“Kasus Kekerasan yang Dipicu Masalah Keberagaman di Indonesia”
Pendidikan Pancasila
Kelas X
KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara yang beragama. Indonesia memiliki suku bangsa, adat istiadat, budaya dan ras yang berbeda-beda tersebar di wilayah Indonesia. Namun keberagaman tersebut terus dilakukan diuji dengan munculnya berbagai konflik yang terjadi diberbagai daerah. Konflik-konflik menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan harus mengungsi. Diberitakan Kompas.com (23/12/2012), Yayasan Denny JA mencatat selama 14 tahun setelah masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar belakang agama. Sementara sisanya kekerasan etnik sekitar 20 persen, kekerasan gender sebanyak 15 persen, kekerasan seksual ada 5 persen.
Dari banyak kasus yang terjadi tercatat ada beberapa konflik besar yang banyak memakan jatuh korban baik luka atau meninggal, luas konflik, dan kerugian material. Berikut sejumlah beberapa konflik di Indonesia tersebut.
Konflik Ambon
foto : Ratusan warga Ambon berkumpul di Monumen Gong perdamaian dunia Minggu (19/1/2014) untuk mengenang konflik kemanusiaan di Ambon 15 tahun silam
Menurut Yayasan Denny JA, konflik Ambon, Maluku merupakan konflik terburuk yang terjadi di Indonesia setelah reformasi. Di mana telah menghilangkan nyawa sekitar 10.000 orang. Diberitakan Kompas.com (19/1/2020), konflik Ambon berlangsung pada 1999 hingga 2003. Dalam konflik tersebut tercatat ribuan warga meninggal, ribuan rumah dan fasilitas umum termasuk tempat ibadah terbakar. Bahkan ratusan ribu warga harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi dan meninggalkan Maluku atas konflik tersebut. Konfik Ambon berlangsung selama empat tahun.
Konflik Sampit
Konflik Sampit, Kalimantan Tengah terjadi pada 2001. Konflik antar etnis tersebut berawal dari bentrokan antara warga Suku Dayak dan Suku Madura pada 18 Februari 2001. Diberitakan Kompas.com (13/6/2018), konflik tersebut meluas ke seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk di ibu kota Palangkaraya. Baca juga: Istana Tegaskan Penuntasan Kasus HAM Berat Dipimpin Kemenko Polhukam Diduga, konflik tersebut terjadi karena persaingan di bidang ekonomi. Pada konflik tersebut Komnas HAM membentu Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Sampit. Menurut, Yayasan Denny JA, tercatat ada sekitar 469 orang meninggal dalam konflik tersebut. Sebanyak 108.000 orang harus mengungsi.
Kerusuhan Mei 1998
Kerusuhan yang berlangsung di Jakarta tersebut setidaknya banyak korban yang meninggal, pemerkosaan dan 70.000 orang harus mengungsi. Kerusuhan tersebut terjadi pada 13-15 Mei 1998. Dikutip Kompas.com (13/5/2019), kerusuhan tersebut dilatarbelakangi terpilihnya kembali Soeharto sebagi presiden pada 11 Maret 1998. Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan dan terjadi kericuhan dengan aparat. Dampaknya ada mahasiswa yang terluka dan meninggal.
Refleksi 21 Tahun Tragedi Peristiwa Mei 98
Tragedi berdarah juga menimpa mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta. Mahasiswa yang melakukan aksi harus berhadapan dengan aparat keamanan. Mediasi dilakukan dengan konsekuensi mahasiswa diminta kembali ke kampus Trisakti. Namun, upaya ini tak sesuai rencana. Terdengar letusan senjata api yang membuat empat mahasiswa meninggal. Yakni Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sementara mahasiswa yang lain mengalami luka-luka. Baca juga: Kejagung dan Komnas HAM Disebut Sepakat Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu Kondisis itu membuat aksi mahasiswa semakin luas dan berlangsung beberapa hari. Bahkan massa menduduki Gedung MPR/DPR. Tragedi Trisaksi pada 12 Maret 1998 ini merupakan pemicu aksi yang lebih besar. Setelah korban mendapatkan perawatan, pihak Universitas Trisaksi menuntut aparat keamanan terkait peristiwa ini. Mereka menuntut aparat bertanggung jawab. Selain jatuh korban meninggal dan luka. Peristiwa tersebut juga menimbulkan kerugian mencapai Rp 2,5 triliun. Bulan Mei pun dikenang masyarakat Indonesia sebagai bulan duka atas munculnya korban jiwa akibat aksi kerusuhan. Besarnya kerusuhan itu menyebabkan situasi pemerintahan tidak stabil. Soeharto pun semakin sulit memegang kendali pemerintahannya. Pada 21 Mei 1998, Soeharto mundur sebagai presiden.
Konflik Ahmadiyah
Konflik Ahmadiyah berlangsung pada 2016-2017. Meski tidak menimbulkan korban jiwa yang besar, konflik tersebut mendapat sorotan media cukup kuat. Pasca konflik terjadi selama 8 tahun para pengungsi tidak jelas nasibnya. Mereka sulit memperoleh fasilitas pemerintah, seperti KTP.
Konflik Lampung
Konflik di Lampung Selatan telah menimbulkan korban meninggal 14 orang dan ribuan orang mengungsi. Konflik Lampung terjadi pada 2012
Konflik Poso
Konflik Poso, Sulawesi Tengah terjadi antara kelompok Muslim dengan Kelompok Kristen. Konflik tersebut terjadi pada akhir 1998 hingga 2001. Sejumlah rekonsiliasi dilakukan untuk meredakan konflik tersebut. Kemudian munculnya ditandatangani Deklarasi Malino pada 20 Desember 2001. Belum diketahui secara pasti korban akibat konflik Poso.
Sumber:https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/kasus-kekerasan-yang-dipicu-masalah-keberagaman-di-indonesia?page=a
No comments:
Post a Comment