Monday, November 10, 2025

Perilaku Demokratis Berdasarkan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI ’45) pada Era Keterbukaan Informasi

Kelas XI (Pendidikan Pancasila, Kurikulum Merdeka Revisi 2023) tentang Perilaku Demokratis Berdasarkan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI ’45) pada Era Keterbukaan Informasi — yang diuraikan dalam dua bagian: (1) Makna Demokratis, dan (2) Perilaku Demokratis pada Era Keterbukaan Informasi. Materi ini disusun agar cocok sebagai bahan ajar atau ringkasan untuk peserta didik.



1. Makna Demokratis

a) Pengertian Demokrasi

  • Kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani: demos (“rakyat”) + kratos (“kekuasaan” atau “pemerintahan”) → secara harfiah “pemerintahan oleh rakyat”.
  • Dalam konteks Indonesia, demokrasi bukan saja sistem politik, tetapi juga cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menjamin bahwa setiap warga memiliki hak yang sama dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Dengan demikian, makna demokratis berkaitan dengan sikap dan perilaku warga yang menghargai persamaan, kebebasan yang bertanggung jawab, dan musyawarah dalam pengambilan keputusan.

b) Demokrasi dalam kerangka UUD NRI ’45

  • UUD NRI ’45 sebagai konstitusi negara Indonesia memberi landasan hukum bagi demokrasi di Indonesia, misalnya melalui pasal-pasal yang menjamin hak kebebasan berpendapat, kebebasan memperoleh informasi, dan partisipasi rakyat.
  • Demokrasi berdasarkan UUD ’45 memiliki ciri: kedaulatan rakyat, supremasi hukum, penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), serta perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  • Dalam buku Pendidikan Pancasila kelas XI Kurikulum Merdeka dijelaskan bahwa materi demokrasi berdasarkan UUD ’45 mencakup “Perilaku Demokratis Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 pada Era Keterbukaan Informasi”.

c) Nilai-nilai Dasar Demokrasi

Beberapa nilai penting yang melekat dalam demokrasi Pancasila, antara lain:

  • Persamaan hak dan kewajiban seluruh warga negara.
  • Kebebasan untuk berpendapat dan memperoleh informasi, namun diiringi dengan tanggung jawab.
  • Musyawarah dan mufakat sebagai metode dalam pengambilan keputusan bersama.
  • Toleransi terhadap keberagaman serta penghormatan antarwarga negara

d) Relevansi Makna Demokratis saat ini

  • Di era informasi (digital), demokrasi menuntut tidak hanya prosedur formal seperti pemilihan umum, tetapi juga kebebasan memperoleh dan menyebarkan informasi yang benar, serta literasi kritis untuk menyaring informasi
  • Perilaku demokratis harus ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari: di sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, hingga di ruang digital (sosial media, forum online).

 

2. Perilaku Demokratis pada Era Keterbukaan Informasi

a) Apa yang dimaksud “Era Keterbukaan Informasi”?

  • Era keterbukaan informasi merujuk pada kondisi di mana arus informasi menjadi sangat cepat dan luas (termasuk melalui internet, media sosial, portal berita), sehingga akses masyarakat terhadap informasi meningkat secara signifikan.
  • Namun di sisi lain, hal ini juga membawa tantangan seperti penyebaran informasi palsu (hoaks), manipulasi opini publik, dan tantangan dalam menjaga keutuhan nasional akibat provokasi lewat media informasi.

 

 

b) Landasan UUD NRI ’45 yang mendukung perilaku demokratis di era ini

  • Misalnya, pasal-pasal dalam UUD ’45 yang menyebutkan hak atas kebebasan berpendapat dan memperoleh informasi.
  • Dengan demikian, warga negara memiliki hak untuk mengakses informasi dan menyampaikan pendapatnya — tetapi juga dibutuhkan perilaku yang sesuai dengan nilai demokratis agar tidak merusak kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

c) Contoh Perilaku Demokratis yang relevan di era keterbukaan informasi

Berikut beberapa contoh perilaku yang sesuai:

  1. Menghargai hak orang lain untuk berpendapat
    • Dalam forum diskusi online atau offline, memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk berbicara dan mendengarkan pendapat mereka tanpa memotong secara kasar.
  2. Menjawab/memproses informasi dengan sikap kritis
    • Sebelum membagikan atau menanggapi informasi di media sosial, melakukan cek kebenaran (fact-checking) apakah informasi tersebut benar atau tidak.
    • Tidak menyebarkan hoaks, provokasi, ujaran kebencian, atau konten yang memecah belah.
  3. Menggunakan saluran resmi dan tata cara yang baik dalam menyampaikan pendapat
    • Menyampaikan opini secara santun, dengan argumen yang jelas, dan menghormati aturan serta norma yang berlaku.
  4. Aktif partisipasi dalam kehidupan bermasyarakat yang berbasis informasi
    • Misalnya ikut serta dalam forum publik, survei, atau diskusi yang diadakan secara daring atau luring, menyampaikan aspirasi warga secara konstruktif.
    • Menggunakan media sosial atau platform digital untuk menyebarkan informasi yang positif dan membangun demokrasi, bukan untuk memecah belah.
  5. Tanggung jawab atas kebebasan informasi
    • Kebebasan memperoleh dan menyebarkan informasi harus diiringi dengan tanggung jawab: tidak menyalahgunakan posisi atau media untuk menyebar fitnah, ujaran kebencian, atau disinformasi.
    • Kesadaran bahwa kebebasan tidak absolut; ada batasan yang ditentukan oleh hukum, etika, dan norma sosial.

d) Hubungan Perilaku Demokratis dengan UUD NRI ’45 di Era Informasi

  • Dengan kebebasan memperoleh informasi dan menyampaikan pendapat yang dilindungi konstitusi, warga negara berada pada posisi aktif dan bertanggung jawab dalam kehidupan demokratis.
  • Jika warga negara mampu bertindak demokratis di era keterbukaan informasi, maka prinsip-prinsip demokrasi yang diamanatkan UUD NRI ’45 dapat terwujud secara nyata: misalnya pengambilan keputusan yang partisipatif, transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap HAM.
  • Sebaliknya, jika kebebasan informasi tidak diiringi dengan perilaku demokratis, bisa terjadi penyalahgunaan: misalnya hoaks, polarisasi masyarakat, konflik sosial.

e) Tantangan dan Upaya Pemecahan

Tantangan

  • Maraknya hoaks dan disinformasi yang dapat menggoyahkan kepercayaan publik dan persatuan bangsa.
  • Ketidakmampuan sebagian warga negara dalam menyaring informasi atau kritis terhadap sumber informasi.
  • Ketidaksantunan dalam bermedia sosial: ujaran kebencian, menyinggung suku/agama/orang lain, menyebar penghakiman tanpa bukti.
  • Ketidakseimbangan antara kebebasan berpendapat dan kewajiban bermasyarakat (misalnya terlalu bebas tanpa mempertimbangkan akibat sosial).

Upaya Pemecahan

  • Meningkatkan literasi digital dan literasi media di kalangan siswa, masyarakat agar bisa membedakan fakta dan opini, mengidentifikasi hoaks, dan menggunakan media sosial secara bertanggung jawab.
  • Menumbuhkan budaya musyawarah dan dialog di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat untuk membiasakan perilaku mendengarkan, menghormati, dan mengambil keputusan bersama.
  • Menguatkan nilai-nilai demokrasi dalam pembelajaran, aktivitas sekolah dan komunitas: misalnya debat yang sehat, forum siswa, diskusi publik.
  • Memanfaatkan media digital untuk kegiatan positif: kampanye informasi benar, diskusi terbuka, penyebaran nilai demokratis.
  • Guru, sekolah dan keluarga sebagai agen pembimbing: memberikan contoh konkret perilaku demokratis dan mengajak siswa untuk refleksi terhadap penggunaan informasi.

f) Ringkasan Perilaku Demokratis yang Diharapkan

  • Berani menyampaikan pendapat dan menerima pendapat orang lain dengan sikap terbuka dan santun.
  • Aktif mencari dan menyebarkan informasi yang benar serta konstruktif.
  • Mampu menggunakan media digital secara kritis dan bertanggung jawab.
  • Menghormati keberagaman pendapat, latar belakang, budaya, dan agama.
  • Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan secara bersama (musyawarah) atau menggunakan saluran demokratis.
  • Memprioritaskan kepentingan bersama, bukan semata kepentingan pribadi atau kelompok kecil.
  • Menjaga integritas, keadilan dan akuntabilitas dalam bertindak sebagai warga negara digital.

