Tuesday, February 21, 2023

NOT BALOK

Hallo sahabat edukasi, nah kali ini kita akan bahas tentang Not, Ada dua macam not, yaitu not balok dan not angka. Not angka, sesuai namanya dilambangkan dengan angka-angka. Sedangkan not balok dilambangkan dengan bulatan-bulatan, baik bertangkai ataupun tidak yang diletakkan di dalam garis-garis paranada.

Struktur Not Balok

Untuk menulis not balok kita memerlukan garis-garis paranada yang berjumlah lima garis. Urutan dihitung dari bawah ke atas, seperti yg saya posting sebelumnya

Di dalam paranada terdapat garis-garis yang memisahkan not-not dengan jumlah ketukan sesuai tanda birama yang ada misalnya 4/4 maka setiap 4 ketukan dipisahkan oleh garis yang disebut garis birama atau garis bar.

Pada setiap garis dan di antara garis-garis, kita tempatkan not atau nada-nada c, d, e, f, g, a, b, c dst. Penempatan sesuai dengan kunci yang kita gunakan, misalnya do=c maka pada garis 1 terletak nada 3 (mi) atau e.

Pada awal paranada biasanya kita menempatkan “kunci” yang disebut “clef”. Ada bermacam-macama clef: treble, bass, tenor, dan alto. Namun biasanya yang umum digunakan adalah clef treble dan bass.

Clef treble

Clef bass


Penggunaan clef treble dan bass secara bersamaan disebut “grand staff”


Menempatkan Not dalam Paranada.

Penempatan not-not dalam paranada harus memperhatikan kunci yang digunakan, misalnya dengan cleff treble, do=c maka kita harus menambahkan satu garis di bawah. Di bawah garis tambahan masih bisa ditambah lagi, demikian juga ke atas masih bisa ditambah lagi sesuai dengan kebutuhan not rendah atau tinggi yang dibutuhkan dalam sebuah lagu, memerlukan berapa oktaf. Satu oktaf terdiri dari 8 nada.

c, d, e, f, g, a, b, c, d, e, f, g, a, b, c, dst.


Lambang-Lambang Not Balok.

Not Penuh (1) = nada 4 ketuk. Gambar bulatan kosong.

Not Setengah (1/2) = 2 ketuk.Gambar bulatan kosong dengan tiang.

Not Seperempat (1/4) = 1 ketu. Gambar bulatan dihitamkan dengan tiang.

Not Seperdelapan (1/8) = 1/2 ketuk. Gambar bulatan dihitamkan, tiang, bendera 1.

Not Seperenambelas (1/16) = 1/4 ketuk. Gambar bulatan dihitamkan, tiang, bendera 2


Tanda Titik.

Tanda titik ditempatkan di belakang not balok. Nilai tanda titik adalah setengah dari not di depannya. Bila not di depannya adalah not penuh (1) = 4 ketuk, maka tanda titik bernilai setengah (1/2) = 2 ketuk, dan seterusnya.

4+2=6 ketuk              2+1=3 ketuk       11/2 ketuk   3/4 ketuk


Tanda Diam

Tanda diam adalah tanda yang melambangkan sebuah lagu harus berhenti baik di tengah maupun di akhir sebuah lagu. Tanda diam dalam notasi do, re, mi, dilambangkan dengan angka 0. Dalam not balok tanda diam mempunyai lambang-lambang sesuai dengan nilai atau lamanya diam.

Tanda diam 4 ketuk                2 ketuk        1 ketuk     1/2     1/4


Tempo dan Dinamik.

Cressendo < artinya lagu dinyanyikan menguat / mengeras.

De Cressendo > artinya lagu dinyanyikan melembut.

Vivace artinya gembira, hidup.

Adagio artinya amat sangat lambat.

Prestissimo artinya amat sangat cepat.

Largheno artinya lambat.

Di Marcia artinya seperti orang berbaris.

Maestoso artinya khidmad, agung, dan mulia.

Con brio artinya semangat bergelora.

Allegreto artinya ringan, hidup, dan gembira.

Con bravura artinya gagah.

ff = fortissimo artinya sangat keras.

pp = pianissimo artinya sangat lambat

p = piano artinya lambat/lembut


Clef pada not balok.

Pertama kali yang perlu diperhatikan dalam membaca not adalah kuncinya (clef). Kunci terletak di paling kiri garis paranada. Ada tiga macam kunci yaitu kunci G, kunci F, dan kunci C.

(dari kiri ke kanan: kunci G, kunci F, kunci C alto, dan kunci C tenor)

Kunci yang paling sering digunakan adalah kunci G dan kunci F. Pada kunci G, letak nada G adalah garis paranada yang dilewati lengkungan spiral kunci G. Sedangkan pada kunci F, letak nada F adalah garis paranada yang berada di antara dua titik kunci F.

Selanjutnya setiap naik 1 (memotong garis, kemudian di antara garis, dst), nada akan bertambah tinggi 1. Urutan nadanya adalah sebagai berikut:

C-D-E-F-G-A-B-C’ (terus berulang)

Di depan setiap not, terkadang ditambahkan simbol ? (flat/mol) dan ? (sharp/kres). ? akan menurunkan nada di sebelah kanannya sebanyak 1/2 nada. Sedangkan ? akan menaikkan nada di sebelah kanannya sebanyak 1/2 nada. Untuk mengembalikan nada yang telah turun/ naik dapat ditambahkan simbol ? (natural).

