Pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara dinilai sangat relevan untuk diterapkan pada dunia pendidikan di Indonesia pada masa sekarang ini. Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara juga mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, anak perlu diberikan kebebasan dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak bisa bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.
Berdasarkan hal-hal tersebut, sebagai upaya untuk mencapai tujuan salah satu proses menuntun tersebut dapat dilakukan dengan cara coaching. Dalam proses coaching seorang guru berperan sebagai coach yang dapat menuntun murid sebagai coachee dengan mengajukan beberapa pertanyaan untuk menggali segala potensi dan kemampuan yang dimiliki murid dengan tujuan menuntun dan mengarahkan untuk mencari solusi bagi masalah mereka sendiri.
Coaching dalam konteks pendidikan memiliki peran:
Coaching sebagai salah satu proses untuk menuntun belajar murid mencapai kekuatan kodratnya.
Sebagai seorang pamong gurudapat memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflrktif tang efektif agar kekuatan kodrat terpancar memalui dirinya.
Guru sebagai seorang coach memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga bisa menumbuhkan rasa empati, saling menyayangi, menghormati dan menghargai antara guru dan murid.
Peran guru sebagai coach di sekolah, kaitannya dengan pembelajaran berdiferensiasi dan sosial emosional antara lain:
Guru sebagai pendidik perlu memilik ketrampilan coaching sehingga dapat memaksimalkan potensi murid dengan memperhatikan kebutuhan peserta didik.
Dalam proses coaching murid diberi kebebasan, namun pendidik sebagai pamong memberikan tuntunan dan arahan agar murid lebih terarah.
Melalui proses coaching ini guru bisa membantu murid untuk mencapau tujuannya yaitu merdeka dalam pembelajara
Dengan kemampuan dan keterampilan bertanya dari seorang coach dapat menumbuhkan/menstimulus kesadaran bagi murid untuk mengenali segala potensi/kekuatan srta kemampuan yang dimilikinya sehingga murid tersebut menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Dalam proses coaching ini, peran guru dan murid adalah sebagai mitra dalam peoses pembelajaran.
Belajar bersama mengenali kekuatan yang dimiliki untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan murid. Ibarat menemukan sebongkah intan, bagaimanakah upaya-upaya untuk menggosoknya supaya intan tersebut dapat bersinar dengan cemerlang. Untuk itu upaya guru akan sangat membantu murid bisa bersinar, menemukan kekuatan untuk bisa hidup sebagai manusia seutuhnya.
Salah satu cara untuk meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran sosial emosional( PSE), pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran yang dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan minat, profil dan kesiapan belajar.
Guru sebagai coach akan selalu berupaya untuk menggali kebutuhan belajar murid dengan mendesain bagaimana agar proses pembelajaran mampu untuk memaksimalkan segala potensi yang dimiliki oleh murid-muridnya. Selain itu juga, secara social emosional segala potensi murid dapat berkembang secara baik.
Aspek berkmunikasi untuk mendukung praktik coaching yaitu:
Komunikasi assertif,
Pendengar yang aktif,
Bertanya reflektif, dan
Umpan balik positif.
Dalam proses coaching ini ada satu model yang biasa digunakan oleh seorang coach yaitu model TIRTA yang meliputi langkah-langkah:
Tujuan utama pertemuan/pembicaraan;
Identifikasi masalah coachee;
Rencana aksi coachee; dan
Tanggung jawab/komitmen.
Refleksi terhadap proses coaching di sekolah:
Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk menuntun segala kekuatan kodratnya yang ada pada dirinya.
Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat membantu murid untuk mampu hidup sebagai individu dan bagian masyarakat yang mampu menggali dan memaksimalkan segala potensi yang dimilikinya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.
Melalui proses coaching sebagai seorang guru saya dapat menuntun murid untuk memperoleh kemerdekaan belajar di sekolah.
Melihat poin-poin penjelasan diatas dalam kegiatan belajar mengajar, peran guru tidak hanya mengajar proses transfer ilmu saja, tetapi jika memiliki kompetensi seorang coach, guru akan benar-benar mampu berkontribusi secara aktif dalam mewujudkan profil Pelajar Pancasila serta berperan nyata dalam transformasi pendidikan untuk terciptanya merdeka belajar.
Pelajar Pancasila adalah cerminan pelajar Indonesia yang diinginkan serta senantiasa berpikir dan bersikap terbuka terhadap perbedaan dan kemajemukan. Selain itu memiliki identitas diri senantiasa mandiri dan berinisiatif. Sehingga dengan adanya peran guru yang mampu memberdayakan dan efektif tentunya mampu mengoptimalkan potensi para murid untuk mencapai profil Pelajar Pancasila. Dalam hal ini coaching adalah salah satu kompetensi pemimpin abad 21 yang perlu terus dikembangkan oleh para guru dan pendidik di negeri ini.
Selanjutnya jika lebih jauh berbicara coaching yang bertujuan untuk menuntun coachee/murid untuk menemukan ide-ide baru atau cara untuk mengatasi tantangan yang dihadapi demi mencapai tujuan yang dikehendaki, hal ini sangat seiring dengan pembelajaran berdiferensiasi berdasarkan pemetaan kebutuhan murid terlebih khusu dalam hal minat murid. Membantu murid dalam menyadari bahwa pentingnya motivasi untuk belajar merupakan bagian dari proses coaching.
Membuat keyakinan kelas pada awal pembelajaran, yaitu keyakinan kelas bahwa setiap murid akan mengerjakan semua tugas PPKN di google classroom tepat waktu. Bila ada kesulitan bisa menghubungi Guru atau teman yang lebih mengerti tentang tugas PPKN tersebut. Ini sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara tentang merdeka belajar dan sesuai dengan nilai Guru Penggerak yang saya miliki adalah berpihak pada murid.