 

 

  

Perilaku Demokratis Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 pada Era Keterbukaan Informasi

Perilaku Demokratis Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 pada Era Keterbukaan Informasi 


Baca tentang Demokrasi Klik disini


    Kalian pasti sering mendengar kata demokratis, bukan? Gambar di atas merupa kan perwujudan dari sikap demokratis. Bagaimana implementasi sikap tersebut? Mungkin kalian sudah mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, itu artinya kalian telah bersikap demokratis dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menghargai pendapat orang lain, menyampaikan pendapat dengan benar dan santun, serta menghargai hasil keputusan musyawarah meskipun sebenarnya kalian tidak sependapat. 
    Generasi hebat Indonesia, amatilah di keluarga kalian masing-masing, apakah dalam membahas segala permasalahan, entah itu pembagian kerja, peraturan keluarga, menentukan pilihan sekolah, atau lainnya dilakukan melalui musyawarah? Apakah kalian diberi kebebasan berpendapat? Jika jawabannya ya, berarti keluarga kalian telah menerapkan budaya demokratis. Demikian juga apabila di sekolah menerapkan hal yang sama dalam menentukan aturan, berarti sekolah telah mengembangkan sikap demokratis. 
   Dalam lingkup negara, apabila telah melaksanakan pemilihan umum secara jujur dan adil serta memberikan kebebasan berpendapat, berarti nilai-nilai demokrasi telah diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
    Makna Demokratis Mustari (2014: 137) menjelaskan demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap tersebut tidak datang tiba-tiba. Ia merupakan proses panjang melalui pembiasaan, pembelajaran, dan pengamalan. Kehidupan demokratis akan kokoh apabila tumbuh nilai-nilai demokratis di masyarakat dan dipraktikkan sehingga menjadi budaya demokrasi. Keberhasilan demokrasi ditunjukkan oleh sejauh mana demokrasi sebagai prinsip dan acuan hidup dipatuhi oleh warga negara dan negara. 
    
Berdasarkan riset yang dilakukan Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia meraih skor 6,71 pada Indeks Demokrasi 2022. Skor tersebut sama dengan nilai yang diperoleh Indonesia pada Indeks Demokrasi 2021 dan masih tergolong sebagai demokrasi lemah (flawed democracy). Meski nilai indeks tetap, ranking Indonesia di tingkat global menurun dari 52 menjadi 54. 
    Nilai yang stagnan tersebut juga tercermin pada semua indikator, yakni pluralisme dan proses pemilu, efektivitas pemerintah, partisipasi politik, budaya politik yang demokratis, dan ke.bebasan sipil. Tidak ada perubahan nilai sama sekali pada lima indikator tersebut. 
    Dalam 12 tahun terakhir, EIU mencatat bahwa indeks demokrasi Indonesia mengalami tren naik turun. Sempat mengalami kenaikan pada periode 2010 hingga 2015, kemudian nilai Indonesia mengalami penurunan sepanjang 2016 hingga 2020. 
    Penurunan terdalam terjadi pada tahun masing menjadi 4,38 dan 6,18. 2017, ketika nilai indeks Indonesia menurun 0,58 dibanding capaian tahun sebelumnya. Penurunan terlihat pada indikator budaya politik yang demokratis dan kebebasan sipil. Pada tahun 2010, angka budaya politik adalah 5,63 dan angka kebebasan sipil 7,06. Namun pada tahun 2022, nilainya masing 
    Di kawasan Asia Tenggara, kualitas demokrasi Indonesia pada tahun lalu pun kalah dari Malaysia, Timor Leste, dan Filipina. Meski sama-sama memiliki tipe rezim demokrasi lemah, tiga negara itu mencatatkan nilai yang lebih tinggi dibanding Indonesia, masing-masing 7,30; 7,06; dan 6,73. Sumber: data.tempo.co/data/1624/indeks-demokrasi-indonesia-2022-stagnan oleh Faisal javier, jurnalis tempo (diakses pada hari Senin, 20 Februari 2023 21:55 WIB.

Kebebasan berpendapat merupakan bagian penting dari sebuah demokrasi. Kebebasan ini memiliki dasar hukum yang diatur dalam Pasal 28 UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang bebas berpendapat, yang dapat disalurkan melalui berbagai media. Namun perlu kalian ketahui, meskipun UUD NRI Tahun 1945 menjamin kebebasan berpendapat, Pancasila memberikan tuntunan bahwa di dalam menyampaikan pendapat hendaknya dengan kata-kata yang santun, dengan dasar argumen yang jelas dan kuat, tidak memotong pembicaraan orang lain, tidak menyerang pribadi orang lain, dan berpendapatlah dengan cerdas agar tidak menimbulkan perpecahan. Dengan demikian, sehebat apa pun perkembangan teknologi, diharapkan kalian tetap berperilaku demokratis sesuai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Coba perhatikan mural di bawah ini. Pernahkah kalian melihat mural atau meme terpampang bebas di tempat-tempat umum? Gambar 2.8 merupakan salah satu contoh menyampaikan kritik melalui meme dan mural. Meme dan mural merupakan ekspresi para seniman dalam menyampaikan pesan dan kesan terhadap sesuatu, salah satunya terhadap kepuasan kinerja pemerintah. Pesan singkat dan langsung pada intinya dianggap media yang tepat untuk mengkritik kebijakan pemerintah, sikap para elite politik, dan perilaku partai politik. 


 Menyampaikan aspirasi dalam bentuk meme ataupun mural memang tidak dilarang sepanjang isinya merupakan propaganda yang mengedukasi masyarakat dan mengedepankan persatuan. Bagaimana pendapat kalian tentang meme dan mural tersebut? Apakah penyampaian kritik melalui meme dan mural merupakan perilaku demokratis yang sesuai dengan UUD NRI Tahun 1945 dan nilai-nilai Pancasila? Bagaimana menyampaikan saran dan kritik yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945? 

Pentingnya Kehidupan Demokratis Kehidupan yang demokratis dapat meningkatkan terciptanya kehidupan yang aman dan nyaman. Mengapa demikian? Sebab, setiap permasalahan yang muncul akan diselesaikan dengan cara musyawarah. Dengan demikian, risiko perpecahan dapat diminimalisir. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), pada hakikatnya karakteristik negara demokratis meliputi

  • (a) persamaan kedudukan di depan hukum,
  • (b) partisipasi dalam pembuatan keputusan,
  • (c) distribusi pendapatan secara adil, dan
  • (d) kebebasan yang bertanggung jawab.
2. Perilaku Demokratis pada Era Keterbukaan Informasi 

