Pages

Wednesday, December 21, 2022

Pemikiran KHD dalam Dunia Pendidikan

Pemikiran KHD dalam Dunia Pendidikan

Penulis : Ucke Rakhmat Gadzali, S.Pd.


Halo sahabat edukasi dimana pun anda berada, salam Bahagia..

Kali ini saya akan berbagi mengenai menyimpulkan pemikiran KHD (Ki Hadjar Dewantara) dan merefleksikannya dalam kegiatan saya sebagai pengajar. 

yuk lanjut to the point…

Raden Mas Soeryadi Soeningrat atau dikenal dengan Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta 2 Mei 1889. Beliau adalah salah satu tokoh penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan Zaman Kolonial menjadi langkah perjalanan pendidikan Indonesia sebelum kemerdekaan dan peran sekolah Taman Siswa sejak pendiriannya di tahun 1922. Menurut Ki Hajar Dewantara, “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih, bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.

Ada enam pokok pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu:

Pertama, pendidikan sebagai tuntunan.

Dalam konteks sosial budaya, 'menuntun' diwujudkan dalam keteladanan guru dalam proses pendidikan, baik keteladanan sikap, karakter, dan perilaku, karena anak belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Menuntun juga berarti mendidik dan mengajar anak sesuai potensi, minat, dan bakatnya.

Kedua, kodrat alam dan kodrat zaman.

Pendidikan harus mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam diri anak. Seorang anak telah memiliki kodrat alam ⟮potensi, bakat, kemampuan⟯ yang unik, berbeda-beda satu sama lain sehingga guru diharapkan mampu memfasilitasi mereka agar bisa tumbuh maksimal sesuai jenjang usia mereka. Pembelajaran akan menjadi menyenangkan jika dilakukan sesuai kodrat anak, yaitu bermain. Sementara kodrat zaman, bagaimana seorang guru mampu membimbing anak agar siap hidup mandiri dalam zaman yang terus berubah.

Ketiga, Petani.

Guru ibarat petani, yang menyiapkan lahan, memupuk, mengairi, dan membersihkan hama agar bibit tumbuh subur, berbunga, kemudian berbuah. Petani dapat mengupayakan tumbuhnya bibit dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat bibit menjadi tanaman lain. Demikian pula guru. Guru dapat mengupayakan bertumbuhnya potensi anak dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat anak.

Keempat, Prinsip Bukan Tabula Rasa.

Anak lahir bukan kertas kosong yang bisa diisi oleh orang dewasa sesuai kehendaknya. Anak sudah membawa garis-garis dan coretannya masing-masing. Tugas guru adalah menebalkan garis yang baik-baik dan membiarkan garis yang tidak baik agar tidak terlihat. Guru menuntun anak agar menampakkan potensinya menjadi nyata, sekaligus meminimalisasi sifat atau tabiat buruknya.

Kelima, Budi pekerti.

Pendidikan itu adalah benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi pekerti ⟮olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olahraga⟯ yang luhur. Dalam budaya Bali, dikenal adanya Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang harmonis antar sesama manusia, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam.

Keenam, Berhamba pada anak.

Ini berarti pendidikan yang mengutamakan anak, berpusat pada anak, dan memuliakan anak. Pendidikan dilakukan untuk satu-satunya tujuan, yaitu membuat anak menjadi selamat dan bahagia.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, anak / murid harus dipandang dengan rasa hormat dan menjadi pusat dalam pembelajaran. Guru dan murid memiliki keduidukan yang sejajar dalam dunia pendidikan. Anak adalah hal yang paling bernilai. Guru harus menerima macam-macam anak yang berbeda sesuai kodrat dan fitrahnya. Guru diibaratkan sebagai petani harus mampu memfasilitasi tumbuh kembang keanekaragaman tersebut melalui penciptaan ekosistem belajar yang menyenangkan dan selalu dibingkai dalam nilai-nilai luhur pancasila.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan juga dikenal nama Trilogi Pendidikan dengan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani”. . Ing Ngarso Sung Tulodo, berarti ketika guru berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik Ing Madyo Mangun Karso berarti pada saat di antara peserta didik, guru harus menciptakan prakarsa dan ide dan membangun kemauan. Tut wuri handayani berarti dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.

