  • Ikut membantu menciptakan suasana yang kondusif pada pelaksanaan hari raya agama lain
  • Menghargai orang lain yang sedang melaksanakan ibadah agamanya, misalnya tidak makan di depan umat islam yang sedang berkewajiban puasa.

3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah

  • Merayakan hari besar keagamaan yang ditetapkan oleh pemerintah
  • Mengikuti anjuran pemerintah terkait pada kondisi-kondisi khusus seperti “dilarang mudik” pada masa pandemi
  • Ikut menyukseskan jalannya pemerintahan tanpa memaksakan ideologi unik dari salah satu agama yang belum tentu sesuai dengan agama lain
  • Melaksanakan pendamping dan penyokong ajaran agama dari pemerintah seperti ketentuan negara dalam pernikahan
  • Menjunjung hukum negara yang disesuaikan bagi seluruh umat beragama yang beragam di Indonesia


Referensi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

No comments:

Post a Comment