Menerapkan disiplin positif, dengan menanamkan motivasi, dengan pertanyaan apa cita-cita murid, kemudian memotivasi supaya murid bisa mencapai cita-cita dengan tentunya usaha dan doa, dan nilai kebaikan apa yang harus dilakukan oleh murid untuk mencapai cita mereka. Sesuai dengan peran Guru penggerak yaitu sebagai pemimpin pembelajaran. Dan tentunya akan terwujud visi Guru penggerak yaitu merdeka belajar wujudkan siswa yang inovatif, kreatif dan bahagia.
Posisi kontrol saya pada setiap masalah murid adalah manager, saya mengajak murid untuk menyadari kesalahannya dan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya dengan bimbingan saya. Hal ini sesuai dengan filosofi KHD dan peran Guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan nilai Guru penggerak berpihak pada murid.
Bila terjadi permasalahan murid yang berlanjut saya akan mengadakan segitiga restitusi, yang terdiri dari 3 tahap yaitu menstabilkan identitas, supaya murid mempunyai rasa percaya diri setelah melakukan kesalahan, validasi tindakan yang salah, supaya murid dapat mengungkapkan tujuan tindakan yang sudah dilakukan dan dapat mengambil solusi terbaik untuk memperbaiki kesalahannya, kemudian tahap yang ketiga adalah menanyakan keyakinan kelas, supaya murid mengingat kembali keyakinan kelas dan berjanji untuk selalu melaksanakan keyakinan kelas tersebut. Hal ini sesuai dengan filosofi KHD tentang merdeka belajar, kemudian sesuai dengan nilai Guru Penggerak berpihak pada murid, dan refleksi, serta sesuai dengan peran Guru Penggerak sebagai Pemimpin pembelajaran, dan tentunya mencapai visi Guru penggerak yaitu merdeka belajar.
Refleksi dari pemahaman atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini.
Pada Modul ini dipelajari tentang
Bagaimana menerapkan disiplin positif dengan menanamkan motivasi pada murid,
Mempelajari pentingnya keyakinan kelas,
Mempelajari 5 posisi kontrol yaitu penghukum, membuat orang lain merasa bersalah, teman, pemantau dan manager,
Mempelajari kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari cinta dan kasih sayang, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan,
Serta mempelajari penanganan masalah murid dengan segitiga restitusi yang terdiri dari 3 tahap yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan salah dan menanyakan keyakinan kelas
Perasaan saya mempelajari modul ini adalah bahagia, semangat dan antusias ingin selalu mempraktikkan semua teori tentang budaya positif untuk dapat diaplikasikan di dalam kelas atau di lingkungan sekolah
Pembelajaran yang saya dapatkan adalah saya jadi mengerti apa itu disiplin positif, penanaman motivasi pada siswa, sangat penting disertai dengan pembuatan keyakinan kelas di awal pembelajaran agar siswa dapat terkontrol dengan sendirinya yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar murid yang berbeda-beda dan kita bisa memberikan kepercayaan penuh pada murid yang bermasalah dengan melakukan kontrol sebagai manager, sehingga murid dapat mencari solusi terbaik untuk masalahnya. Bila permasalahan berlanjut maka saya akan mengadakan segitiga restitusi sehingga bisa menyelesaikan masalah murid dengan baik dan benar.
Perubahan yang akan saya lakukan adalah saya akan selalu mempraktikkan teori budaya positif di dalam pembelajaran kelas atau di lingkungan sekolah. Dan berusaha untuk melakukan perubahan pada diri sendiri supaya dapat memberi contoh untuk rekan guru yang lainnya.
Budaya sekolah merupakan nilai-nilai positif yang diyakini sebagai kebiasaan baik oleh seluruh warga sekolah baik itu guru, siswa, Kepala sekolah, Karyawan sekolah, juga orangtua, yang membutuhkan konsistensi dalam mewujudkannya dan dibuat dengan tujuan untuk membentuk karakter positif yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila.
Menciptakan lingkungan yang positif di sekolah sangat penting, karena sekolah merupakan tempat kegiatan pembelajaran berlangsung, selain sebagai tempat pembelajaran, sekolah juga berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, penggali potensi dan membentuk karakter, menciptakan lingkungan positif disekolah sama artinya dengan menciptakan pembentukan karakter yang positif untuk seluruh warga sekolah. Lingkungan yang aman dan nyaman menjadi faktor utama dalam menciptakan lingkungan positif, aman dan nyaman tersebut dapat dirasakan dari baiknya interaksi antar warga sekolah, suasana kondusif tentunya akan membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan pada akhirnya tujuan atau visi akan lebih mudah tercapai. Cara untuk mewujudkan hal tersebut bisa dengan memberikan contoh positif, baik itu perkataan, perbuatan, maupun cara berinteraksi, ciptakan suasana nyaman kepada orang-orang sekitar, baik itu melalui kolaborasi maupun komunikasi yang menyenangkan.
Disiplin positif menjadi hal utama dalam proses pembentukan budaya positif di sekolah, disiplin positif juga menjadi motivasi kita dalam pelaksanaannya, bagaimana guru menjadi contoh yang baik bagi lingkungan sekitarnya, dengan menerapkan motivasi dalam diri dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti tepat waktu dalam Pembelajaran, dan menanamkan nilai-nilai kebajikan dalam diri siswa.
Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, penyedia penitipan anak, pekerja muda, dan lainnya).
Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka
Dalam penerapan disiplin positif, ada banyak factor yang mempengaruhi siswa melakukan hal tersebut, karena pada dasarnya manusia memiliki Motivasi Perilaku Manusia. Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 alasan motivasi perilaku manusia, yaitu :
Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya
Untuk dapat mewujudkan disiplin positif tentunya harus dibuat terlebih dahulu kesepakatan atau keyakinan kelas, yang mana keyakinan kelas tersebut dapat digunakan untuk memotivasi Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat. Keyakinan kelas dibuat oleh seluruh warga kelas lewat kegiatan curah pendapat, yang didalamnya memuat tentang pernyataan-pernyataan universal dan dibuat dalam bentuk positif. Keyakinan kelas isinya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas dan dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
Dalam upaya mewujudkan disiplin positif, guru tentunya memiliki posisi control yang penting. Sebagai Manajer, Teman dan Pemantau sangat diperlukan karena sebagai manajer guru berada di posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, sebagai seorang guru posisi control yang harus dihindari adalah sebagai Penghukum dan Pembuat orang merasa bersalah, karena di posisi ini siswa akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri sendiri, merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. Selama ini hukuman merupakan bentuk pembelajaran disiplin bagi siswa dari seorang guru, padahal hukuman mempunyai arti berbeda. Hukuman adalah sebuah bentuk yang tidak sesuai dalam upaya mengembalikan tingkah laku yang berlaku Secara umum. hukuman yang dilakukan dapat berpengaruh buruk terhadap karakter siswa dan tidak bagus untuk psikologis anak, bukan hukuman yang diterapkan melainkan Disiplin positif, karena Disiplin Positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan siswa untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi guru, bahkan orangtua.
Ketika terjadi kendala di sekolah saat proses disiplin positif yang disebabkan oleh siswa, maka guru perlu melakukan Restitusi atau proses menciptakan kondisi bagi siswa untuk memperbaiki kesalahan mereka dan mengajarkan siswa untuk mencari solusi dari masalah yang ada, membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain. Lalu bagaimana cara melakukan restitusi? Ada 3 tahap dalam melakukan restitusi yang disebut dengan Segitiga Restitusi yaitu
Menstabilkan identitas
Validasi tindakan yang salah
Menanyakan keyakinan
Dalam Pembelajaran, bukan hanya Budaya positif yang menjadi materi dan diterapkan dalam pendidikan di sekolah. Sebagai guru penggerak, Kita juga harus mengingat dan mengaitkan materi-materi yang sudah di pelajari sebelumnya agar penerapan dalam Pembelajaran dapat berkesinambungan. Marilah kita ingat Kembali materi pada modul ini.
Yang pertama adalah tentang tujuan Pendidikan dan pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan. Ki Hadjar menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yaitu: “menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak” dan Ki Hajar Dewantara memiliki pemikiran tentang Pendidikan dan Pengajaran Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani yang memiliki arti di depan memberi contoh di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan. Semboyan tersebut dapat kita adaptasi dalam kehidupan kita sehari-hari, sebagai guru kita harus dapat menjadi contoh yang baik untuk siswa, teman sejawat atau orangtua siswa. Bukan hanya sekedar sebagai guru yang memberi materi pembelajaran saja, kita juga memiliki kewajiban untuk memberikan motivasi dan semangat kepada para siswa, dan mendorong agar siswa dan teman sejawat kita dapat berkembang ke arah yang lebih baik.
Hubungan guru dan murid adalah faktor utama dalam membangun budaya positif disekolah. Lalu bagaimana peran guru penggerak dalam menciptakan budaya positif di sekolah?. Tentunya dengan cara memaksimalkan Nilai dan Peran guru dalam upaya mewujudkan budaya positif, hal ini sangat penting, karena guru memiliki nilai
•Mandiri
•Reflektif
•Kolaboratif
•Inovatif
•Berpihak pada Murid.
Dan juga memiliki peran
•Sebagai pemimpin Pembelajaran
•Menggerakkan komunitas Praktisi,
•Menjadi pelatih guru lain
•Mendorong Kolaborasi antara Guru dan pemangku kepentingan
•Mewujudkan Kepimpinan Murid
Tentunya untuk mewujudkan budaya positif di sekolah tidak lepas dari berbagai cara dan strategi yang dapat diambil, diantaranya adalah dengan melatih dan membiasakan untuk dapat Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif dan Berpihak pada siswa.
Selain hal tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah Visi Murid Impian, guru harus dapat membuat visi tersebut untuk menggali potensi yang dimiliki oleh siswa secara maksimal. Visi yang sudah saya buat adalah “Mewujudkan Siswa Berkarakter Positif sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila”
Pembuatan Visi dilakukan dengan Pendekatan IA dan dapat dimulai dengan menganalisis dan memetakan segenap potensi, kekuatan, daya dukung yang dimiliki baik unsur internal maupun eksternal serta mengidentifikasi hal baik yang sudah ada di sekolah, mencari cara agar hal yang baik dapat dipertahankan, sehingga kelemahan dan kekurangan serta ketidakadaan menjadi tidak relevan. Tahapan utama dalam pendekatan Inkuiri Apresiatif adalah BAGJA, kependekan dari Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabaran Rencana, Atur Eksekusi. Kata BAGJA juga dapat diartikan sebagai “Bahagia“.
Refleksi dari pemahaman atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini.