Untuk mencapai tujuan Pendidikan, Ki hajar Dewantara menerapkan metode among dalam pembelajaran. Among (emban) memiliki pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang, membimbing sang anak dengan ikhlas sesuai bakat dan minat yang di asuh , memberikan 'tuntunan' agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Metode among juga dikenal dengan "Metode pengajaran dan Pendidikan berdasarkan Asih, Asah, dan Asuh."

Selain metode among, ada tiga metode yang dipakai oleh Ki Hadjar Dewantara dalam mengajarkan budi pekerti berdasarkan urutan-urutan pengambilan keputusan berbuat artinya kita bertindak sebaiknya berdasarkan urutan yang benar, sehingga tidak ada penyesalan.

Tiga metode tersebut adalah: ngerti, ngrasa dan nglakoni.

Pertama, Metode ngerti maksudnya adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada anak. Di dalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan buruk. Di samping itu juga diajarkan tentang aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.

Kedua, Metode ngrasa maksudnya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini anak didik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah.

Ketiga, Metode nglakoni maksudnya adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika sudah mantap dengan tindakan yang akan dilakukan hendaknya segera dilakukan jangan ditunda-tunda.

Untuk keberhasilan tujuan Pendidikan maka menurut Kihajar Dewantara Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat yang dikenal dengan Tri Sentra Pendidikan. Tri centra Pendidikan yaitu suatu pelaksanaan pendidikan yang dilakukan bersama-sama oleh keluarga, sekolah dan masyarakat untuk membentuk manusia yang unggul, berbudi pekerti dan cerdas. Dimulai Pendidikan dari rumah sebagai pondasi pertama dan utama selanjutnya Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah dan lingkungan masyarakat yang kondusif.

Intisari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan adalah bagaimana memerdekakan belajar, guna mencapai kemerdekaan belajar yang tujuan utamanya adalah menjadikan siswa yang memiliki profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila terdiri atas: Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri. Ini berarti dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak, Ki Hajar Dewantara menganjurkan agar pendidik tetap memperhatikan segala potensi anak-anak, yaitu jiwa, jasmani, etika, moral, estetika dan karakter dengan paduan budaya sesuai dengan perubahan zaman.


Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara

Setelah saya mempelajari dan merefleksikan Filosofis Pemikiran Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan “Merdeka Belajar” sebagai Calon Guru Penggerak yakni:

Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1 ?

Sebelum mempelajari modul 1.1, ada beberapa hal yang saya yakini diantaranya :

Pertama, Saya meyakini dan percaya bahwa niat para siswa datang ke sekolah adalah untuk mempelajari ilmu pengetahuan.

Kedua, Dalam pembelajaran saya memandang pentingnya transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, sehingga guru harus aktif mengajar dan siswa duduk di tempat duduknya masing-masing.

Ketiga, Dalam pembelajaran yang saya lakukan saya lebih sering menggunakan metode atau strategi yang bagus menurut saya tetapi tidak pernah memperhatikan kebutuhan siswa atau pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan.

Keempat, Saya tidak pernah membuat kesepakatan bersama saat mengawali pelaksanaan pembelajaran.

Kelima, Saya sering memberikan hukuman kepada siswa saat mereka tidak mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan.

Keenam, saya sangat menginginkan dalam proses pembelajaran yang saya lakukan siswa harus bisa tertib, duduk yang rapi, diam, dengan pandangan yang terpusat kepada gurunya dengan harapan dapat membuat siswa dengan mudah memahami materi-materi yang saya sampaikan.

Ketujuh, disekolah maupun di dalam kelas saya kurang memperhatikan penampilan visual saya sebagai guru. Ketika tampil di diantara teman-teman guru maupun di hadapan siswa, saya sering berpenampilan kurang rapi utamanya penampilan rambut dan style pakaian yang saya gunakan.

Kedelapan, Fokus kegiatan pembelajaran adalah ketuntasan target kurikulum dalam satu semester seperti yang tertuang dalam dokumen program tahunan. Mengutamakan ketuntasan kurikulum merupakan hal yang penting dengan tercapainya standar angka-angka yang tinggi. Hasil akhir dalam pembelajaran diharapkan anak mampu mengerjakan ujian dan tugas dengan benar.


2) Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?

Hal yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini adalah terjadinya perubahan dalam pola pikir saya terhadap siswa dan pembelajaran.