Jika sebuah nada diturunkan setengah, misalnya A, di sebelah kanan A akan ditambahkan simbol ?. Sehingga namanya berubah dari A menjadi A? yang dibaca As. Sebaliknya jika nada dinaikkan setengah, misalnya C, di sebelah kanan C akan ditambahkan simbol ? menjadi C? yang dibaca Cis.

Not-not bila dirangkai dapat membentuk sebuah lagu. Biasanya untuk menuliskan sebuah lagu, digunakan dua macam cara penulisan not yaitu dengan menggunakan not balok (bulatan-bulatan yang tersusun dalam garis paranada) dan not angka (dengan menggunakan angka).



Sunday, February 19, 2023

Menilik Situasi Kasus Diskriminasi Terhadap Minoritas di Indonesia

Menilik Situasi Kasus Diskriminasi Terhadap Minoritas di Indonesia

Kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas di Indonesia tidak juga kunjung berakhir. Tidak hanya terus berulang, kasus-kasus ini juga jarang terselesaikan dengan baik. Terakhir, kasus kekerasan ini terjadi di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (8/8/2020). Tindak kekerasan dan penyerangan di Solo tersebut dilakukan oleh sekelompok orang pada upacara Midodareni yang diselenggarakan di kediaman almarhum Segaf Al-Jufri, Jl. Cempaka No. 81, Kp. Mertodranan, Pasar Kliwon,Kota Surakarta, pada Sabtu, (8/8/2020).

Sekelompok orang tersebut melakukan penyerangan, merusak sejumlah mobil dan memukul beberapa anggota keluarga yang melakukan upacara Midodareni, sembari meneriakan bahwa Syiah bukan Islam dan darahnya halal. Sedikit catatan, Midodareni merupakan tradisi yang banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa untuk mempersiapkan hari pernikahan.

Koordinator Nasional Jaringan GUSDURian Alissa Wahid mengecam tindak kekerasan tersebut. Menurutnya, insiden tersebut menambah catatan buruk kasus intoleransi di Indonesia. Padahal, Presiden RI Joko Widodo pernah menyatakan bahwa tidak ada tempat bagi tindak intoleransi di Indonesia.

Kejadian tersebut memperpanjang daftar tindak diskriminasi dan intoleransi terhadap kelompok minoritas khususnya dalam kerukunan beragama.

Pada 2018 lalu, Komnas HAM bersama Litbang Kompas meluncurkan survei berjudul "Survei Penilaian Masyarakat terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis di 34 Provinsi".

Hasil survei tersebut memperlihatkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap isu diskriminasi ras dan etnis masih perlu ditingkatkan. Misalnya, sebanyak 81,9 persen responden mengatakan lebih nyaman hidup dalam keturunan keluarga yang sama. Kemudian, sebanyak 82,7 persen responden mengatakan mereka lebih nyaman hidup dalam lingkungan ras yang sama. Sebanyak 83,1 persen responden juga mengatakan lebih nyaman hidup dengan kelompok etnis yang sama.

Komnas HAM mencatat 101 aduan terkait diskriminasi ras dan etnik sepanjang 2011-2018 dengan aduan tertinggi pada 2016. Jumlah pengaduan terbanyak berasal dari DKI Jakarta dengan 34 aduan.

Fluktuatif

Kementerian Agama setiap tahun merilis indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB). Dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006, KUB merupakan keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

Indeks tersebut digambarkan dengan angka 0-100. Komponen penilaian yang disorot dalam penilaian ini yaitu kesetaraan, toleransi, dan kerja sama antarumat beragama. Skor indeks KUB nasional mengalami fluktuasi setiap tahunnya, mulai dari 75,35 pada 2015 hingga menjadi 73,83 pada 2019.  Angka rerata nasional sempat turun pada 2017-2018 hingga menjadi 70,90 pada 2018. Saat mengumumkan angka indeks KUB 2018, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Abdurrahman Mas’ud menyebut banyak peristiwa yang terjadi pada periode 2017-2018 yang menguji kerukunan berbangsa dan bernegara.

"Kental terasa di benak kita, isu-isu keagamaan bersinggungan dengan isu-isu politik. Atau, ada juga yang menganggap bahwa ras dan agama telah dibawa menjadi isu politik atau politisasi agama menjelang perhelatan Pileg dan Pilpres serentak pada 17 April 2019” ujar Mas’ud, Senin (25/3/2019).

Mas’ud mencontohkan peristiwa keagamaan yang bersinggungan dengan politik pada periode 2016-2017 yaitu kasus mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), situasi menjelang Pilkada DKI 2017, serta residu politik pada 2018-2019 menjelang Pemilu serentak. Pada 2019, Kementerian Agama mencatat 18 provinsi mendapatkan skor di bawah rerata nasional 73,83. Tiga provinsi dengan skor terendah yaitu: Jawa Barat 68,5; Sumatera Barat 64,4; dan Aceh 60,2. 

Selain terhadap perbedaan agama, tingkat toleransi atau penerimaan terhadap isu lain dapat dilihat dari Social Progress Index yang dirilis oleh Social Progress Imperative. Indeks tersebut dirancang untuk melihat kualitas kemajuan sosial suatu negara melalui tiga variabel penilaian yaitu basic human needs, foundations of wellbeing, dan opportunity dengan skor 0-100. Variabel opportunity dapat menjadi sorotan ketika melihat tingkat toleransi di Indonesia. Dalam variabel tersebut, terdapat komponen penilaian inclusiveness. Komponen inclusiveness merupakan penilaian tingkat penerimaan masyarakat terhadap seluruh golongan untuk dapat menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi tanpa ada pengecualian.