    Menurut Mustari (2011:167) demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Seseorang dikatakan berperilaku demokratis apabila dirinya menghargai keberadaan dan bersikap santun terhadap orang lain. 
    Berperilaku demokratis pada era keterbukaan informasi berarti bahwa di tengah gencarnya arus informasi, seseorang tetap memiliki perilaku yang santun dan tetap menghargai orang lain sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan amanat UUD NRI Tahun 1945. 
    Pada era keterbukaan informasi, tantangan akan semakin berat bagi kalian dalam mewujudkan kehidupan demokratis sesuai UUD NRI Tahun 1945. Hal ini diperparah dengan rendahnya budaya literasi. Untuk itu, kalian dapat mengupayakan secara terus-menerus praktik-praktik berdemokrasi di kelas, dengan harapan kalian akan menjadi generasi cerdas berteknologi, cerdas berliterasi, dan santun berdemokrasi. 
    Sikap demokrastis ini tidak mungkin dapat terwujud apabila tidak didukung oleh semua masyarakat Indonesia. Apalagi dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, informasi apa pun bertebaran secara bebas. Jika tidak selektif dalam menerima informasi dan tidak berupaya mencari kebenaran dari sumber tepercaya, dapat merugikan orang lain bahkan dapat memecah belah persatuan dan kesatuan. Untuk itu, sebelum mempublikasikan informasi apa pun sebaiknya saring dulu, cari kebenaran informasi tersebut. 
    Lalu, bagaimana cara agar kita dapat berperilaku demokratis pada era keterbukaan informasi saat ini? Untuk melaksanakan perilaku demokratis dalam kehidupan, kalian dapat memulai dengan cara mempraktikkan prinsip-prinsip di bawah ini. 
Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa 
Demokrasi dengan kecerdasan 
Demokrasi yang berkedaulatan rakyat 
Demokrasi dengan rule of law 
Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara 
Demokrasi dengan hak asasi manusia
Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka 
Demokrasi dengan otonomi daerah 
Demokrasi dengan kemakmuran 
Demokrasi yang berkeadilan sosial (Ahmad Sanusi, 2006) 

    Perlu kalian ketahui, sebagai generasi muda Indonesia, kalianlah pionir-pionir yang harus menegakkan nilai-nilai demokratis. Kita harus cerdas berliterasi dan cerdas berteknologi sehingga tidak terjebak dengan berita-berita hoaks yang mungkin sengaja dibuat dan disebarkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Melalui kecerdasan literasi dan teknologi, kalian dapat menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dengan cepat, tetapi tetap memiliki jati diri Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. Manfaatkan kemampuan teknologi kalian untuk kegiatan-kegiatan yang positif. Bahkan, bagi kalian yang duduk di bangku SMK dapat mengukir prestasi melalui ajang Lomba Kompetensi Siswa (LKS) atau lomba-lomba sejenis bagi kalian yang duduk di bangku SMA. 
    Manfaatkan penguasaan teknologi untuk menciptakan gim edukasi, membuat poster, komik, dan lainnya sehingga kehidupan demokratis dapat kalian ciptakan melalui permainan atau aplikasi yang kalian kuasai. Selanjutnya, coba kalian tuliskan contoh-contoh perilaku demokratis pada era keterbukaan sebagai upaya menegakkan nilai-nilai demokratis baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. 

    
Menurut Johnson (2009: 183) berpikir kritis merupakan proses terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental, seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis pendapat atau asumsi, dan melakukan ilmiah. 
     Adapun tujuan berpikir kritis menurut Sapriya (2011: 87) adalah untuk menguji suatu pendapat atau ide, termasuk di dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat yang diajukan yang didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. 
    Perlu kalian ketahui bahwa pelajar Indonesia yang bernalar kritis harus mampu memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif secara objektif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkan. Selanjutnya didukung kemampuan literasi, numerasi, dan memanfaatkan teknologi informasi dapat menyampaikan secara jelas dan sistematis sehingga dapat mengidentiikasi dan memecahkan permasalahan.

Monday, October 27, 2025

Menerapkan Perilaku Taat Hukum



1. Hubungan Hukum dan Norma 

 Norma merupakan ketentuan yang mengikat warga masyarakat yang dijadikan panduan atau pedoman bersikap dan berperilaku. Sebagai kaidah atau pedoman, norma digunakan untuk menilai sikap dan perilaku kita. Tujuannya agar perilaku kita diterima masyarakat sehingga tidak mengganggu keharmonisan dalam hubungan sosial. Dengan mematuhi norma, interaksi antarwarga masyarakat dapat berjalan sesuai harapan, misalnya saling menghormati, kasih sayang, tolong-menolong dalam kebaikan, dan gotong royong. Norma merupakan kesepakatan bersama yang ditaati warga masyarakat. Kesepakatan tersebut melembaga sehingga sering disebut dengan adat atau kebiasaan. Norma sering kali bersifat lokal pada suatu masyarakat di wilayah tertentu, tetapi juga dapat bersifat meluas yang menjangkau seluruh masyarakat dan melewati batas-batas negara.

Selain norma hukum, terdapat juga norma etik atau moral, yaitu kesusilaan dan kesopanan yang tidak tertulis. Misalnya, saling membantu apabila terkena musibah, menjaga ketenangan dari suara-suara yang mengganggu, sopan santun atau etika pergaulan, menghormati antarwarga, dan sebagainya. Coba diskusikan apabila di kelas kalian memiliki teman yang berbeda suku bangsa atau etnis dan bahasa daerah berbeda! Bagaimana sikap dan perilaku yang akan kalian kembangkan? Kalian memiliki kesempatan untuk bersikap hormat terhadap kebinekaan suku atau etnik ketika berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia. Kalian juga dapat mengenalkan bahasa daerah masing-masing, namun dalam pergaulan tetap menjaga kesopanan. Norma agama bersumber pada kitab suci atau ajaran agama yang dianut. Setiap agama itu berbeda. Namun, sebagai umat beragama kita harus mengembangkan sikap saling menghormati atau toleransi beragama. Sikap dan perilaku yang senantiasa menjalankan ajaran agama dan atau kepercayaannya dalam kehidupan sehari-hari sering disebut dengan religius. Pelaksanaan undang-undang juga sering kali menyerahkan pengaturan hubungan antarmanusia kepada kaidah agama. Misalnya, untuk sahnya suatu perkawinan, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa ”Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Di lingkungan sekolah, tata tertib sekolah merupakan contoh norma hukum tertulis yang ditaati oleh setiap warga sekolah. Bagi peserta didik, norma hukum tertulis tersebut sering disebut dengan tata tertib siswa. Tata tertib siswa antara lain mengatur ketentuan berpakaian, waktu belajar di sekolah, aturan masuk dan pulang sekolah, sopan santun dalam pergaulan, dan sebagainya. Kita hidup di lingkungan masyarakat dan negara. Sebagai warga masyarakat, kalian tentu mematuhi norma sosial yang menjadi aturan dalam bersikap dan berperilaku yang juga dikenal sebagai adat, tradisi, ataupun kearifan lokal. Se mentara itu, sebagai warga negara, kalian harus mematuhi hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, adil, dan sejahtera. 

 2. Substansi Penegakan Norma Hukum 

 Setelah mempelajari pentingnya norma hukum, selanjutnya kalian akan mem pelajari substansi yang ingin dicapai dalam penegakan hukum. Ada tiga prinsip dalam hukum yang harus ditegakkan, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian.

Prinsip keadilan adalah hukum berlaku bagi semua tanpa diskriminasi, bagi yang melanggar akan mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya. Prinsip kemanfaatan artinya hukum memberikan manfaat bagi masyarakat. Hukum menjadi alat untuk mencapai keadilan yang bermanfaat sehingga berdampak positif bagi masyarakat. Kepastian hukum artinya perangkat hukum harus mampu menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban warga negara. Hukum harus memberikan kepastian sehingga suatu perintah dan larangan menjadi jelas, tegas, tidak multitafsir, dan tidak kontradiktif sehingga dapat diimplementasikan.

 3. Pembagian Hukum Mengenal pembagian norma hukum sangatlah penting sebagai bekal pengeta huan dalam berperilaku taat hukum. Para ahli hukum membuat klasifikasi atau pembagian hukum berdasarkan beberapa hal berikut. a. Masalah yang Diatur atau Isi Berdasarkan masalah yang diatur atau isinya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum publik dan hukum privat. 

 1) Hukum privat mengatur kepentingan antarindividu yang bersifat pribadi, termasuk hubungan dengan negara selaku pribadi. Contohnya, hukum perdata dan perniagaan. 

2) Hukum publik mengatur hubungan antara negara dengan individu atau warga negaranya yang menyangkut kepentingan umum atau publik dalam masyarakat. Contohnya, hukum tata usaha negara, pidana, hukum tata negara, dan sebagainya.

b. Bentuk 

 Berdasarkan bentuknya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum tertulis dan tidak tertulis. 