Pada Modul ini dipelajari tentang
Bagaimana menerapkan disiplin positif dengan menanamkan motivasi pada murid,
Mempelajari pentingnya keyakinan kelas,
Mempelajari 5 posisi kontrol yaitu penghukum, membuat orang lain merasa bersalah, teman, pemantau dan manager,
Mempelajari kebutuhan dasar manusia yang terdiri dari cinta dan kasih sayang, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan,
Serta mempelajari penanganan masalah murid dengan segitiga restitusi yang terdiri dari 3 tahap yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan salah dan menanyakan keyakinan kelas
Perasaan saya mempelajari modul ini adalah bahagia, semangat dan antusias ingin selalu mempraktikkan semua teori tentang budaya positif untuk dapat diaplikasikan di dalam kelas atau di lingkungan sekolah
Pembelajaran yang saya dapatkan adalah saya jadi mengerti apa itu disiplin positif, penanaman motivasi pada siswa, sangat penting disertai dengan pembuatan keyakinan kelas di awal pembelajaran agar siswa dapat terkontrol dengan sendirinya yaitu untuk memenuhi kebutuhan dasar murid yang berbeda-beda dan kita bisa memberikan kepercayaan penuh pada murid yang bermasalah dengan melakukan kontrol sebagai manager, sehingga murid dapat mencari solusi terbaik untuk masalahnya. Bila permasalahan berlanjut maka saya akan mengadakan segitiga restitusi sehingga bisa menyelesaikan masalah murid dengan baik dan benar.
Perubahan yang akan saya lakukan adalah saya akan selalu mempraktikkan teori budaya positif di dalam pembelajaran kelas atau di lingkungan sekolah. Dan berusaha untuk melakukan perubahan pada diri sendiri supaya dapat memberi contoh untuk rekan guru yang lainnya
hallo sahabat edukasi dimana pun anda berada, Kembali lagi dengan saya Ucke Rakhmat Gadzali, sebagai peserta calon guru penggerak Angkatan 6 dari SMKN 1 Sukalarang Kab. Sukabumi Prov. Jawa Barat.
Pada kesempatan kali ini, izinkan saya untuk memaparkan Demontrasi Kontekstual pada Modul 1.2, Yaitu Nilai dan Peran Guru Penggerak.
Nilai-nilai yang harus dimiliki seorang guru penggerak antara lain:
1.Berpihak pada murid
2.Inovatif
3.Mandiri
4.Kolaboratif
5.Reflektif
Dari nilai-nilai tersebut saya berusaha memberikan gambaran guru penggerak seperti apakah saya di masa depan?
Yang pertama saya adalah guru yang memiliki nilai berpihak pada murid, sebagai seorang pendidik yang memiliki peran sebagai Among Belajar, saya lebih berperan sebagai fasilitator dalam belajar bersama murid-murid saya. Saya akan memberikan pembelajaran yang berpusat pada murid. Mengutamakan kepentingan perkembangan murid. Membantu para murid untuk mandiri dalam belajar, dan mengutamakan keberpihakan pada murid.
Kegiatan yang akan dan sudah saya lakukan secara berkelanjutan adalah membuat suasana yang nyaman dan menyenangkan, memberikan pembelajaran yang bepusat pada murid, memberikan kesempatan kepada murid untuk bereksplorasi sesuai dengan prinsip merdeka belajar dan menuntun murid untuk dapat mengembangkan minat dan bakatnya serta menumbuhkan percaya diri pada siswa agar mereka berani berkompetisi mengikuti lomba hingga berprestasi.
Pembelajaran yang saya lakukan akan selalu berpihak dan mengaktifkan murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila.
Nilai guru penggerak yang ke dua adalah Inovatif, sebagai pemimpin pembelajaran, saya akan selalu berinovasi dalam dunia Pendidikan dengan mengikuti tuntunan zaman. Nilai Inovatif yang saya miliki diharapkan dapat meningkatkan minat siswa, meningkatkan mutu pembelajaran, mengembangkan ilmu pengetahuan, serta dapat memperbaiki pembelajaran sebelumnya kearah yang lebih baik.
Sebagai guru yang inovatif saya berani mencoba dengan hal-hal baru untuk mengembangkan kreatifitas saya. Hal yang paling sederhana yang bisa dilakukan untuk berinovasi adalah system ATM Amati, Tiru dan Modifikasi. Kita bisa meniru inovasi yang telah ditemukan dan dikembangkan sesuai dengan keadaan lingkungan kita.
Kegiatan yang sudah ada akan saya lakukan secara berkelanjutan diantaranya, membuat media pembelajaran secara digital, mendesain dan mencetak bahan ajar, menciptakan metode pembelajaran, serta berinovasi membuat lagu-lagu pembelajaran atau yang berhubungan dengan Pendidikan.
Selanjutnya yang ke tiga, saya harus memiliki nilai guru penggerak yang mandiri. Sebagai seorang guru yang memiliki kemauan dan motivasi diri yang kuat, saya akan selalu melakukan perubahan dan memulai sesuatu dengan keinginan sendiri dan secara mandiri. Nilai kemandirian ini merupakan cerminan sikap tanggung jawab sebagai seorang pendidik yang harus mampu memberikan teladan bagi anak didiknya.
Kegiatan yang sudah dan akan saya lakukan secara berkelanjutan antara lain merancang, melaksanakan dan merefleksi pembelajaran secara mandiri serta melakukan pengembangan diri, seperti mengikuti pelatihan-pelatihan tanpa paksaan dari pihak lain.
Nilai guru penggerak yang saya miliki berikutnya adalah kolaboratif, Sebagai seorang guru yang harus memiliki kompetensi sosial, saya akan selalu membangun hubungan kerja yang positif dengan semua pihak demi pengembangan proses pembelajaran. Nilai kolaboratif akan saya kembangkan dengan merangkul dan menjalin komunikasi yang baik dengan murid, rekan sejawat, komite sekolah, wali murid, maupun komunitas praktis dilingkungan saya.