Jika dirinci, komponen inclusiveness terdiri dari beberapa sub komponen penilaian yaitu penerimaan terhadap gay dan lesbian, diskriminasi dan kekerasan terhadap minoritas, kesetaraan kekuatan politik berdasarkan gender, kesetaraan kekuatan politik berdasarkan posisi sosial ekonomi, dan kesetaraan kekuatan politik berdasarkan kelompok sosial. Pada periode 2015-2019, skor inclusiveness Indonesia pada awalnya menunjukan tren peningkatan pada tiga tahun pertama, kemudian turun dalam dua tahun terakhir. Pada 2015, skor inclusiveness Indonesia sebesar 38,68 kemudian naik menjadi 40,81 pada 2016 dan 42,03 pada 2017. Skor kemudian turun menjadi 40,77 pada 2018, dan kembali turun pada 2019 menjadi 39,96.  Skor pada 2019 tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat 99 dari 149 negara. Periode 2018-2019 memang merupakan periode yang banyak diisi oleh agenda politik, utamanya menjelang Pemilu 2019. Tidak jarang, sejumlah agenda politik tersebut bersinggungan dengan pemanfaatan isu identitas termasuk ras, agama, dan kelompok minoritas untuk kepentingan politik.

Dalam lima tahun terakhir, tindak intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas memang seolah mendapatkan traksi pada pagelaran politik. Salah satu contoh yang paling kentara boleh jadi tampak pada kasus penistaan agama yang melibatkan calon gubernur DKI Jakarta Basuk Tjahaja Purnama atau Ahok di 2016. 

Lebih lanjut, fenomena peningkatan tindak intoleransi dan diskriminasi ini memiliki dampak tidak langsung terhadap situasi demokratisasi di Indonesia. Laporan indeks demokrasi oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan, situasi demokratisasi Indonesia sedikit 'terganggu' dalam lima tahun terakhir. Catatan singkat, EIU menyusun indeks tersebut melalui lima variabel penilaian dengan rentang skor 0-10 terhadap 165 negara.

Berdasarkan laporan EIU, indeks demokrasi Indonesia tercatat mengalami tren menurun sejak 2016, meskipun mengalami kenaikan pada 2019. Indeks demokrasi Indonesia turun menjadi 6,97 dari tahun sebelumnya 7,03. Skor tersebut kembali turun menjadi 6,39 pada 2017 dan stagnan pada tahun berikutnya. Kenaikan skor terjadi pada 2019 menjadi 6,48.

Meskipun Pemilu serentak 2019 telah usai, kasus terkait intoleransi dan diskriminasi yang bersinggungan dengan identitas belum menunjukkan tanda-tanda akan melandai. Terlebih, hingga tulisan ini dimuat, Pemilihan Kepala Daerah (Pikada) serentak di beberapa daerah masih direncanakan akan tetap diselenggarakan di 2020 di tengah situasi pandemi. A Flourish chart.


Sumber: https://tirto.id/menilik-situasi-kasus-diskriminasi-terhadap-minoritas-di-indonesia-fXpD


“Kasus Kekerasan yang Dipicu Masalah Keberagaman di Indonesia”

“Kasus Kekerasan yang Dipicu Masalah Keberagaman di Indonesia”

Pendidikan Pancasila

Kelas X


KOMPAS.com - Indonesia merupakan negara yang beragama. Indonesia memiliki suku bangsa, adat istiadat, budaya dan ras yang berbeda-beda tersebar di wilayah Indonesia. Namun keberagaman tersebut terus dilakukan diuji dengan munculnya berbagai konflik yang terjadi diberbagai daerah. Konflik-konflik menimbulkan korban jiwa, luka-luka dan harus mengungsi. Diberitakan Kompas.com (23/12/2012), Yayasan Denny JA mencatat selama 14 tahun setelah masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65 persen berlatar belakang agama. Sementara sisanya kekerasan etnik sekitar 20 persen, kekerasan gender sebanyak 15 persen, kekerasan seksual ada 5 persen. 

Dari banyak kasus yang terjadi tercatat ada beberapa konflik besar yang banyak memakan jatuh korban baik luka atau meninggal, luas konflik, dan kerugian material. Berikut sejumlah beberapa konflik di Indonesia tersebut. 

Konflik Ambon 

foto : Ratusan warga Ambon berkumpul di Monumen Gong perdamaian dunia Minggu (19/1/2014) untuk mengenang konflik kemanusiaan di Ambon 15 tahun silam


Menurut Yayasan Denny JA, konflik Ambon, Maluku merupakan konflik terburuk yang terjadi di Indonesia setelah reformasi. Di mana telah menghilangkan nyawa sekitar 10.000 orang. Diberitakan Kompas.com (19/1/2020), konflik Ambon berlangsung pada 1999 hingga 2003. Dalam konflik tersebut tercatat ribuan warga meninggal, ribuan rumah dan fasilitas umum termasuk tempat ibadah terbakar. Bahkan ratusan ribu warga harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi dan meninggalkan Maluku atas konflik tersebut. Konfik Ambon berlangsung selama empat tahun.