 1) Hukum tertulis artinya aturan hukum dicantumkan dalam sebuah naskah tertulis. Contoh hukum tertulis ialah UUD NRI Tahun 1945, undang-undang, perpu, peraturan pemerintah, peraturan presiden, perda, dan sebagainya. 

 2) Hukum tidak tertulis artinya tidak dicantumkan dalam suatu naskah atau dokumen. Contohnya, konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan, yurisprudensi, hukum adat, dan sebagainya.

c. Sumber 

 Berdasarkan sumbernya, hukum dibagi menjadi undang-undang, kebiasaan, traktat, yurisprudensi, dan doktrin. 

d. Sifat 

 Berdasarkan sifatnya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang bersifat memaksa dan mengatur. 

 1) Hukum bersifat memaksa artinya dalam keadaan bagaimanapun hukum harus ditegakkan. Misalnya, hukuman bagi perkara tindak pidana, maka sanksinya wajib untuk dilaksanakan. 

 2) Hukum bersifat mengatur artinya hukum dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan sudah membuat peraturan tersendiri dalam suatu perjanjian. Misalnya, hukum mengenai warisan yang dapat diselesaikan melalui kesepakatan antara pihak-pihak yang terkait.

e. Cara Mempertahankan 

 Berdasarkan cara mempertahankannya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum materiel dan hukum acara. 

 1) Hukum materiel adalah hukum yang mengatur hubungan antaranggota masyarakat yang berlaku secara umum mengenai hal-hal yang dilarang dan hal-hal yang diperbolehkan untuk dilakukan. Misalnya, hukum perdata, hukum pidana, hukum dagang, dan sebagainya.

2) Hukum acara atau hukum formal adalah hukum yang mengatur cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiel. Contohnya, hukum acara perdata, hukum acara pidana (KUHAP), dan sebagainya. 

f. Waktu Berlaku 

 Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum positif dan hukum yang akan datang. 

 1) Hukum positif (ius constitutum) adalah hukum yang berlaku sekarang dan hanya untuk masyarakat tertentu di dalam wilayah tertentu. Contohnya UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Undang-Undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dan sebagainya. 

 2) Ius constituendum adalah hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang. 

g. Tempat Berlaku 

 Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dibagi menjadi tiga, yaitu hukum nasional, hukum negara lain, dan hukum internasional. 

 1) Hukum nasional berlaku di suatu wilayah negara terten tu. Contohnya di Indonesia yaitu UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.

 2) Hukum negara lain merupa kan hukum yang berlaku di wilayah hukum negara lain, misalnya hukum negara Singapura, hukum Austra lia, hukum Malaysia, dan sebagainya. 

 3) Hukum internasional adalah hukum yang mengatur per gaulan antarbangsa di dunia. Contohnya perjanjian bilate ral, Konvensi PBB, traktat, dan sebagainya

4. Perilaku Taat Hukum 

 Dengan berperilaku taat hukum dalam kehidupan sehari-hari, berarti kalian menjadi Pelajar Pancasila yang disiplin. Disiplin diperlukan di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan bangsa atau negara. 

 Ketaatan atau kepatuhan pada hukum oleh seseorang menunjukkan tingkatan kesadaran hukum. Ciri-ciri perilaku taat hukum antara lain: 

memahami pentingnya pelaksanaan dan penegakan hukum; 

tidak menimbulkan kerugian pada diri dan orang lain; 

 menjaga perasaan orang lain dengan mengukur tindakan yang akan dilakukan untuk orang lain pada dirinya sendiri; 

 aktif menerapkan perintah hukum dan meninggalkan larangan hukum dalam kehidupan sehari-hari. 

 Ketaatan hukum dibedakan menjadi tiga jenis (H.C. Kelman dan L. Pospisil dalam Achmad Ali, 2009: 352), yaitu sebagai berikut. 

 a. Ketaatan karena terpaksa, yaitu seseorang menaati hukum karena takut terkena hukuman atau sanksi. Oleh karena itu, dibutuhkan pengawasan secara rutin. 

b. Ketaatan yang bersifat identifikasi atau mengikuti, yaitu seseorang menaati hukum karena khawatir hubungan baiknya dengan orang atau pihak lain menjadi terganggu. 

c.  Ketaatan secara kesadaran diri, yaitu seseorang benar-benar menaati hukum karena merasa bahwa hukum itu sesuai dengan nilai-nilai yang dianut. 

 Setelah kalian mengetahui ciri-ciri perilaku taat hukum dan jenis ketaatan hukum, selanjutnya bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari? 

 Berikut ini merupakan contoh perilaku taat hukum. 

 a. Di Lingkungan Keluarga

1) Menghormati anggota keluarga dengan cara sadar akan hak dan kewa jibannya, saling membantu dan bekerja sama dalam kebaikan, serta menjaga nama baik anggota keluarga 

 2) Mematuhi aturan yang ada di dalam keluarga, misalnya anak meminta izin ketika bepergian, bermain dengan tidak melupakan waktu, menyelesaikan masalah secara kekeluargaan 

 3) Ikut menjaga barang-barang yang ada di rumah

. b. Di Lingkungan Sekolah 

 1) Tidak terlambat masuk sekolah 

 2) Menghindari tindakan menyontek ketika ujian atau penilaian 

 3) Berseragam sesuai dengan tata tertib sekolah 

c.  Di Lingkungan Masyarakat 

 1) Tidak ikut menyebarkan berita hoaks atau bohong 

 2) Menjaga hubungan baik dengan tetangga, misalnya sopan santun dalam pergaulan 

 3) Berpartisipasi dalam gerakan antinarkoba 

d.  Di Lingkungan Bangsa dan Negara 

 1) Membuat administrasi kependudukan, misalnya memiliki kartu keluarga dan KTP 

 2) Sebagai wajib pajak maka membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku 

 3) Menyukseskan pemilu atau pemilukada dengan menggunakan suara dalam pemilu apabila telah memiliki hak pilih, partisipasi dalam kam panye pemilu bersih dan jujur, dan sebagainya.

 

Sunday, October 26, 2025

Perubahan UUD NRI Tahun 1945




UUD NRI Tahun 1945 Disini


Perubahan UUD NRI Tahun 1945 

Mengapa UUD NRI Tahun 1945 diamandemen? Bagaimana prosedurnya? Seperti apa hasil amandemen tersebut? Generasi hebat Indonesia, silakan simak penjelasan berikut. Amandemen adalah kegiatan yang dilakukan oleh MPR untuk mengubah UUD NRI Tahun 1945, sesuai kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan 37 UUD NRI Tahun 1945. Perubahan itu dilakukan agar undang-undang dasar semakin baik, lengkap, dan sesuai dengan prinsip-prinsip negara demokrasi. Dengan demikian, konstitusi kita akan dapat meng ikuti tuntutan perkembangan zaman dan kehidupan kenegaraan yang demokratis.  

1. Latar Belakang Perubahan UUD NRI Tahun 1945 

Mengapa UUD NRI Tahun 1945 perlu diubah? Dasar pemikiran yang melatarbelakangi dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain:

  1. UUD NRI Tahun 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melakukan kedaulatan rakyat, yang mengakibatkan tidak adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) pada institusi-institusi kenegaraan. 
  2. UUD NRI Tahun 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). 
  3. UUD NRI Tahun 1945 mengandung pasal-pasal yang multitafsir atau arti ganda. 
  4. UUD NRI Tahun 1945 memberikan kewenangan sangat besar kepada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-Undang. 
  5. Rumusan UUD NRI Tahun 1945 tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan HAM, dan otonomi daerah belum cukup didukung dengan ketentuan konstitusi (MPR RI, 2012: 9-11). 

    Perubahan UUD NRI Tahun 1945, selain merupakan perwujudan tuntutan reformasi, juga sejalan dengan pidato Sukarno sebagai ketua penyusun UUD NRI Tahun 1945 dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Pada waktu itu ia mengatakan, “bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap” (MPR RI, 2012: 7-8). 

    Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden setelah terjadi unjuk rasa besar-besaran. Unjuk rasa ini digerakkan oleh mahasiswa, pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya di Jakarta dan di daerah-daerah. Lengsernya Presiden Soeharto di tengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal dimulainya era reformasi. 

    Era reformasi memberikan harapan besar terjadinya perubahan menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, akuntabel, terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan benar, dan adanya kebebasan berpendapat. Semua itu diharapkan makin mendekatkan bangsa pada pencapaian tujuan nasional sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Untuk itu, gerakan reformasi diharapkan mampu mendorong perubahan mental bangsa Indonesia baik pemimpin maupun rakyat sehingga mampu menjadi bangsa yang menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, persamaan, serta persaudaraan (MPR RI, 2017: 5). Adakah dampak amandemen UUD NRI Tahun 1945 terhadap kita sebagai warga negara Indonesia? Perlu kalian ketahui, dampak dari amandemen UUD NRI Tahun 1945 terhadap kehidupan kita sebagai bangsa adalah sebagai berikut: 

  1. Perubahan dari negara yang bersifat subjektif (kedaulatan dilakukan oleh MPR) berubah menjadi objektif (kedaulatan dilakukan menurut UUD). Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (2) hasil amandemen.
  2. Rule of law menjadi panglima tertinggi dapat dilihat pada Pasal 1 ayat (3). Kita semua sebagai warga negara Indonesia tunduk pada hukum dasar, yaitu UUD NRI Tahun 1945. 
  3. Tugas dan fungsi lembaga negara dipertegas, tidak ada lagi lembaga tinggi negara. 
  4. Perubahan UUD NRI Tahun 1945 menjadikan rakyat yang berdaulat bukan pemerintah atau negara. 
  5. Adanya check and balance sebagai kontrol lembaga. 
  6. Rakyat dapat memilih secara langsung wakil rakyat, presiden, dan wakil presiden.

2. Proses Perubahan UUD NRI Tahun 1945 

Setelah reformasi, UUD NRI Tahun 1945 telah mengalami empat kali perubahan dalam kurun waktu 1999-2002. Saat ini, wacana perubahan yang kelima ramai diperbincangkan publik. Bagaimana tanggapan kalian dengan adanya wacana tersebut? Perlu kalian ketahui bahwa pelaksanaan amandemen UUD NRI Tahun 1945 bukan persoalan mudah. Lantas, bagaimana sebenarnya prosedur untuk melakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945? Perhatikan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 berikut. 

  • Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
  • Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya. 
  • Untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR.
  • Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota MPR. 
  • Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
    Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui bahwa langkah pertama dalam proses perubahan UUD NRI Tahun 1945 adalah mayoritas anggota MPR berkehendak untuk mengadakan perubahan. Dalam hal ini dapat dilakukan apabila dalam sidang MPR minimal 1/3 anggota mengajukan usul perubahan UUD NRI Tahun 1945. 

 3. Hasil Perubahan UUD NRI Tahun 1945 

    Perubahan UUD NRI Tahun 1945 merupakan peristiwa bersejarah yang diukir anggota MPR periode 1999-2004. Perubahan ini dilakukan pada saat yang tepat, di mana hampir seluruh elemen masyarakat menginginkan perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan itu sangat mendasar dan menghasilkan penyempurnaan atas hukum tertinggi yang sebelumnya dipandang kurang atau ada kelemahan dalam mengantarkan bangsa Indonesia mencapai cita-cita bernegara sesuai amanat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. 

    Perubahan dilakukan secara bertahap dan tetap menghormati hasil kerja founding fathers tahun 1945. Perubahan dilaksanakan secara bertahap karena semua usul pada perubahan yang pertama tidak dapat diselesaikan. Selanjutnya dibahas dan diputuskan dalam bentuk Ketetapan MPR No. IX/MPR/1999 sebagai acuan berikutnya. Mekanisme perubahan dengan cara mendahulukan pasal-pasal yang telah disepakati oleh semua fraksi MPR, dilanjutkan perubahan terhadap pasal-pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan. Keempat tahap perubahan menjadi satu rangkaian dan satu sistem kesatuan.


Amandemen

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah diamandemen sebanyak 4 kali, yaitu:

  1. Amandemen Pertama → Tahun 1999

  2. Amandemen Kedua → Tahun 2000

  3. Amandemen Ketiga → Tahun 2001

  4. Amandemen Keempat → Tahun 2002

Keterangan Singkat Tiap Amandemen:

  1. Amandemen I (1999) — menegaskan kedaulatan rakyat, memperkuat DPR, dan membatasi masa jabatan presiden.

  2. Amandemen II (2000) — menata struktur negara, menambah pasal HAM, dan memperkuat otonomi daerah.

  3. Amandemen III (2001) — mengatur tentang lembaga baru seperti DPD, Mahkamah Konstitusi, serta pemilihan presiden langsung.

  4. Amandemen IV (2002) — menyempurnakan fungsi lembaga negara, mengatur pendidikan, ekonomi, dan keuangan negara.

Amandemen pertama di Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999
Amandemen kedua di Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000
Amademen ketiga di Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2021
Amandemen keempat di Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002.

Jadi, UUD 1945 telah mengalami 4 kali amandemen (1999–2002).

Perlu kalian ketahui bahwa ada beberapa kesepakatan dasar dari MPR tidak akan mengubah beberapa ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945, dapat disampaikan sebagai berikut. 
  • Tidak akan mengubah pembukaan UUD NRI Tahun 1945 karena memuat dasar ilosois dan normatif yang mendasari seluruh pasal UUD NRI Tahun 1945, yang mengandung staatsidee berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, tujuan negara, dan dasar negara. 
  • Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pertimbangan yang paling cocok untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk. 
  • Mempertegas sistem presidensial dengan tujuan memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis. 
  • Penjelasan ditiadakan, hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan dalam pasal-pasal. 
  • Perubahan dilakukan secara “adendum” yaitu tetap mempertahankan naskah asli UUD NRI Tahun 1945, sedangkan naskah perubahan diletakkan melekat pada naskah aslinya (Sekretariat Jenderal MPR RI, 2012:18)


Monday, October 13, 2025

Periodisasi Pemberlakuan Konstitusi di Indonesia

Demokrasi Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945

Submateri: Periodisasi Pemberlakuan Konstitusi di Indonesia




A. Pengantar

Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Namun, sejak Indonesia merdeka tahun 1945, sistem ketatanegaraan dan pelaksanaan konstitusi tidak selalu sama.
Kita pernah beberapa kali mengganti atau memberlakukan kembali konstitusi karena kondisi politik, sosial, dan keamanan yang berubah.


B. Pengertian Konstitusi dan Demokrasi

  • Konstitusi adalah hukum dasar yang menjadi pedoman penyelenggaraan negara.
    Konstitusi menentukan bentuk negara, sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan hak-hak warga negara.

  • Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), artinya pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
    Dalam konteks Indonesia, demokrasi selalu dikaitkan dengan nilai-nilai Pancasila.


C. Periodisasi Pemberlakuan Konstitusi di Indonesia

Sejak merdeka, Indonesia telah mengalami empat kali periode pemberlakuan konstitusi:

No Periode Nama Konstitusi Ciri Utama Bentuk & Sistem Pemerintahan
1 1945–1949 UUD 1945 (Asli) Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Negara Kesatuan, Presidensial
2 1949–1950 Konstitusi RIS Demokrasi Liberal Negara Serikat, Parlementer
3 1950–1959 UUD Sementara 1950 Demokrasi Liberal/Parlementer Negara Kesatuan, Parlementer
4 1959–Sekarang UUD 1945 (Dekrit & Amandemen) Demokrasi Pancasila Negara Kesatuan, Presidensial

1️⃣ Periode Pertama: UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

a. Latar Belakang

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia segera memerlukan dasar negara dan aturan tertinggi.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi pertama Indonesia.

b. Ciri-Ciri

  • Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • Kekuasaan tertinggi di tangan MPR sebagai penjelmaan rakyat.

  • Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi (sistem presidensial).

  • DPR belum terbentuk.