Kegiatan yang sudah dan akan saya lakukan secara berkelanjutan antara lain, saling berbagi dan berkolaborasi dengan rekan sejawat mengenai permasalahan dan perkembangan Pendidikan, melakukan koordinasi dengan komite sekolah dan wali murid mengenai program-program sekolah dan mengikuti komunitas praktisi yaitu MGMP PPKN, MGMP Seni Budaya, MGMP Broadcasting serta bergabung di komunitas Blogger Sukabumi dan Komunitas Seniman Sukabumi untuk dapat berbagi dan belajar bersama demi mendukung proses pembelajaran.
Yang terakhir, nilai guru penggerak yang saya miliki yaitu reflektif, sebagai seorang pengajar, sudah sepantasnya saya memiliki pola pikir yang terbuka dan selalu melakukan evaluasi diri terhadap apa yang sudah saya capai. Baik kelebihan maupun kekurangan. Nilai reflektif yang saya miliki bertujuan untuk agar saya mampu melakukan perbaikan pada masa yang akan datang serta mengevaluasi terhadap apa yang sudah baik dan perlu dikembangkan dalam dunia Pendidikan.
Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman, aktif dan proaktif menggerakkan guru lain untuk mengimplementasikan fondasi pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu pembelajaran yang berpihak pada murid serta mampu menjadi teladan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.
Seorang guru penggerak harus memiliki nilai-nilai yang menjadi pedoman berperilaku serta mendukung calon guru penggerak dalam mewujudkan merdeka belajar, meliputi nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berphak pada murid. Serta diharapkan mampu melaksanakan peran guru penggerak yang merupakan pedoman bertindak yang harus dikuasai oleh calon guru penggerak, meliputi :
1.Menjadi Pemimpin Pembelajaran
2.Menggerakkan komunitas Praktisi
3.Menjadi coach bagi guru lain
4.Mendorong kolaborasi antar guru
5.Mewujudkan kepemipinan murid
Keterkaitan antara Nilai dan Peran Guru Penggerak dengan Filosofi Ki Hadjar Dewantara
Pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah pendidikan yang berpusat pada murid, anak diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya. Di mana seorang guru hendaknya dengan suci hati mendekati sang anak dan menghamba kepada sang anak. Implementasi nilai-nilai dan peran guru penggerak merupakan bagian penting dalam mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid. Karena nilai dan peran guru penggerak menjadi pedoman dalam berperilaku dan bertindak dalam melakukan perubahan ekosistem pendidikan.
Guru dituntut untuk totalitas berfokus melayani anak agar dapat bertumbuh dan berkembang secara holistik yaitu tajam pikirannya (cipta), halus rasanya (rasa) dan kuat dan sehat jasmaninya (karsa) .Hadirnya guru penggerak sebagai agen perubahan ekosistem pendidikan yang berpijak pada filosofi Ki Hajar Dewantara harus mampu menerapkan 3 kata kunci yaitu teladan, motivasi dan merdeka. Artinya calon guru penggerak harus mampu menjadi teladan serta dapat memotivasi sehingga menguatkan kemampuan untuk memerdekakan murid sesuai dengan profil pelajar pancasila. serta pengembangan potensi siswa yang mengikuti kodrat alam juga selaras dengan kodrat zamannya. Maka dari itu kolaborasikan nilai-nilai dan peran guru penggerak harus bersinergi dengan konsep merdeka belajar filosofi Ki Hajar Dewantara.
Strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai nilai guru penggerak adalah
Berbekal nilai mandiri dan semangat dalam mempelajari hal-hal baru calon guru penggerak harus mampu meningkatkan keterampilan dan kompetensi diri dengan cara menggali ilmu pengetahuan baik mengikuti pendidikan dan latihan, sumber buku maupun internet.
Selalu merefleksikan dan mengevaluasi setiap kegiatan pembelajaran baik yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan
Melakukan kolaborasi dengan pimpinan sekolah dan rekan guru di setiap kegiatan pembelajaran yang berpihak pada murid
Berupaya untuk selalu berinovasi dalam memunculkan ide-ide kreatif di setiap pemecahan masalah
Selalu mengutamakan kepentingan perkembangan murid sebagai acuan utama.
Pihak yang dapat membantu dalam mencapai nilai dan peran guru penggerak adalah
Peran keluarga yaitu selalu memberikan dukungan di dalam menjalankan program calon guru Peran Fasilitator dan Pendamping praktik yaitu selalu memberikan bimbingan, arahan dan motivasi di dalam meningkatkan keterampilan dan kompetensi diri.
Peran Kepala sekolah yaitu selalu memberikan motivasi dan dorongan untuk selalu melakukan perubahan-perubahan pembelajaran yang berpihak pada murid dan profil pelajar pancasila
Peran Rekan sejawat yaitu siap berkolaborasi untuk bergerak bersama di dalam mewujudkan merdeka belajar yaitu pembelajaran yang berpihak pada murid dan profil pelajar pancasila.
Peran Siswa yaitu selalu mendukung dan menjadi acuan utama didalam menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Demikian Demontrasi kontekstual modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak yang mencerminkan diri saya dimasa depan, mohon maaf bila ada kesalahan dalam penyampaian.
Halo sahabat edukasi dimana pun anda berada, salam Bahagia..