Konflik Sampit 

Konflik Sampit, Kalimantan Tengah terjadi pada 2001. Konflik antar etnis tersebut berawal dari bentrokan antara warga Suku Dayak dan Suku Madura pada 18 Februari 2001. Diberitakan Kompas.com (13/6/2018), konflik tersebut meluas ke seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, termasuk di ibu kota Palangkaraya. Baca juga: Istana Tegaskan Penuntasan Kasus HAM Berat Dipimpin Kemenko Polhukam Diduga, konflik tersebut terjadi karena persaingan di bidang ekonomi. Pada konflik tersebut Komnas HAM membentu Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Sampit. Menurut, Yayasan Denny JA, tercatat ada sekitar 469 orang meninggal dalam konflik tersebut. Sebanyak 108.000 orang harus mengungsi. 

Kerusuhan Mei 1998 


Foto: Kerusuhan Mei 1998 (ARBAIN RAMBEY)

Kerusuhan yang berlangsung di Jakarta tersebut setidaknya banyak korban yang meninggal, pemerkosaan dan 70.000 orang harus mengungsi. Kerusuhan tersebut terjadi pada 13-15 Mei 1998. Dikutip Kompas.com (13/5/2019), kerusuhan tersebut dilatarbelakangi terpilihnya kembali Soeharto sebagi presiden pada 11 Maret 1998. Mahasiswa melakukan aksi turun ke jalan dan terjadi kericuhan dengan aparat. Dampaknya ada mahasiswa yang terluka dan meninggal.

Refleksi 21 Tahun Tragedi Peristiwa Mei 98

Tragedi berdarah juga menimpa mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta. Mahasiswa yang melakukan aksi harus berhadapan dengan aparat keamanan. Mediasi dilakukan dengan konsekuensi mahasiswa diminta kembali ke kampus Trisakti. Namun, upaya ini tak sesuai rencana. Terdengar letusan senjata api yang membuat empat mahasiswa meninggal. Yakni Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Sementara mahasiswa yang lain mengalami luka-luka. Baca juga: Kejagung dan Komnas HAM Disebut Sepakat Selesaikan Kasus HAM Masa Lalu Kondisis itu membuat aksi mahasiswa semakin luas dan berlangsung beberapa hari. Bahkan massa menduduki Gedung MPR/DPR. Tragedi Trisaksi pada 12 Maret 1998 ini merupakan pemicu aksi yang lebih besar. Setelah korban mendapatkan perawatan, pihak Universitas Trisaksi menuntut aparat keamanan terkait peristiwa ini. Mereka menuntut aparat bertanggung jawab. Selain jatuh korban meninggal dan luka. Peristiwa tersebut juga menimbulkan kerugian mencapai Rp 2,5 triliun. Bulan Mei pun dikenang masyarakat Indonesia sebagai bulan duka atas munculnya korban jiwa akibat aksi kerusuhan. Besarnya kerusuhan itu menyebabkan situasi pemerintahan tidak stabil. Soeharto pun semakin sulit memegang kendali pemerintahannya. Pada 21 Mei 1998, Soeharto mundur sebagai presiden.

Konflik Ahmadiyah 

Konflik Ahmadiyah berlangsung pada 2016-2017. Meski tidak menimbulkan korban jiwa yang besar, konflik tersebut mendapat sorotan media cukup kuat. Pasca konflik terjadi selama 8 tahun para pengungsi tidak jelas nasibnya. Mereka sulit memperoleh fasilitas pemerintah, seperti KTP.

Konflik Lampung 

Konflik di Lampung Selatan telah menimbulkan korban meninggal 14 orang dan ribuan orang mengungsi. Konflik Lampung terjadi pada 2012 

Konflik Poso 

Konflik Poso, Sulawesi Tengah terjadi antara kelompok Muslim dengan Kelompok Kristen. Konflik tersebut terjadi pada akhir 1998 hingga 2001. Sejumlah rekonsiliasi dilakukan untuk meredakan konflik tersebut. Kemudian munculnya ditandatangani Deklarasi Malino pada 20 Desember 2001. Belum diketahui secara pasti korban akibat konflik Poso.

Sumber:https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/06/190000569/kasus-kekerasan-yang-dipicu-masalah-keberagaman-di-indonesia?page=a 

Thursday, February 16, 2023

Alasan Gus Dur Mengakui Agama Konghucu di Indonesia



Tulisan ini akan membahas alasan Gus Dur mengakui agama Konghucu di Indonesia.  Pada masa Orde Baru, terjadi berbagai diskriminasi dan kekerasan terhadap penganut agama Konghucu dan etnis Tionghoa pada umumnya. Mereka dikucilkan baik secara ekonomi, sosial, hingga budaya.

Perayaan-perayaan keagamaan Konghucu tidak diperbolehkan, nama-nama mereka harus diubah dengan nama “pribumi”, klenteng mereka juga harus berganti nama menjadi vihara dan bernaung dengan pelayanan keagamaan Buddha.

Negara hanya mengakui dan melayani lima agama saja, yakni Islam, Kristen, Katolik, Buddha, dan Hindu, pemeluk Konghucu dipaksa memilih dan konversi ke agama resmi. Bagi pemerintah saat itu, Konghucu bukanlah sebuah agama, melainkan aliran kebudayaan atau falsafah hidup semata.