  • Masa ini disebut masa Demokrasi Terpimpin awal, karena kekuasaan banyak terpusat di tangan Presiden.

c. Tantangan

  • Kondisi negara belum stabil (revolusi fisik melawan Belanda).

  • Banyak wilayah yang belum sepenuhnya tunduk pada pemerintah pusat.


2️⃣ Periode Kedua: Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

a. Latar Belakang

  • Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda, Indonesia dipaksa berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil Konferensi Meja Bundar (KMB).

  • Maka diberlakukan Konstitusi RIS sebagai dasar negara baru.

b. Ciri-Ciri

  • Bentuk negara: Serikat (terdiri dari beberapa negara bagian).

  • Sistem pemerintahan: Parlementer (Presiden hanya kepala negara, sedangkan perdana menteri menjalankan pemerintahan (Sistem Parlementer: Kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri yang dipilih dan dapat dijatuhkan oleh parlemen. Kepala negara (raja/presiden) hanya simbolik.Sistem Presidensial: Kepala pemerintahan adalah Presiden yang juga sekaligus kepala negara, dipilih langsung oleh rakyat dan tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen).

  • Kekuasaan pemerintah pusat terbatas, banyak dipegang oleh negara bagian.

c. Tantangan

  • Muncul banyak konflik antara pemerintah pusat dan negara bagian.

  • Rakyat tidak puas karena bentuk negara Serikat dianggap tidak sesuai dengan semangat Proklamasi.

d. Akhir Periode

  • Akhirnya, rakyat dan tokoh bangsa menginginkan kembali ke Negara Kesatuan.

  • Pada 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


3️⃣ Periode Ketiga: UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

a. Latar Belakang

  • Setelah bubarnya RIS, diberlakukan UUD Sementara 1950 (UUDS 1950).

  • Disebut sementara karena direncanakan akan diganti setelah terbentuk Konstituante untuk menyusun UUD baru.

b. Ciri-Ciri

  • Bentuk negara: Kesatuan.

  • Sistem pemerintahan: Parlementer.

  • Presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kekuasaan pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri dan kabinet.

  • Demokrasi yang berlaku adalah Demokrasi Liberal, dengan banyak partai politik.

c. Tantangan

  • Sering terjadi krisis kabinet (pemerintah jatuh-bangun).

  • Perbedaan pendapat di Konstituante membuat UUD baru tidak kunjung selesai.

  • Akibatnya, stabilitas politik dan pembangunan terganggu.


4️⃣ Periode Keempat: Kembali ke UUD 1945 (5 Juli 1959 – Sekarang)

a. Latar Belakang

Karena Konstituante gagal menetapkan UUD baru, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang berisi:

  1. Pembubaran Konstituante.

  2. Berlakunya kembali UUD 1945.

  3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.

b. Ciri-Ciri Umum

  • Kembali ke sistem presidensial.

  • Masa Demokrasi Terpimpin di bawah Presiden Soekarno.

  • Setelah tahun 1966, masuk masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto dengan konsep Demokrasi Pancasila.

c. Era Reformasi (1998–Sekarang)

Setelah jatuhnya Orde Baru, dilakukan Amandemen UUD 1945 (tahun 1999–2002) untuk memperkuat demokrasi:

  • MPR tidak lagi lembaga tertinggi, tetapi sejajar dengan lembaga lain.

  • Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.

  • Ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

  • Jaminan HAM lebih kuat.

  • Sistem checks and balances antara lembaga negara.


D. Kesimpulan

  • Konstitusi Indonesia mengalami empat kali periode pemberlakuan, menunjukkan dinamika demokrasi yang berkembang sesuai zaman.

  • UUD NRI Tahun 1945 (setelah amandemen) menjadi landasan konstitusional yang paling stabil dan demokratis hingga saat ini.

  • Demokrasi Indonesia adalah Demokrasi Pancasila, yaitu demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial.

Amandemen

UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah diamandemen sebanyak 4 kali, yaitu:

  1. Amandemen Pertama → Tahun 1999

  2. Amandemen Kedua → Tahun 2000

  3. Amandemen Ketiga → Tahun 2001

  4. Amandemen Keempat → Tahun 2002

Keterangan Singkat Tiap Amandemen:

  1. Amandemen I (1999) — menegaskan kedaulatan rakyat, memperkuat DPR, dan membatasi masa jabatan presiden.

  2. Amandemen II (2000) — menata struktur negara, menambah pasal HAM, dan memperkuat otonomi daerah.

  3. Amandemen III (2001) — mengatur tentang lembaga baru seperti DPD, Mahkamah Konstitusi, serta pemilihan presiden langsung.

  4. Amandemen IV (2002) — menyempurnakan fungsi lembaga negara, mengatur pendidikan, ekonomi, dan keuangan negara.

Amandemen pertama di Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999
Amandemen kedua di Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000
Amademen ketiga di Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2021
Amandemen keempat di Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002.

Jadi, UUD 1945 telah mengalami 4 kali amandemen (1999–2002).

Sunday, October 12, 2025

Eksplorasi Bentuk, Struktur, dan Genre Musik

Eksplorasi Bentuk, Struktur, dan Genre Musik


A. Pendahuluan

Musik adalah bahasa universal yang dapat dirasakan oleh semua orang tanpa perlu diterjemahkan. Dalam setiap karya musik, terdapat pola dan susunan yang membentuk keindahannya. Pola itu disebut bentuk dan struktur musik.
Selain itu, setiap jenis musik memiliki ciri khas tertentu yang disebut genre musik. Dengan memahami bentuk, struktur, dan genre musik, kita dapat mendengarkan musik dengan lebih dalam, memahami perbedaan antarjenis musik, bahkan menciptakan karya sendiri.



B. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, peserta didik diharapkan mampu:

  1. Menjelaskan pengertian bentuk dan struktur musik.

  2. Mengidentifikasi bagian-bagian dalam struktur lagu.

  3. Menjelaskan konsep bentuk musik biner (A–B) dan terner (A–B–A).

  4. Mengidentifikasi dan membedakan berbagai genre musik (tradisional, klasik, populer, kontemporer).

  5. Menganalisis ciri khas musikal setiap genre.

  6. Menerapkan pemahaman bentuk dan genre musik dalam kreasi sederhana.



C. Konsep Dasar

1. Pengertian Bentuk dan Struktur Musik

Bentuk musik adalah susunan bagian-bagian dalam sebuah lagu yang membentuk satu kesatuan utuh.

Struktur musik menunjukkan bagaimana bagian-bagian tersebut diulang, diubah, atau dikembangkan.

Setiap lagu memiliki bagian utama, misalnya:

Bagian Lagu Penjelasan
Intro (Pembuka) Bagian awal lagu sebagai pengantar, biasanya instrumental
Verse (Bait/Larik) Bagian yang menceritakan isi lagu; lirik berbeda pada setiap verse
Pre-Chorus Bagian sebelum chorus untuk membangun emosi/ketegangan (opsional)
Chorus (Reff/Inti lagu) Bagian paling mudah diingat, biasanya diulang dengan lirik yang sama
Bridge (Jembatan) Bagian yang memberikan variasi, biasanya hanya sekali
Interlude Musik jeda di tengah lagu, bisa instrumental
Coda/Ending Penutup lagu

Contoh struktur umum lagu pop:

Intro – Verse – Pre-Chorus – Chorus – Verse – Chorus – Bridge – Chorus – Ending

2. Jenis Bentuk Musik

Jenis Bentuk Ciri-ciri Contoh
Biner (A–B) Terdiri dari dua bagian berbeda. Biasanya A diulang, kemudian B sebagai bagian penutup. Lagu anak “Naik-naik ke Puncak Gunung”
Terner (A–B–A) Bagian awal (A) muncul kembali setelah bagian B. “Balonku Ada Lima”
Rondo (A–B–A–C–A) Bagian A diulang beberapa kali diselingi bagian lain (B, C, D, dst). “Fur Elise” – Beethoven
Variasi (Theme and Variations) Satu tema utama yang diulang dengan perubahan tertentu. Lagu klasik “Ah, vous dirai-je, Maman” (tema dari Twinkle Twinkle Little Star)

3. Fungsi Struktur dalam Musik

  • Membuat lagu mudah diingat (ada pola pengulangan).
  • Membangun emosi dan dinamika (kontras antara bagian).
  • Menciptakan keseimbangan dan variasi dalam karya musik.


