Pages

Friday, November 25, 2022

Peran Lembaga Penegak Hukum dalam Menjamin Keadilan dan Kedamaian

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2

Peran Lembaga Penegak Hukum dalam Menjamin Keadilan dan Kedamaian




Peran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) 

Anda tentunya sering sekali bertemu dengan anggota kepolisian. Peran yang mereka tampilkan bermacam-macam, seperti mengatur lalu lintas, memberantas gerakan-gerakan terorisme, mencegah penyalahgunaan narkoba, dan sebagainya. 

Kepolisian Republik Indonesia atau yang sering disingkat Polri merupakan lembaga negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Selain itu, dalam bidang penegakan hukum khususnya yang berkaitan dengan penanganan tindak pidana sebagaimana yang di atur dalam KUHAP, Polri sebagai penyidik utama yang menangani setiap kejahatan secara umum dalam rangka menciptakan keamanan dalam negeri, Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, telah menetapkan kewenangan sebagai berikut. 

  1. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan. 
  2. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan. 
  3. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan.
  4. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. 
  5. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat. 
  6. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
  7. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara. 
  8. Mengadakan penghentian penyidikan.
  9. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. 
  10. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana. 
  11. Memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum. 
  12. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab, yaitu tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan dengan syarat sebagai berikut: 

    • tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; 
    • selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; 
    • harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 
    • pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan 
    • menghormati hak asasi manusia


Peran Kejaksaan Republik Indonesia 

Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Penuntutan merupakan tindakan jaksa untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang- undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Pelaku pelanggaran pidana yang akan dituntut adalah yang benar bersalah dan telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan dengan didukung oleh barang bukti yang cukup dan didukung oleh minimal 2 (dua) orang saksi. 

Keberadaan Kejaksaan Republik Indonesia diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Berdasarkan undang-undang tersebut, kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Adapun yang menjadi tugas dan wewenang Kejaksaan dikelompokkan menjadi tiga bidang, berikut

a. Di Bidang Pidana 

  1. Melakukan penuntutan. 
  2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 
  3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat. 
  4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang. 
  5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik

b. Di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara 

Kejaksaan, dengan kuasa khusus, dapat bertindak, baik di dalam maupun di luar pengadilan, untuk dan atas nama negara atau pemerintah. 

c. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum 

1) Peningkatan kesadaran hukum masyarakat. 

2) Pengamanan kebijakan penegakan hukum. 

3) Pengawasan peredaran barang cetakan. 

4) Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara.

5) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama. 

6) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal

3. Peran Hakim sebagai Pelaksana Kekuasaan Kehakiman 

Di Indonesia, perwujudan kekuasaan kehakiman diatur sepenuhnya dalam Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan undang-undang tersebut, kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan 

Tata Usaha Negara, serta oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi. Lembaga-lembaga tersebut berperan sebagai penegak keadilan, dan dibersihkan dari setiap intervensi baik dari lembaga legislatif, eksekutif maupun lembaga lainnya. Kekuasaan kehakiman yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga tersebut dilaksanakan oleh hakim. 

Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Mengadili merupakan serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutuskan perkara hukum berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sebuah sidang pengadilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta kebenaran, hakim diberi kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan. Dengan kata lain, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan-kekuasaan lain dalam memutuskan perkara. Apabila hakim mendapatkan pengaruh dari pihak lain dalam memutuskan perkara, cenderung keputusan hakim itu tidak adil, yang pada akhirnya akan meresahkan masyarakat, serta wibawa hukum dan hakim akan pudar. 

Menurut ketentuan Undang-Undang RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim berdasarkan jenis lembaga peradilannya dapat diklasifi kasikan menjadi tiga kelompok berikut: 

  1. Hakim pada Mahkamah Agung yang disebut dengan Hakim Agung. 
  2. Hakim pada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, yaitu dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. 
  3. Hakim pada Mahkamah Konstitusi yang disebut dengan Hakim Konstitusi. 

Setiap hakim melaksanakan proses peradilan yang dilaksanakan di sebuah tempat yang dinamakan pengadilan. Dengan demikian, terdapat perbedaan antara konsep peradilan pengadilan. Peradilan menunjuk pada proses mengadili perkara sesuai dengan kategori perkara yang diselesaikan. Pengadilan menunjuk pada tempat untuk mengadili perkara atau tempat untuk melaksanakan proses peradilan guna menegakkan hukum.

Pengadilan secara umum mempunyai tugas untuk mengadili perkara menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang. Pengadilan wajib memeriksa dan mengadili setiap perkara peradilan yang masuk.


4. Peran Advokat dalam Penegakan Hukum 

Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Jasa hukum yang diberikan berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, membela, mendampingi, dan melakukan tindakan hukum. Melalui jasa hukum yang diberikan, advokat menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. 

Keberadaan advokat sebagai salah satu penegak hukum diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Melalui UU ini, setiap orang yang memenuhi persyaratan dapat menjadi seorang advokat. Adapun persyaratan untuk menjadi advokat di Indonesia diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, yaitu: 

a. warga NRI; 

b. bertempat tinggal di Indonesia;

c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; 

d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; 

e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum; 

f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat; 

g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor advokat; 

h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; serta 

i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi. 

Adapun tugas dari advokat secara khusus adalah membuat dan mengajukan gugatan, jawaban, tangkisan, sangkalan, memberi pembuktian, mendesak segera disidangkan atau diputuskan perkaranya, dan sebagainya. Di samping itu, pengacara bertugas membantu hakim dalam mencari kebenaran dan tidak boleh memutarbalikkan peristiwa demi kepentingan kliennya agar kliennya menang dan bebas. Oleh karena itu, sesuai Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2003, seorang advokat mempunyai hak dan kewajiban yang dilindungi undang-undang. Adapun yang menjadi hak advokat adalah sebagai berikut. 

  • Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang undangan. 
  • Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. 
  • Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan. 
  • Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
  • Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik advokat. 
  • Advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan/atau masyarakat.

Kewajiban yang harus dipatuhi oleh seorang advokat di antaranya adalah sebagai berikut.

  • Advokat dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan terhadap klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras, atau latar belakang sosial dan budaya. 
  • Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
  • Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya. 
  • Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya. 
  • Advokat yang menjadi pejabat negara tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan. 


5. Peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 

Komisi Pemberantasan Korupsi disingkat KPK adalah sebuah komisi yang dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang RI No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan dibentuknya KPK adalah untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi. Untuk mencapai tujuan tersebut, KPK mempunyai tugas sebagai berikut. 

  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 
  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. 
  3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. 
  4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
  5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. 

Selain memiliki tugas tersebut, komisi ini memiliki beberapa wewenang sebagai berikut.

  1. Mengoordinasi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. 
  2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. 
  3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait. 
  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindakan korupsi. 
  5. Meminta laporan instansi terkait pencegahan tindak pidana korupsi. 

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya itu, KPK perpedoman pada asas sebagai berikut. Kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang KPK. 

  1. Keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
  2. Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  3. Kepentingan umum, yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. 
  4. Proporsionalitas, yakni asas yang mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban KPK.




No comments:

Post a Comment