Meskipun begitu, sebagian dari mereka tetap setia memperjuangkan agamanya sebagai agama tersendiri. Tentu nyawa mereka juga menjadi ancaman ketika isu komunisme menguat. Mereka bisa dituduh PKI, dan dituduh PKI berarti siap mati kapan saja, di mana saja.

Memasuki masa peralihan dari Orde Baru menuju Reformasi, terjadi pemberontakan luar biasa terhadap etnis Tionghoa. Banyak dari mereka yang dibunuh, rumah-rumah dibakar, hingga perempuan-perempuan mereka diperkosa. Hal ini menjadi trauma yang luar biasa bagi etnis Tionghoa di Indonesia.

Setelah Orde Baru runtuh, keberadaan mereka mulai diterima perlahan. Ketika Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memimpin, agama Konghucu resmi diakui negara, identitas pemeluknya dihargai, dan diberi kebebasan untuk mengekspresikan keagamaannya. Larangan perayaan adat istiadat Konghucu juga dihapuskan. Gus Dur bahkan mengeluarkan Keppres yang menjadikan Imlek sebagai hari libur.

Dalam Islamku, Islam Anda, Islam Kita, Gus Dur menegaskan bahwa orang dengan etnis Tionghoa yang umumnya beragama Buddha dan Konghucu adalah bagian dari Indonesia. Mereka mengakui dan juga diterima sebagai warga negara. Keturunan Tionghoa memiliki hak-hak yang sama dengan warga negara yang lain karena mereka juga dilahirkan di Indonesia.

Menganggap etnis Tionghoa sebagai “yang lain” adalah kesalahan besar yang tidak boleh diteruskan. Adanya orang dengan etnis Tionghoa di Indonesia sama saja dengan adanya orang Papua, orang Sunda, orang Jawa, dan lain sebagainya. Karenanya, mereka juga “penduduk asli”. Tidak berbeda.

Gus Dur menawarkan kebangsaan Indonesia yang tidak berdasarkan ras.  Bagi Gus Dur, warga Indonesia tidak hanya terdiri dari agama atau etnis tertentu saja, tetapi majemuk. Beragam. Tidak mengherankan jika perjuangannya ini membuat sosok Gus Dur dihormati dan dicintai oleh hampir semua pemeluk agama, termasuk Konghucu.

Keputusan-keputusan Gus Dur tentu sangatlah berarti, bukan hanya bagi umat Konghucu, tetapi juga untuk penegakan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Bagi ulama asal Jombang ini, negara tidak berhak mendefinisikan mana agama dan mana yang bukan. Pemeluknya sendirilah yang berhak menentukan.

Gus Dur juga menerangkan bahwa Islam sangatlah menerima dan menghargai perbedaan sebagai sesuatu yang wajar terjadi di dalam masyarakat. Seperti yang tertuang dalam Q.S. Ali Imran [3]: 103;

“Berpeganglah kalian pada tali Tuhan dan secara keseluruhan serta jangan terpecah-pecah dan saling bertentangan.”

Perjuangan Gus Dur dalam menghapus diskriminasi terhadap pemeluk agama minoritas seperti Konghucu memang luar biasa. Namun, perjuangan itu belum selesai, karena selain Konghucu, banyak agama lain yang lahir dan tumbuh di Indonesia dan tidak kalah didiskriminasi dan dikucilkannya.

Gus Dur menyerukan bahwa jika kita ingin menjadi bangsa yang besar, maka kita harus menghentikan segala praktik diskriminasi. Adapun perbedaan yang ada, tidak boleh menjadi penyebab pertentangan apalagi permusuhan, melainkan kekayaan bangsa yang harus dirawat bersama.

Demikian penjelasan terkait Alasan Gus Dur mengakui agama Khonghucu di Indonesia. Semoga bermanfaat.

Sumber : Alasan Gus Dur Mengakui Agama Konghucu di Indonesia | Bincang Syariah

Monday, February 13, 2023

PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMEBELAJARAN

 PENGAMBILAN KEPUTUSAN SEBAGAI PEMIMPIN PEMEBELAJARAN

Penulis : Ucke Rakhmat Gadzali, S.Pd.


Guru sebagai pemimpin pembelajaran perlu melakukan langkah-langkah pengambilan keputusan dalam mengelaborasikan pembelajaran yang berpihak pada murid.

Keputusan guru sebagai oemimpin oembelajaran haruslah sesuai dengan arah dan tujuan pembelajaran yaitu dengan Sistem Among, yang :

1. Bersendi pada kodrat alam dan kodrat zaman serta medeka belajar

2. Berdasarkan pada silih asah, silah asih, silih asuh.

Filosofi  Ki Hajar Dewantara

Ing Ngarso Sung Tulodo

Pemimpin (guru) memberikan contoh yang baik kepada murid

Ing Madya Mangun Karso

Pemimpin (Guru) bekerja sama dengan muridnya

Tut Wuri Handayani

Pemimpin (Guru) memberikan kesempatan muridnya untuk berkembang (Motivator)

Dalam kehidupan akan ada nilai kebijakan dasar yang bertentangan dengan teori dan peraturan seperti kasih sayang, kebenaran dan keadilan.

Nilai-nilai dan prinsip dalam diri sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, seperti nilai keyakinan, kesetiaan, kepedulian, kejujuran dann tanggung jawab.

