1. Pokok-pokok Materi
a. Pengalaman Mengamati Karya Seni Rupa
Semua orang tentu memiliki pengalaman dalam mengamati karya seni dalam kehidupannya. Berdasarkan pengalaman tersebut, setiap orang mendapatkan pembelajaran dari karya yang diamatinya.
Pada sesi ini anda akan diajak untuk menceritakan pengalaman masing- masing dalam bentuk diskusi tentang pengamatan karya yang pernah dirasa memberikan dampak bagi diri sendiri maupun lingkungannya.
b. Mendeskripsikan dan Menganalisis Karya Seni Rupa
Guru memberikan materi kepada siswa terkait cara mendeskripsikan dan menganalisis karya seni. Untuk itu, siswa diperkenalkan dengan metode kritik seni dalam mendeskripsikan karya yang diapresiasi.
1. Mendeskripsikan karya seni rupa
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mendeskripsikan karya seni adalah:
• Medium yang digunakan (teknik dan bahan)
contoh: Jika siswa melihat sebuah lukisan kanvas yang menggunakan cat minyak, maka teknik yang digunakan adalah melukis dan bahannya adalah cat minyak dan kanvas.
• Unsur karya (obyek yang terlihat, warna-warna yang nampak, bentuk yang terlihat).
Gambar 2.1. Unsur - unsur dalam karya seni
karya koleksi www.ganara.art (2020)
• Menganalisis karya seni rupa
Ada beberapa metode kritik yang dapat digunakan dalam mengapresiasi karya seni seperti yang dikemukakan Chapman (1978), yaitu: metode induktif, metode deduktif, metode empatik, dan metode interaktif.
Selain itu, siswa juga dapat menggunakan jenis kritik seni rupa menurut Feldman (1967: 452-456) yang terdiri dari: Kritik Jurnalistik ( Jurnalistic Criticism), Kritik Pedagogik (Pedagogical Criticsm), Kritik Akademik (Scholary Criticism), Kritik Populer (Popular Criticism).
Kegiatan mengapresiasi seni melalui kritik pedagogik biasanya dapat diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan tinggi pendidikan kesenian. Namun demikian, model ini juga bisa dikembangkan oleh guru dengan tujuan untuk mengembangkan
bakat dan potensi artistik-estetik siswa sehingga mereka mampu mengembangkan apresiasi dan pemahamannya terhadap karya yang dibahas. Hal ini ditegaskan Wachowiak dan Clements (1993: 148) bahwa: ”The purpose of art criticism in the schools is to develop appreciation and understanding….”. Selanjutnya, urutan pelaksanaan pembelajaran kritik untuk apresiasi seni yang disarankan Wachowiak dan Clements (1993: 149) terdiri dari enam tahapan, yaitu:
Penyajian kritik dalam teori kritik seni menurut para ahli dikenal beberapa tahap kegiatan. Feldman (1967: 469), mengungkapkan tahapan kritik terdiri dari: Deskripsi (Description), Analisis Formal (Formal
Analysis), interpretasi (Interpretation), dan evaluasi atau penilaian (Evaluation or Judgement). Sementara itu Barrett (1994: 16) menyoroti hal tersebut dengan istilah fungsi kritik seni sebagai “the description, interpretation, and evaluation of new art”.
Selain itu siswa juga dapat menggunakan metode mengapresiasi suatu karya seni sebagaimana dikemukakan Brent G. Wilson dalam bukunya yang berjudul Evaluation of Learning in Art Education, bahwa apresiasi memiliki 3 konteks utama:
- Apresiasi Empatik: menilai atau menghargai suatu karya seni yang dapat ditangkap sebatas indrawi saja.
- Apresiasi Estetis: menilai atau menghargai suatu karya seni dengan melibatkan pengamatan dan penghayatan yang mendalam.
- Apresiasi Kritik: menilai atau menghargai suatu karya seni dengan melibatkan klasifikasi, deskripsi, analisis tafsiran, dan evaluasi.
Proses pembelajaran apresiasi seni, dapat dilakukan melalui metode dan pendekatan seperti dikemukakan oleh (Sahman, 1993: 153; Soedarso, 1990: 83-84) yaitu sebagai berikut:
- Pendekatan aplikatif: Pendekatan ini dilakukan melalui proses penciptaan seni secara langsung. Hal ini sejalan dengan ajaran Dewey “learning by doing”.
- Pendekatan Historis: Ditempuh melalui pengenalan sejarah seni. Penciptaan demi penciptaan, peristiwa demi peristiwa yang masing- masing memiliki problema sendiri, dibicarakan dan dibahas secara urut.
- Pendekatan problematik: Menyoroti masalah serta liku-liku seni sebagai sarana untuk dapat menikmatinya secara semestinya, kemudian deretan problem-problem senilah yang harus dibahas satu persatu.