Kali ini saya akan berbagi mengenai menyimpulkan pemikiran KHD (Ki Hadjar Dewantara) dan merefleksikannya dalam kegiatan saya sebagai pengajar.
yuk lanjut to the point…
Raden Mas Soeryadi Soeningrat atau dikenal dengan Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta 2 Mei 1889. Beliau adalah salah satu tokoh penting dalam dunia pendidikan Indonesia. Pendidikan Zaman Kolonial menjadi langkah perjalanan pendidikan Indonesia sebelum kemerdekaan dan peran sekolah Taman Siswa sejak pendiriannya di tahun 1922. Menurut Ki Hajar Dewantara, “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih, bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Ada enam pokok pemikiran filosofis Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu:
Pertama, pendidikan sebagai tuntunan.
Dalam konteks sosial budaya, 'menuntun' diwujudkan dalam keteladanan guru dalam proses pendidikan, baik keteladanan sikap, karakter, dan perilaku, karena anak belajar dari apa yang mereka lihat dan rasakan. Menuntun juga berarti mendidik dan mengajar anak sesuai potensi, minat, dan bakatnya.
Kedua, kodrat alam dan kodrat zaman.
Pendidikan harus mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman karena kedua hal ini tidak dapat dipisahkan dalam diri anak. Seorang anak telah memiliki kodrat alam ⟮potensi, bakat, kemampuan⟯ yang unik, berbeda-beda satu sama lain sehingga guru diharapkan mampu memfasilitasi mereka agar bisa tumbuh maksimal sesuai jenjang usia mereka. Pembelajaran akan menjadi menyenangkan jika dilakukan sesuai kodrat anak, yaitu bermain. Sementara kodrat zaman, bagaimana seorang guru mampu membimbing anak agar siap hidup mandiri dalam zaman yang terus berubah.
Ketiga, Petani.
Guru ibarat petani, yang menyiapkan lahan, memupuk, mengairi, dan membersihkan hama agar bibit tumbuh subur, berbunga, kemudian berbuah. Petani dapat mengupayakan tumbuhnya bibit dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat bibit menjadi tanaman lain. Demikian pula guru. Guru dapat mengupayakan bertumbuhnya potensi anak dengan sebaik-baiknya, tetapi tidak dapat mengubah kodrat anak.
Keempat, Prinsip Bukan Tabula Rasa.
Anak lahir bukan kertas kosong yang bisa diisi oleh orang dewasa sesuai kehendaknya. Anak sudah membawa garis-garis dan coretannya masing-masing. Tugas guru adalah menebalkan garis yang baik-baik dan membiarkan garis yang tidak baik agar tidak terlihat. Guru menuntun anak agar menampakkan potensinya menjadi nyata, sekaligus meminimalisasi sifat atau tabiat buruknya.
Kelima, Budi pekerti.
Pendidikan itu adalah benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan murid pada budi pekerti ⟮olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olahraga⟯ yang luhur. Dalam budaya Bali, dikenal adanya Tri Hita Karana, yaitu hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, hubungan yang harmonis antar sesama manusia, dan hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam.
Keenam, Berhamba pada anak.
Ini berarti pendidikan yang mengutamakan anak, berpusat pada anak, dan memuliakan anak. Pendidikan dilakukan untuk satu-satunya tujuan, yaitu membuat anak menjadi selamat dan bahagia.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, anak / murid harus dipandang dengan rasa hormat dan menjadi pusat dalam pembelajaran. Guru dan murid memiliki keduidukan yang sejajar dalam dunia pendidikan. Anak adalah hal yang paling bernilai. Guru harus menerima macam-macam anak yang berbeda sesuai kodrat dan fitrahnya. Guru diibaratkan sebagai petani harus mampu memfasilitasi tumbuh kembang keanekaragaman tersebut melalui penciptaan ekosistem belajar yang menyenangkan dan selalu dibingkai dalam nilai-nilai luhur pancasila.
Pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan juga dikenal nama Trilogi Pendidikan dengan semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani”. . Ing Ngarso Sung Tulodo, berarti ketika guru berada di depan, seorang guru harus memberi teladan atau contoh dengan tindakan yang baik Ing Madyo Mangun Karso berarti pada saat di antara peserta didik, guru harus menciptakan prakarsa dan ide dan membangun kemauan. Tut wuri handayani berarti dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan, Ki hajar Dewantara menerapkan metode among dalam pembelajaran. Among (emban) memiliki pengertian menjaga, membina, dan mendidik anak dengan kasih sayang, membimbing sang anak dengan ikhlas sesuai bakat dan minat yang di asuh , memberikan 'tuntunan' agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Metode among juga dikenal dengan "Metode pengajaran dan Pendidikan berdasarkan Asih, Asah, dan Asuh."
Selain metode among, ada tiga metode yang dipakai oleh Ki Hadjar Dewantara dalam mengajarkan budi pekerti berdasarkan urutan-urutan pengambilan keputusan berbuat artinya kita bertindak sebaiknya berdasarkan urutan yang benar, sehingga tidak ada penyesalan.
Tiga metode tersebut adalah: ngerti, ngrasa dan nglakoni.
Pertama, Metode ngerti maksudnya adalah memberikan pengertian yang sebanyak-banyaknya kepada anak. Di dalam pendidikan budi pekerti anak diberikan pengertian tentang baik dan buruk. Di samping itu juga diajarkan tentang aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.
Kedua, Metode ngrasa maksudnya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami dan merasakan tentang pengetahuan yang diperolehnya. Dalam hal ini anak didik untuk dapat memperhitungkan dan membedakan antara yang benar dan yang salah.
Ketiga, Metode nglakoni maksudnya adalah mengerjakan setiap tindakan, tanggung jawab telah dipikirkan akibatnya berdasarkan pengetahuan yang telah didapatnya. Jika sudah mantap dengan tindakan yang akan dilakukan hendaknya segera dilakukan jangan ditunda-tunda.