Nilai dan peran guru penggerak yang sangat berpengaruh terhadap prinsip pengambilan keputusan, yaitu:

1. Mandiri

2. Kreatif

3. Inovatif

4. Kolaboratif

5. Reflekif

6. Berpihak pada murid

Selanjutnya pada materi coaching dengan  menggunakan alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi masalah, Rencana Aksi dan tanggung Jawab) terdapat unsur yang sangat berhubungan dengan materi pengambilan keputusan, yaitu:

Pengujian pengambilan keputusan yang telah diambil

Pengambilan keputusan yang efektif

Pertanyaan dalam diri atas pengambilan keputusan

Dalam kasus yang ada dilingkungan kita terdapat paradigma Dilema Etika dan Bujukan Moral, Dilema etika adalah situasi ketika seseorang harus memilih dua pilihan dimana secara moral kedua pilihan benar namun bertentangan. Sementara Bujukan Moral adalah situasi Ketika sesorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.

Paradigma Dilema Etika

1. Rasa keadilan lawan kasihan

2. Individu lawan masyarakat

3. Kebenaran lawan kesetiaan

4. Jangka pendek lawan jangka Panjang

Prinsip Pengambilan Keputusan 

1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)

2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)

3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Core-Based Thinking)

Dalam proses pengambilan keputusan kita perlu melakukanya dengan 9 langkah pengambilan keputusan, diantaranya:

1. Mengenali nilai- nilai yang saling bertentangan; 

2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut; 

3. Mengumpulkan fakta; 

4. Pengujian benar atau salah; 

5. Pengujian benar- benar; 

6. Melakukan prinsip resolusi; 

7. Investigasi opsi trilema; 

8. Buat keputusan;  

9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Nah, dengan melakukan pengambilan keputusan yang tepat maka yang terjadi akan:

1. Murid akan merdeka 

2. Terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Namun ada kesulitan yang dialami dalam pengambilan keputusan.

1. Pengaruh nilai dan budaya masyarakat sekitar

2. Perbedaan persepsi warga sekolah

3. Dihadapkan dengan kasus-kasus dilema etika.

Pengambilan keputusna yang tepat akan mempengaruhi cara pengajaran seorang guru untuk mewujudkan Pendidikan yang memerdekakan murid.

Seorang pemimpin pembelajaran dalam pengmabilan keputusan dapat mempengaruhi kehidupan dan masa depan murid-muridnya, karena pengambilan keputusan harus tepat. Dengan keputusan yang tepat maka seorang guru akan mengarahkan potensi dan bakat yang dimiliki muridnya dan sesuai dengan kompetensinya.

Kesimpulan.

Nilai dan peran guru sangatlah berpengaruh dalam pengambilan keputusan terhadap muridnya. Dalam pengambilan keputusan yang tepat guru menentukan paradigma, prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan. Guru dapat menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif model BAGJA pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional, metode Coaching model TIRTA untuk dapat menciptakan budaya positif di sekolah, lingkungan yang kondusif, serta murid yang medeka dan Bahagia.


Sunday, February 12, 2023

KEBERAGAMAN DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGA IKA

Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika 

L Makna Bhinneka Tunggal Ika

Tentu Anda tidak asing dengan semboyan Bhinneka Tunggal ka. Anda pasti pernah mendengar atau melihat tulisan semboyan tersebut. Ketika pertama kali masuk sekolah, Anda pasti dikenalkan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika karena semboyan ini tertulis pada lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda Pancasila. Namun, apakah Anda mengetahui sejarah dan makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika? Mari kita pelajari sekilas mengenai sejarah semboyan Bhinneka Tunggal Ika agar kita lebih menghayati makna yang terkandung di dalamnya.

Sejarah tentang semboyan Bhinneka Tunggal Ika tidak akan terlepas dari lambang negara kita, yaitu Garuda Pancasila. Dalam peraturan pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 1951 Pasal 1, dijelaskan mengenai tiga bagian yang terdapat dalam lambang negara, yaitu sebagai berikut.

  • Burung Garuda, yang menengok dengan kepala menoleh lurus ke sebelah kanan. 
  • Perisai, berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda.
  • Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. 

Ketiga bagian dari lambang negara tersebut dijelaskan secara terperinci dalam PP No. 66 Tahun 1951 dan telah ditegaskan pula dalam UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

  • Pasal 46 UU No. 24 Tahun 2009 menyebutkan Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bineka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. 
  • Pasal 47 UU No. 24 Tahun 2009 menyebutkan Garuda dengan perisai memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan. Garuda sebagaimana dimaksud memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.
Penjelasan pasal 46 dalam UU No. 24 Tahun 2009 menyatakan:

  • "Yang dimaksud dengan "Garuda Pancasila" adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno, yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali
  • Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.
  • Maksud dari "perisai" adalah tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
  • Adapun yang dimaksud dengan semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata, bhinna dan ika yang berarti berbeda-beda, tetapi tetap satu, sedangkan kata tunggal ika berarti bahwa puspa ragam bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun penjelasan Pasal 47 menyatakan:

  • Yang dimaksud dengan "sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8. pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45" adalah lambang tanggal 17 Agustus 1945 "Yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti "berbeda-beda namun tetap satu Pernahkah Anda berpikir, "apakah yang berbeda dari kita?"