Menurut Sobandi (2007), ada beberapa model pembelajaran apresiasi, di antaranya:
a. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Karya Reproduksi (ASmKR)
b. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Media Film (ASmMF)
c. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Pameran Sekolah (ASmPS)
d. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Kunjungan ke Museum (ASmKM)
e. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Presentasi Pengalaman Berkarya (ASmPPB)
f. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Artist Talk Seniman (AmATS)
g. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Telaah Karya (ASmTK)
h. Model Pembelajaran Apresiasi melalui Kritik Wachowiak dan Clements
i. Model Pembelajaran Apresiasi Seni melalui Praktek Studio-Kritik Seni (ASmPSKS)
Berdasarkan beberapa metode dan langkah di atas, sebenarnya bentuk pembelajaran apresiasi terdiri dari dua jenis kegiatan, yaitu:
- Apresiasi Pasif: Kegiatan menonton dan menikmati tanpa memberi umpan balik untuk wacana seni rupa
- Apresiasi Aktif: dapat dilakukan melalui beberapa alternatif kegiatan sebagai berikut:
- Kegiatan diskusi terarah
- Pengembangan wacana (penelitian, ulasan, kritik)
- Kegiatan koleksi untuk publik –koleksi yang dilakukan oleh museum atau institusi publik, dan menampilkan koleksi untuk publik luas.
- Kegiatan koleksi untuk privat – koleksi yang dilakukan untuk disimpan dan dinikmati secara pribadi atau kelompok tertentu
- Hasil-hasil dari kegiatan apresiasi aktif bisa digunakan untuk penelitian dan acuan untuk pengembangan ekosistem seni rupa.
c. Tempat Mengapresiasi Karya Seni Rupa :
1. Galeri
Galeri adalah ruang untuk menampilkan karya seni dalam bentuk
pameran, biasanya galeri dikelola secara komersial yang bertujuan untuk menjual karya seni.
2. Museum
Ruang untuk menyimpan, merawat, merestorasi benda-benda bersejarah dan berfungsi sebagai tempat publik untuk mengakses karya seni secara edukatif.
- Museum Publik: Museum yang dikelola oleh pemerintah dan terbuka untuk public.
- Museum Privat: Museum yang dimiliki oleh individu tertentu atau sebuah perusahaan swasta.
3. Ruang Publik
Tempat-tempat umum seperti jalanan, taman, dan gedung-gedung yang digunakan oleh masyarakat luas. Misalnya: patung-patung di taman, mural, graff iti, dsb.
4. Ruang Alternatif
Ruang yang digunakan oleh komunitas seni rupa untuk berkumpul, berbagai pengetahuan dan memamerkan karya seni.
5. Ruang Virtual
Disajikan dalam bentuk virtual di platform tertentu, misalnya: Website, Instagram, dsb.
d. Cara Mengapresiasi Karya Seni Rupa
Berbagai cara dapat dilakukan dalam mengapresiasi karya seni rupa di pameran, contoh:
1. Berbicara langsung dengan seniman/kurator/pemandu pameran.
2. Mengikuti tur galeri dan mendengarkan penjelasan atau membaca penjelasan dari setiap karya seni yang dipamerkan.
3. Tidak menyentuh karya kecuali diperkenankan.
4. Mematuhi peraturan yang diberlakukan di ruang pameran. Di setiap ruang pameran, tentu saja memiliki peraturan yang berbeda-beda. Sebagai contoh peraturan atau tata tertib yang diberlakukan di Galeri Nasional Indonesia:
Gambar 2.2. Tata Tertib Galeri Seni
karya koleksi www.ganara.art (2020)
• Dilarang merokok
• Dilarang menyentuh karya
• Dilarang memakai jaket
• Dilarang membawa tas
• Dilarang memakai topi dan kacamata hitam
• Dilarang membawa hewan
• Dilarang menggunakan flash kamera
• Dilarang membawa makanan/minuman
• Dilarang menggunakan flash kamera handphone
• Dilarang menggunakan tongsis/self ie stick
• Dilarang membuang sampah
• Dilarang berisik
1. Membagikan wawasan dan apresiasi dalam berbagai bentuk (contoh: media sosial)
2. Contoh dampak karya seni bagi diri sendiri dan lingkungannya, contoh:
- Memiliki muatan emosional/spiritual
- Memberikan nilai keindahan dan kepuasan tersendiri
- Memberikan dampak psikologis (contoh: salah satu bentuk terapi) dan kesenangan hati
- Meningkatkan dan mengasah kreativitas dan daya imajinasi
- Melepas penat dan coping stress
Pemaparan contoh karya seni yang berdampak untuk diri sendiri dan lingkungan.
Gambar 2.3. Pemaparan contoh karya seni yang berdampak untuk diri sendiri dan lingkungan
Sumber: Indoartnow/Pameran Titik Temu (2018)