D. Genre Musik

Genre musik adalah pengelompokan karya musik berdasarkan gaya, bentuk, instrumen, dan budaya asalnya.
Berikut beberapa genre utama yang akan dieksplorasi:


1. Musik Tradisional

Musik tradisional lahir dari budaya lokal dan diwariskan secara turun-temurun.

Ciri-ciri:

Menggunakan alat musik khas daerah (gamelan, angklung, sasando, kolintang, dll).
Lirik dan melodi sering mencerminkan nilai sosial atau upacara adat.
Tangga nada disesuaikan dengan budaya daerah (misalnya, pelog, slendro di Jawa).

Contoh:

Gamelan Jawa – lembut, teratur, harmonis.
Angklung Sunda – ritmis, melodis, komunal.
    • Sasando NTT – petikan berdawai dengan suara khas.


2. Musik Klasik Barat

Musik klasik berkembang di Eropa dari abad ke-17 hingga abad ke-19.

Ciri-ciri:

Menggunakan notasi tertulis dan teori musik yang kompleks.
Banyak menggunakan alat musik orkestra (biola, piano, flute, cello).
Struktur sangat jelas (sonata, simfoni, rondo, dsb).
Menonjolkan keseimbangan, harmoni, dan emosi.

Periode Musik Klasik:

Periode Ciri Umum Komposer
Barok (1600–1750) Ornamen rumit, kontras dinamis Bach, Vivaldi
Klasik (1750–1820) Struktur teratur, keseimbangan Mozart, Haydn
Romantik (1820–1900) Emosional, ekspresif Beethoven, Chopin

3. Musik Populer

Musik populer adalah musik yang berkembang dan digemari masyarakat luas.

Ciri-ciri:

Lirik mudah diingat dan temanya dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Struktur umumnya: Intro – Verse – Chorus – Bridge – Chorus – Outro.
Menggunakan teknologi modern (gitar listrik, drum set, synthesizer).

Jenis-jenis musik populer:

Genre Ciri Utama Contoh Artis
Pop Melodi mudah diingat Tulus, Raisa
Rock Enerjik, gitar distorsi Slank, Queen
Dangdut Ritme tabla/gendang, vokal melengking Rhoma Irama
K-Pop Beat cepat, koreografi BTS, Blackpink
Jazz Improvisasi tinggi Glenn Fredly, Louis Armstrong

4. Musik Kontemporer

Musik kontemporer muncul di abad ke-20 dan 21 sebagai ekspresi bebas dan eksperimental.

Ciri-ciri:

  • Tidak terikat pada aturan tonalitas atau bentuk klasik.
  • Menggabungkan bunyi non-tradisional (suara benda, efek digital).
  • Dapat memadukan berbagai genre dan teknologi.
  • Fokus pada eksperimen dan ekspresi pribadi.

Contoh:

  • Komposisi avant-garde yang menggunakan benda sehari-hari sebagai alat musik.
  • Kolaborasi antara musisi elektronik dan tradisional.
  • Proyek musik digital atau sound art installation.

E. Evolusi Musik dan Pengaruh Budaya

Musik selalu berkembang mengikuti zaman dan teknologi.

  1. Era tradisional → musik digunakan dalam ritual dan upacara.
  2. Era klasik → musik menjadi media ekspresi intelektual dan keindahan.
  3. Era modern dan populer → musik menjadi hiburan dan industri.
  4. Era digital → musik menjadi identitas dan media komunikasi global.

Faktor yang memengaruhi evolusi musik:

  1. Teknologi: alat musik elektronik, software rekaman, internet.
  2. Budaya global: pertukaran gaya dan kolaborasi lintas negara.
  3. Sosial & politik: musik sebagai media protes atau solidaritas.

F. Refleksi dan Aplikasi

“Musik bukan sekadar bunyi, tetapi juga cermin budaya, ekspresi jiwa, dan karya intelektual manusia.”

Peserta didik diharapkan:

  • Mendengarkan berbagai genre musik dengan kesadaran dan penghargaan.
  • Menganalisis lagu favoritnya untuk mengenali struktur dan gaya.
  • Bereksperimen menciptakan musik sederhana dengan bentuk dan genre tertentu.

G. Glosarium

Istilah Arti
Struktur Musik Susunan bagian dalam lagu yang membentuk kesatuan.
Genre Musik Jenis musik berdasarkan gaya, instrumen, dan budaya.
Biner / Terner Bentuk musik dua bagian (A–B) / tiga bagian (A–B–A).
Improvisasi Bermain musik secara spontan dan kreatif.
DAW (Digital Audio Workstation) Software untuk membuat dan mengedit musik digital.



Monday, September 15, 2025

Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai Ideologi Negara

Definisi Ideologi Ideologi berasal dari kata Yunani ideos (ide) dan logos (pengetahuan), berarti seperangkat pengetahuan, nilai, keyakinan, dan pandangan dunia yang menjadi landasan pemikiran dan tindakan seseorang atau kelompok dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Ideologi berfungsi menuntun seseorang atau kelompok dalam memahami dan berperilaku terhadap dunia dan sesamanya.

Unsur Esensial Ideologi menurut Koento Wibisono:

  1. Keyakinan: Adanya gagasan vital yang diyakini kebenarannya sebagai dasar mencapai tujuan.
  2. Mitos: Keyakinan optimistis bahwa ajaran ideologi akan menjamin tercapainya tujuan.
  3. Loyalitas: Keterlibatan optimal para pendukung ideologi.

 

Ciri-ciri Umum Ideologi:

  1. Berpandangan Dunia: Memberikan cara pandang yang konsisten dan menyeluruh tentang manusia, masyarakat, budaya, ekonomi, agama, dan kekuasaan.
  2. Mengandung Nilai dan Tujuan: Nilai-nilai seperti kebangsaan, kemanusiaan, keadilan, kebebasan, kesetaraan, dan keamana.
  3. Berpengaruh pada Kebijakan: Memengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan politik.
  4. Pemberi dan Pembeda Identitas: Sumber identitas dan pembeda bagi individu atau kelompok.
  5. Pendorong Perubahan Sosial: Landasan bagi gerakan sosial atau politik untuk perubahan masyarakat.
  6. Bersifat Adaptif dan Kontekstual: Mampu merespons tantangan tanpa kehilangan esensi.

Pancasila sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia:

  1. Definisi Negara: Negara memiliki wilayah, rakyat, pemerintahan berdaulat, dan kemampuan hubungan dengan negara lain.
  2. Kebutuhan Akan Ideologi: Untuk menjaga keberlangsungan dan mencapai tujuan negara, yaitu masyarakat adil dan makmur.
  3. Nilai Pancasila: Merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang tercermin dalam budaya, ekonomi, sosial, dan spiritualitas masyarakat.
  4. Sejarah Pancasila: Digali dan disampaikan oleh Sukarno pada 1 Juni 1945 sebagai dasar negara merdeka.


Aktualisasi Pancasila Saat Ini:

  1. Visi Indonesia 2045: "Berdaulat, Maju, Adil, dan Makmur", mencerminkan cita-cita Indonesia untuk menjadi negara dengan kualitas manusia unggul, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta semakin adil dan makmur.
  2. Generasi Emas 2045: Generasi yang cerdas, produktif, inovatif, berkarakter kuat, dan berjiwa gotong-royong.
  3. Impian Indonesia 2085: SDM unggul, pusat pendidikan, teknologi, dan peradaban dunia, bebas korupsi, infrastruktur merata, dan negara mandiri paling berpengaruh di Asia.


Pancasila sebagai Meja Statis dan Leitstar Dinamis:

  1. Meja Statis: Sebagai dasar yang mempertemukan dan mempersatukan keragaman bangsa.
  2. Leitstar Dinamis: Menyediakan cita-cita, kemauan, dan kemampuan untuk mencapainya, serta mampu menggerakkan dan mengarahkan bangsa Indonesia dalam merespons tantangan setiap zaman. Pancasila bersifat luwes dan adaptif terhadap perubahan tanpa meninggalkan prinsip dasarnya.