Saya sangat optimis ada mimpi dan cita cita dalam benak setiap anak saat mendatangi sekolah. Saya percaya murid punya inisiatif belajar meski tidak disuruh guru. Ternyata niat murid ke sekolah tidak sama, ada yang ingin menggapai cita-citanya ada juga yang mereka datang ke sekolah karena rutinitas semata bahkan ada juga hanya sebatas untuk uang jajan atau mendapatkan teman pribadi. Guru harus mengenal keberagaman dari peserta didik. Menuntun dan memotivasi murid menemani perjalanan menuju cita-citanya menjadi manusia unggul.

Siswa seharusnya diposisikan sebagai subjek pendidikan yang memegang peranan penting terhadap jalannya pembelajaran. Guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa belajar sesuai potensi, minat, bakat, dan cara belajarnya.

Pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan cara ‘among’, yakni menuntun potensi anak berdasarkan budaya.

Pembelajaran dilaksanakan bukan dengan tuntutan kepada anak, tetapi dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar sesuai kebutuhannya sehingga tercipta kemerdekaan belajar. Ketercapain kurikulum harus dicapai tanpa membatasi kemerdekaan belajar siswa.

Sebaiknya kita sebagai guru harus melakukan asessmen diagnostik awal untuk mengetahui kebutuhan siswa, profil siswa, gaya belajar siswa, metode belajar seperti apa yang mereka inginkan, sehingga kita sebagai guru dapat merancang pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan siswa.

Pembelajaran seharusnya dilaksanakan dengan berbagai cara, model, atau metode, seperti kooperatif learning, inquiri, discovery, problem based learning, maupun project based learning, serta menggunakan berbagai sumber belajar, seperti lingkungan, surat kabar, majalah, narasumber, maupun internet.

Proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengembangkan semua potensi anak, baik budi pekerti, pikiran, maupun tubuhnya agar menjadi anak yang selamat dan bahagia.

Sebagai guru, saya harus memberikan keteladanan kepada siswa, dalam hal sikap, penampilan, kemandirian, disiplin, gotong royong, dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Tugas kita sebagai pendidik adalah menuntun, membimbing peserta didik dalam mencari dan menemukan konsep-konsep teori dan membantu mereka menerapkan konsep dan teori yang sudah mereka pelajari dalam kehidupannya sehingga anak-anak atau peserta didik tidak kehilangan arah dan membahayakan hidupnya.


3) Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara?

Hal yang pertama saya lakukan adalah berliterasi. Ibarat seorang petani maka saya harus berliterasi tentang tehnik menanam dan menghasilkan tanaman yang berkualitas. Melalui Pendidikan Guru Penggerak ini, saya akan banyak belajar tentang berbagai teknik pembelajaran yang sesuai filosofi pendidikan KHD baik melalui LMS, Instruktur, Fasilitator, Guru Pendamping maupun rekan-rekan CGP lainnya.

Sebagai pendidik, saya harus bisa menjadi tauladan, bersikap dan berpenampilan yang baik, mampu memberi semangat serta memberi dorongan dalam menanamkan pendidikan karakter meliputi: kedisiplinan dan kerjasama, tolong menolong dalam setiap kegiatan yang ada disekolah.

Menumbunhkembangkan pendidikan karakter peserta didik dengan pembiasaan seperti mengawali aktifitas pembelajaran dengan berdoa, saling menghargai pendapat ketika berdiskusi, memberikan kata-kata positif untuk teman sebangku/sekelas, memberikan pujian, menyampaikan permohonaan maaf jika melakukan kesalahan baik sengaja maupun tidak dan terakhir membudayakan budaya lokal untuk mentransformasikan pendidikan karakter peserta didik.

Untuk mengetahui karakteristik siswa, saya akan melakukan asesmen diagnosis mengenai potensi, minat, bakat, dan cara belajar siswa.

Dalam pembelajaran, saya akan lebih banyak memposisikan diri sebagai fasilitator yang mengarahkan anak mengembangkan potensi dirinya, dengan memberikan berbagai sumber belajar dan cara belajar yang beragam. Siswa juga akan lebih sering diajak berkomunikasi tentang keinginannya dalam pembelajaran, hambatan yang ditemui, dan mendiskusikan cara mengatasi hambatan tersebut.

Demikian kesimpulan dan refleksi penulis mengenai pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara pada modul 1.1.

Iya sahabat edukasi, itulah tadi kesimpulan dan refleksi saya mengenai pemikiran KHD, Semoga bermanfaat.


No comments:

Post a Comment