Nah, sebagai negara kepulauan, bangsa Indonesia memiliki beragam ras dan suku dengan latar belakang budaya berbeda yang terpisah antara satu pulau dan pulau lainnya. Selain itu, kita memiliki beragam bahasa, agama dan kepercayaan, adat, golongan, warna kulit, serta masih banyak lagi. Hal itulah yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa-bangsa lain. Perbedaan itu jika tidak disikapi secara bijaksana akan berpotensi menimbulkan konflik. Dari perbedaan-perbedaan inilah kemudian diangkat semboyan "Bhinneka Tunggal Ika yaitu terpisah, tetapi tunggal.

Konteks awal semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buah kakawin dalam Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Mpu Tantular juga mengatakan bahwa tiada kebenaran yang mendua atau Tan hana dharma mangrwa". Konteks ini kemudian dialihtafsirkan ke dalam konteks politik, yaitu meskipun bangsa Indonesia memiliki beragam budaya atau suku bangsa, semuanya bersatu di bawah satu bangsa yang disebut bangsa Indonesia.

Dari uraian di atas, dapat kita ambil simpulan bahwa Bhinneka Tunggal Ika mengajarkan tentang pentingnya: 

  • mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
  • menghargai dan menghormati setiap perbedaan yang ada.

Monday, February 6, 2023

GURU DAN DILEMA ETIS

GURU DAN DILEMA ETIS

Guru adalah designer dan pengelola pembelajaran sekaligus sebagai pemimpin pendidikan (educational leader) di sekolah (Schlechty, 2009). Dalam kapasitas tersebut, guru tidak hanya dituntut profesional dalam menggunakan pendekatan, strategi, model, metode dan tehnik pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif menyenangkan dan tercapainya kompetensi yang ditentukan. Guru juga dituntut terampil dalam mencari solusi dan mengambil keputusan dalam menghadapi kasus-kasus non-teknis pembelajaran yang bersifat dilema etis, misalnya kasus bullying, pelecehan seksual, siswi hamil, pernikahan dini, dan kasus-kasus serupa yang termasuk dalam kategori pelanggaran etika.

Apa yang dimaksud dengan dilema etis ? Menurut Duignan (2006) dilema etis adalah sebuah situasi sulit dan menantang yang memerlukan satu pilihan keputusan diantara beberapa kemungkinan yang sama-sama tidak dikehendaki.

Situasi dilema etis di sekolah bersumber dari empat hal pokok yaitu peserta didik, personel sekolah, keuangan dan sumber daya, serta hubungan dengan pihak eksternal sekolah (Cranston, 2006). Selain itu, situasi dilema etis di sekolah juga bisa disebabkan oleh adanya kompleksitas, ketidakpastian, dan keragaman. Keragaman (diversity) meliputi kategori kultural, ras, agama, kelas sosial, gender, kecacatan (disability), orientasi seksual, dan perbedaan – perbedaan individual dalam gaya belajar, perkecualian (exceptionality), serta usia (Shapiro dan Stefkovich, 2011).

Satu contoh kasus dilema etis di sekolah adalah kasus siswi hamil. Kasus ini sering terjadi di beberapa sekolah Indonesia dan sering menjadi polemik berkepanjangan. Seorang siswi yang satu minggu lagi akan mengikuti ujian sekolah (US) dan ujian nasional (UN) ternyata hamil. Sekolah sering salah tingkah dalam neghadapi kasus semacam ini. Jika siswi tersebut dipertahankan maka akan menjadi preseden buruk bagi siswi lainnya. Siswa lainnya akan memiliki alasan untuk bersikap permisif (tidak apa-apa) terhadap kasus serupa jika terjadi lagi di kemudian hari. Namun jika tidak diperbolehkan ikut US dan UN maka bisa menghambat proses masa depan sang siswi.

Contoh kasus dilema etis yang paparkan di atas merupakan gambaran situasi atau kejadian yang menimpa siswa atau komunitas sekolah yang menimbulkan situasi sulit dan menantang yang membutuhkan satu pilihan keputusan dari berbagai alternatif atau kemungkinan solusi yang semuanya tidak dikehendaki.

Sebagai decision maker, guru harus mampu mengambil keputusan yang tepat dengan mengakomodir semua pihak dan semua kepentingan dengan paradigma dan tahapan-tahapan sistematis yang bisa dipertanggung jawabkan.

Dalam menghadapi kasus dilema etis, guru tidak hanya memilih alternatif dan merespon masalah yang muncul tetapi juga harus menyertakan analisis etika (ethical analysis) dalam proses pengambilan keputusan, yaitu dengan mempertimbangkan aspek nilai-nilai, pilihan, dilema, karakter dan wilayah abu-abu (Duignan, 2006). Inilah yang oleh Duignan (2006) disebut sebagai pengambilan keputusan etis (ethical decision making).

Pengambilan keputusan etis adalah proses mengidentifikasi sebuah masalah, mencari alternatif, dan memilih alternatif-alternatif tersebut sehingga alternatif yang diambil akan memaksimalkan nilai-nilai etis terpenting sekaligus mencapai tujuan yang diharapkan (Guy,1990:39).