Untuk keberhasilan tujuan Pendidikan maka menurut Kihajar Dewantara Pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat yang dikenal dengan Tri Sentra Pendidikan. Tri centra Pendidikan yaitu suatu pelaksanaan pendidikan yang dilakukan bersama-sama oleh keluarga, sekolah dan masyarakat untuk membentuk manusia yang unggul, berbudi pekerti dan cerdas. Dimulai Pendidikan dari rumah sebagai pondasi pertama dan utama selanjutnya Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah dan lingkungan masyarakat yang kondusif.
Intisari pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan adalah bagaimana memerdekakan belajar, guna mencapai kemerdekaan belajar yang tujuan utamanya adalah menjadikan siswa yang memiliki profil pelajar Pancasila. Profil pelajar Pancasila terdiri atas: Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Berkebhinekaan Global, Bergotong royong, Kreatif, Bernalar kritis, dan Mandiri. Ini berarti dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak, Ki Hajar Dewantara menganjurkan agar pendidik tetap memperhatikan segala potensi anak-anak, yaitu jiwa, jasmani, etika, moral, estetika dan karakter dengan paduan budaya sesuai dengan perubahan zaman.
Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Setelah saya mempelajari dan merefleksikan Filosofis Pemikiran Ki Hajar Dewantara, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan “Merdeka Belajar” sebagai Calon Guru Penggerak yakni:
Apa yang saya percaya tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1 ?
Sebelum mempelajari modul 1.1, ada beberapa hal yang saya yakini diantaranya :
Pertama, Saya meyakini dan percaya bahwa niat para siswa datang ke sekolah adalah untuk mempelajari ilmu pengetahuan.
Kedua, Dalam pembelajaran saya memandang pentingnya transfer pengetahuan dari guru kepada siswa, sehingga guru harus aktif mengajar dan siswa duduk di tempat duduknya masing-masing.
Ketiga, Dalam pembelajaran yang saya lakukan saya lebih sering menggunakan metode atau strategi yang bagus menurut saya tetapi tidak pernah memperhatikan kebutuhan siswa atau pembelajaran seperti apa yang mereka inginkan.
Keempat, Saya tidak pernah membuat kesepakatan bersama saat mengawali pelaksanaan pembelajaran.
Kelima, Saya sering memberikan hukuman kepada siswa saat mereka tidak mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan.
Keenam, saya sangat menginginkan dalam proses pembelajaran yang saya lakukan siswa harus bisa tertib, duduk yang rapi, diam, dengan pandangan yang terpusat kepada gurunya dengan harapan dapat membuat siswa dengan mudah memahami materi-materi yang saya sampaikan.
Ketujuh, disekolah maupun di dalam kelas saya kurang memperhatikan penampilan visual saya sebagai guru. Ketika tampil di diantara teman-teman guru maupun di hadapan siswa, saya sering berpenampilan kurang rapi utamanya penampilan rambut dan style pakaian yang saya gunakan.
Kedelapan, Fokus kegiatan pembelajaran adalah ketuntasan target kurikulum dalam satu semester seperti yang tertuang dalam dokumen program tahunan. Mengutamakan ketuntasan kurikulum merupakan hal yang penting dengan tercapainya standar angka-angka yang tinggi. Hasil akhir dalam pembelajaran diharapkan anak mampu mengerjakan ujian dan tugas dengan benar.
2) Apa yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini?
Hal yang berubah dari pemikiran atau perilaku saya setelah mempelajari modul ini adalah terjadinya perubahan dalam pola pikir saya terhadap siswa dan pembelajaran.
Saya sangat optimis ada mimpi dan cita cita dalam benak setiap anak saat mendatangi sekolah. Saya percaya murid punya inisiatif belajar meski tidak disuruh guru. Ternyata niat murid ke sekolah tidak sama, ada yang ingin menggapai cita-citanya ada juga yang mereka datang ke sekolah karena rutinitas semata bahkan ada juga hanya sebatas untuk uang jajan atau mendapatkan teman pribadi. Guru harus mengenal keberagaman dari peserta didik. Menuntun dan memotivasi murid menemani perjalanan menuju cita-citanya menjadi manusia unggul.
Siswa seharusnya diposisikan sebagai subjek pendidikan yang memegang peranan penting terhadap jalannya pembelajaran. Guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa belajar sesuai potensi, minat, bakat, dan cara belajarnya.
Pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan cara ‘among’, yakni menuntun potensi anak berdasarkan budaya.
Pembelajaran dilaksanakan bukan dengan tuntutan kepada anak, tetapi dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar sesuai kebutuhannya sehingga tercipta kemerdekaan belajar. Ketercapain kurikulum harus dicapai tanpa membatasi kemerdekaan belajar siswa.
Sebaiknya kita sebagai guru harus melakukan asessmen diagnostik awal untuk mengetahui kebutuhan siswa, profil siswa, gaya belajar siswa, metode belajar seperti apa yang mereka inginkan, sehingga kita sebagai guru dapat merancang pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan yang dibutuhkan siswa.
Pembelajaran seharusnya dilaksanakan dengan berbagai cara, model, atau metode, seperti kooperatif learning, inquiri, discovery, problem based learning, maupun project based learning, serta menggunakan berbagai sumber belajar, seperti lingkungan, surat kabar, majalah, narasumber, maupun internet.
Proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengembangkan semua potensi anak, baik budi pekerti, pikiran, maupun tubuhnya agar menjadi anak yang selamat dan bahagia.