Pancasila sebagai ideologi negara memberikan tuntunan dan arah bagi pembangunan Indonesia ke depan, serta mencerminkan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia

Wednesday, August 20, 2025

Peluang dan Tantangan Penerapan Pancasila

Upaya untuk menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal yang paling menantang dari materi Pancasila, terlebih di era Revolusi Industri 4.0 sekarang, di mana laju perkembangan teknologi begitu cepat. Tentu saja, tantangan dan peluang mengimplementasikan Pancasila pada 30 tahun yang lalu berbeda dengan hari ini, karena perubahan zaman dan alam.Pada era sekarang, berkat perkembangan teknologi informasi, dunia seolah tak berjarak. Kita dapat terhubung dengan siapapun dan dari manapun. Batas wilayah, negara, bahkan dunia dengan mudah kita lipat. Misalnya, kalian yang berada di desa, cukup terhubung dengan internet baik melalui handphone, laptop ataupun komputer maka kalian dapat berkomunikasi dengan teman atau orang lain meskipun lokasi kalian berbeda. Kita yang berada di Indonesia dapat melihat dan membaca peristiwa yang terjadi di negara lain. Ini tentu berbeda dengan era awal kemerdekaan, di mana kemajuan teknologi informasi tidak sepesat saat ini. 

Perkembangan teknologi informasi ini tentu memberikan peluang dan sekaligus tantangan dalam menerapkan Pancasila. Dengan bantuan teknologi informasi, kita dapat mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila ke seantero dunia dengan mudah dan cepat. Tak hanya itu, praktik kehidupan kita yang berlandaskan Pancasila juga dapat menjadi inspirasi bagi bangsa-bagsa di dunia. 

Contohnya, Indonesia dikenal dengan bangsa yang sangat beragam. Ada banyak suku, ras, bahasa, dan agama/kepercayaan di Indonesia. Namun, di tengah keragaman tersebut, bangsa Indonesia tetap dapat hidup rukun dan damai. Tradisi-tradisi yang menunjukkan persaudaraan, kerukunan dan kedamaian yang dipegang teguh oleh bangsa Indonesia dapat menjadi bahan kampanye kepada dunia tentang kerukunan dalam kebinekaan.

Hal tersebut dapat menjadi inspirasi bagi daerah-daerah yang berkonflik. Di Bali, misalnya, ada tradisi Ngejot, memberikan makan kepada tetangga, yang berlangsung dan mengharmoniskan pemeluk Islam dan Hindu. Di Maluku, ada tradisi Pela Gandong, suatu perjanjian persaudaraan satu daerah dengan daerah lainnya, sehingga ketika terikat dengan perjanjian persaudaraan, maka ia harus saling tolong menolong, saling membantu, sekalipun di dalamnya berbeda agama. Di Papua ada tradisi Bakar Batu yang dilakukan untuk mencari solusi saat terjadi konflik. Berbagai tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu dapat disebarluaskan melalui teknologi informasi. Di balik peluang tersebut, tersimpan juga tantangan yang tidak mudah. Karena teknologi informasi, kita dapat terpengaruh hal-hal buruk dari luar yang tidak sesuai dengan Pancasila dan tradisi kita. Karena teknologi informasi pula, hoaks dan ujaran kebencian menyebar sangat masif di media sosial. Tak jarang, informasi yang kita terima bukan saja tidak benar tetapi juga seringkali merugikan. Dengan teknologi informasi pula, ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dapat menyebar dengan cepat dan tentu berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa. Ide-ide yang mengarah kepada radikalisme dan terorisme bertebaran di jagat maya dan dapat mempengaruhi kita. Dengan teknologi informasi, narkoba juga dapat menyebar dengan cepat hingga ke desa dan perkampungan.

a. Ber-Pancasila di Era Media Sosial

Menurut data yang dirilis We Are Social tahun 2019, pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi rakyat Indonesia. Dan setiap tahunnya pengguna internet terus mengalami peningkatan signifikan. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa media sosial menjadi tempat penyebaran hoaks yang sangat masif. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga 5 Mei 2020, mencatat sebanyak 1.401 konten hoaks dan disinformasi terkait Covid-19 beredar di masyarakat. Riset Dailysocial.id melaporkan bahwa informasi hoaks paling banyak ditemukan di platform Facebook (82,25%), WhatsApp (56,55%), dan Instagram (29,48%). Sebagian besar responden (44,19%) yang ditelitinya tidak yakin mememiliki kepiawaian dalam mendeteksi berita hoaks. Selain hoaks, media sosial juga digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, pemikiran intoleransi dan radikalisme. Sejumlah lembaga penelitian telah menunjukkan betapa masifnya penyebaran hoaks, ujaran kebencian, intoleransi dan radikalisme yang dilakukan melalui media sosial. 

Namun di sisi lain, media sosial juga dapat digunakan untuk menyebarkan sejumlah gagasan dan program yang baik. Aktivitas mengumpulkan dana melalui media sosial yang disebut dengan crowdfunding untuk misi kebaikan seperti membantu pengobatan orang yang sakit, memperbaiki rumah, dan sebagainya, banyak dilakukan.

Kita dapat menyimpulkan bahwa media sosial bermata dua. Satu sisi ia dapat menjadi alat untuk menebar kebaikan, tetapi sisi lain ia juga dapat menjadi alat untuk melakukan pengrusakan sosial. Kata kuncinya adalah bagaimana agar media sosial dapat digunakan untuk melakukan kebaikan, membantu sesama, dan menyuarakan keadilan.

b. Pancasila dan Pandemi

Tahun 2020 ditandai dengan munculnya virus Covid-19. Ia tak hanya menjangkiti satu negara, melainkan telah menjadi wabah dunia (pandemi). Penyebaran virus ini begitu masif. Sebagai pandemi, tentu saja penanganan terhadap penyebaran Covid-19 tidak bisa hanya dilakukan oleh satu orang, satu kelompok ataupun satu negara. Penanganannya menuntut komitmen dan kerjasama lintas negara, yang melibatkan seluruh warga negara dunia.

Jika ada satu atau beberapa negara yang “bandel” atau tidak memiliki komitmen untuk menyudahi penyebaran Covid-19 ini, maka ia akan terus menyebar ke negara-negara lain. Penyebabnya, lalu lintas orang terjadi begitu masif, sehingga ia bisa menjadi “media” penyebaran virus baru ini.

Terkait dengan hal tersebut, bagaimana peluang dan tantangan penerapan Pancasila di era pandemi ini? Sebagai warga negara Indonesia yang berlandaskan pada Pancasila, sikap dan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan menghadapi pandemi?

Rangkuman

  1. Era digital seperti sekarang ini memberikan peluang dan tantangan dalam penerapan Pancasila.
  2. Kemajuan teknologi memberi kemudahan kita untuk terkoneksi dengan orang-orang di tempat berbeda menjadi peluang untuk memperkenalkan nilai dan tradisi yang mencerminkan Pancasila kepada lebih banyak orang.
  3. Berbagai bentuk media sosial merupakan hasil dari kemajuan teknologi yang dapat digunakan untuk mengkampanyekan perilaku yang bercermin pada Pancasila.
  4. Kemajuan teknologi, juga menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia untuk bisa mengimplementasikan dan mempertahankan nilai serta tradisi yang bercermin pada Pancasila.
  5. Radikalisme, ujaran kebencian, intoleransi dan penyebaran hoaks menjadi beberapa tantangan penerapan Pancasila yang bersumber pada media sosial. 

Featured Post

Perilaku Demokratis Berdasarkan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI ’45) pada Era Keterbukaan Informasi

Kelas XI (Pendidikan Pancasila, Kurikulum Merdeka Revisi 2023) tentang Perilaku Demokratis Berdasarkan Undang‑Undang Dasar Negara Republik I...