Untuk menjaga konsistensi dan koherensi dalam pengambilan keputusan, guru harus memahami metode dan langkah-langkah pengambilan keputusan ketika berhadapan dengan masalah dilema etis. Duignan (2006) merekomendasikan sepuluh langkah dalam membuat keputusan etis, yaitu :

  • Menentukan sifat situasi. Guru perlu memahami dan menentukan karakter situasi dilema etis yang dihadapi, apakah situasi dilema tersebut antara benar-dan-benar (right-and-rigth), salah-dan-salah (wrong-and-wrong), atau antara benar dan salah (right-and-wrong).
  • Memperjelas fakta-fakta. Pengambilan keputusan yang baik sangat tergantung pada pengumpulan data dan pemahaman fakta-fakta yang komprehensif. Guru harus melakukan penyelidikan secara cermat tentang masalah sebenarnya.
  • Mengidentifikasi pihak-pihak yang terlibat. Guru perlu memahami dan melibatkan pihak-pihak yang terkait, alasan mereka terlibat, dan motivasi mereka.
  • Memikirkan beberapa opsi tindakan. Guru perlu mempertimbangkan berbagai cara, alternatif tindakan serta konsekuensinya masing-masing.
  • Mengevaluasi opsi-opsi dengan menggunakan pendekatan etika yang berbeda. Guru bisa mengevaluasi beberapa alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan empat paradigma etika yang dikemukakan Shapiro dan Stefkovich (2011), yaitu etika keadilan (ethics of juctice), etika kritik (ethics of critique), etika kepedulian (ethics of care), dan etika profesi (ethics of profession).

    1. Etika keadilan (ethics of juctice) adalah sebuah paradigma etika yang memandu pengambilan keputusan berdasarkan aturan hukum dan konsep-konsep keadilan, kesamaan, dan ekuitas. Semua orang diperlakukan sama sesuai standar keadilan yang disepakati bersama. Dari perspektif paradigma keadilan, proses pengambilan keputusan yang dilakukan guru ketika dihadapkan pada kasus dilema etis di sekolah harus dipandu oleh aturan, tata tertib, hukum, kebijakan dan prosedur yang berlaku di sekolah dan diterapkan secara obyektif, rasional, logis, sistematis, transparan, tanpa pandang bulu dan berlaku sama untuk semua warga sekolah.
    2. Etika kritik (ethics of critique) memandang bahwa hukum, aturan, tata tertib dan bentuk regulasi lainnya bisa menjadi penghambat terciptanya keadilan karena sifatnya yang kaku dan menafikan situasi unik individu. Dari perspektif ini, guru dituntut kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan yang terjadi di sekolah agar para siswa tetap diperlakukan secara adil sesuai dengan situasi unik yang dihadapi.
    3. Etika kepedulian (ethics of care) mengedepankan rasa belas kasih, empati, menghargai martabat siswa, apresiasi, keteduhan, komunikasi, menjaga rahasia siswa, kekeluargaan, melindungi, mendengarkan, memahami secara mendalam situasi individual yang dihadapi siswa, dan lebih mementingkan dampak jangka panjang yang mungkin dialami siswa.
    4. Etika profesi (ethics of profession) memposisikan siswa sebagai pusat dari proses pengambilan keputusan dan fokus pada keputusan yang terbaik untuk siswa, “the best interest of the students”. Salah satu dokumen yang bisa dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan yang komprehensif adalah standar etika atau kode etik guru yang disusun oleh organisasi profesi guru. Guru di Indonesia yang menerapkan paradigma etika profesi bisa mengacu kepada Kode Etik Guru Indonesia (KEGI).
    5. Memilih opsi yang terbaik. Opsi atau pilihan yang terbaik diperoleh dari proses berfikir yang cermat dan prinsip-prinsip etika yang kokoh.
    6. Menjelaskan pilihan yang diambil. Guru harus siap menjelaskan pilihan keputusan yang diambil, mengapa pilihan tersebut menjadi pilihan yang lebih baik dibanding dengan pilihan-pilihan lainnya. Sebuah pilihan keputusan harus bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.
    7. Menentukan cara mengimplementasikan opsi tersebut. Guru harus menyusun rencana implementasi secara rinci. Banyak keputusan yang mengalami kegagalan dalam proses implementasi dikarenakan perencanaan yang buruk.
    8. Melakukan tindakan dengan cermat. Guru harus terbuka terhadap umpan balik dan perspektif berbeda. Guru juga harus siap memodifikasi keputusan jika ditemukan fakta-fakta baru.
    9. Melakukan refleksi dan pembelajaran. Guru harus melakukan refleksi kritis terhadap seluruh proses pengambilan keputusan dan dampak dari keputusan tersebut.


Selain sepuluh langkah yang dikemukakan Duignan tersebut, dalam pengambilan keputusan, guru perlu meminta pertimbangan atau konsultasi dengan sumber-sumber otoritatif lainnya.


Yang dimaksud dengan konsultasi adalah melakukan musyawarah dengan ahli atau profesional lainnya untuk memperdalam dan memperluas pemahaman guru tentang masalah yang sedang dihadapi sehingga keputusan yang diambil menjadi keputusan yang bijak.


Beberapa sumber konsultatif lain yang bisa dijadikan sebagai sumber pertimbangan guru dalam pengambilan keputusan di sekolah adalah pihak dinas pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, teman sejawat dalam Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) , komite sekolah, orang tua siswa, siswa, dan ahli atau professional lain yang kompeten.

Featured Post

12 Langkah Proses Membuat Kain Batik Tulis!

12 Langkah Proses Membuat Kain Batik Tulis! Oleh : Ucke Rakhmat Gadzali, S.Pd. Kain batik tulis merupakan warisan budaya tradisional Indones...