Sebagai guru, saya harus memberikan keteladanan kepada siswa, dalam hal sikap, penampilan, kemandirian, disiplin, gotong royong, dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.
Tugas kita sebagai pendidik adalah menuntun, membimbing peserta didik dalam mencari dan menemukan konsep-konsep teori dan membantu mereka menerapkan konsep dan teori yang sudah mereka pelajari dalam kehidupannya sehingga anak-anak atau peserta didik tidak kehilangan arah dan membahayakan hidupnya.
3) Apa yang bisa segera saya terapkan lebih baik agar kelas saya mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara?
Hal yang pertama saya lakukan adalah berliterasi. Ibarat seorang petani maka saya harus berliterasi tentang tehnik menanam dan menghasilkan tanaman yang berkualitas. Melalui Pendidikan Guru Penggerak ini, saya akan banyak belajar tentang berbagai teknik pembelajaran yang sesuai filosofi pendidikan KHD baik melalui LMS, Instruktur, Fasilitator, Guru Pendamping maupun rekan-rekan CGP lainnya.
Sebagai pendidik, saya harus bisa menjadi tauladan, bersikap dan berpenampilan yang baik, mampu memberi semangat serta memberi dorongan dalam menanamkan pendidikan karakter meliputi: kedisiplinan dan kerjasama, tolong menolong dalam setiap kegiatan yang ada disekolah.
Menumbunhkembangkan pendidikan karakter peserta didik dengan pembiasaan seperti mengawali aktifitas pembelajaran dengan berdoa, saling menghargai pendapat ketika berdiskusi, memberikan kata-kata positif untuk teman sebangku/sekelas, memberikan pujian, menyampaikan permohonaan maaf jika melakukan kesalahan baik sengaja maupun tidak dan terakhir membudayakan budaya lokal untuk mentransformasikan pendidikan karakter peserta didik.
Untuk mengetahui karakteristik siswa, saya akan melakukan asesmen diagnosis mengenai potensi, minat, bakat, dan cara belajar siswa.
Dalam pembelajaran, saya akan lebih banyak memposisikan diri sebagai fasilitator yang mengarahkan anak mengembangkan potensi dirinya, dengan memberikan berbagai sumber belajar dan cara belajar yang beragam. Siswa juga akan lebih sering diajak berkomunikasi tentang keinginannya dalam pembelajaran, hambatan yang ditemui, dan mendiskusikan cara mengatasi hambatan tersebut.
Demikian kesimpulan dan refleksi penulis mengenai pemikiran-pemikiran Ki Hajar Dewantara pada modul 1.1.
Iya sahabat edukasi, itulah tadi kesimpulan dan refleksi saya mengenai pemikiran KHD, Semoga bermanfaat.
Bismillah, Hallo sahabat edukasi dimanapun anda berada, setiap manusia pasti memiliki pengalaman, termasuk saya sebagai guru/ pengajar yang memiliki pengalaman belajar pada saat bersekolah dahulu, pengalaman tersebut yaitu rindu untuk berangkat sekolah dengan belajar dengan semangat teman dan sahabat serta guru yang selalu memberi inspirasi saya, yaitu guru ilmu Pendidikan dan paedagogig, Apresiasi beliau yang selalu muncul disetiap pembelajaran yang membuat saya bersemangat untuk bersekolah, dari beliaulah saya bersemangat meneruskan menjadi seorang pengajar/ guru, sampai saat ini saya berupaya mengadaptasi hal yang dilakukan guru saya dulu terhadap peserta didik saya hari ini.
Dari pengalaman saya ini, bahwa guru/ pengajar harus bisa memberikan suri tauladan bagi peserta didik, ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani harus benar-benar tercipta pada diri seorang guru yang menjadi jiwa Pendidikan nasional.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia, bahkan pemikiran-pemikirannya masih relevan hingga saat ini. Benar adanya yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara yang intinya kita harus bisa bangga atas apa yang kita punya, tidak usah meniru miliki orang lain. Milik orang lain belum tentu pas dan cocok untuk kita. Tetapi, kita harus belajar untuk memaksimalkan apa yang kita punya.
Pemikiran yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dapat menjadi landasan dalam menentukan Kebijakan Pendidikan yang diambil dalam pelaksanaan Pendidikan nasional. Karena, didalam pemikiran Ki Hajar Dewantara terdapat makna filosofi, kultural yang sesuai bagi masyarakat bumi pertiwi Indonesia.
Melihat pada kehidupan masa kini dan masa-masa yang akan datang akan selalu akrab dengan penggunaan IPTEK. Revolusi industri, globalisasi, era disrupsi, digitalisasi, Artificial Intellegence (AI), Internet of Things (IoT) adalah beberapa istilah sekaligus fenomena yang akrab dengan kehidupan kita masa kini dan masa-masa yang akan datang.
Dengan hal tersebut diatas, bahwa seorang pendidik/ guru/ pengajar perlu memajukan budi pekerti (kekuatan batin,karakter), pikiran (intellek) dan tubuh anak, seiring terus tumbuh kembangnya kemajuan teknologi. Dan hal tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.
Dari hal tersebut saya pun berupaya melaksanakan pemikiran Ki Hajar Dewantara, dengan memanfaatkan teknologi didalam kegiatan belajar mengajar, sehingga saya bersama siswa tidak merasa terbebani dalam menjalankan aktivitas belajar dengan siswa dan saya sebagai guru.
Saya sebagai pendidik kepada siswa memiliki harapan untuk bisa bersinergi untuk mensukseskan kegiatan belajar mengajar tanpa terbebani, dalam arti lain yaitu merdeka dalam belajar.