Sunday, July 30, 2023

Analisis SWOT Perkembangan Teknologi dan Penerapan Pancasila

Perkembangan Teknologi dan Penerapan Pancasila

Pada soal Analisis SWOT ini terdapat empat kotak yang berisikan tentang kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan dari penerapan Pancasila.

Berikut analsis mengenai penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi:


1. Strength (Kekuatan)

Jawaban: Kekuatan dari penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi adalah agar bangsa Indonesia tetap dilandasi oleh nilai-nilai dalam beretika.

Sila-sila dalam Pancasila bisa menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai perkembangan teknologi, terlebih yang mengarah ke negatif.

Sehingga, bangsa Indonesia tetap menjunjung nilai-nilai beretika dalam kehidupannya.


2. Weakness (Kelemahan)

Jawaban: Kelemahan penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi adalah tidak semua perkembangan teknologi bisa disesuaikan dengan Pancasila.

Sehingga, akan ada banyak lalu lintas informasi yang masuk dan harus kita saring sendiri baik dan buruknya.

Akan tetapi nilai-nilai Pancasila bisa menjadi pegangan bagi kita dalam menentukan hal tersebut.


3. Opportunity (Kesempatan)

Jawaban: Kesempatan yang bisa diberikan penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi adalah bisa mencegah berbagai pengaruh negatif dari teknologi.

Teknologi memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia.

Adanya penerapan Pancasila bisa mencegah berbagai pengaruh negatif atau pengaruh buruk bagi kehidupan pribadi dan orang banyak.


4. Threats (Tantangan)

Jawaban: Tantangan yang dihadapi penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat.

Selain itu, perkembangan teknologi juga masih belum sepenuhnya terkontrol dengan penerapan Pancasila.

Nah, itu tadi, jawaban dari soal Analisis SWOT  tentang Perkembangan Teknologi dan Penerapan Pancasila yang bisa menjadi referensi, Salam Kebangsaan..

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Analisis SWOT

Pesatnya perkembangan teknologi memberikan banyak peluang sekaligus tantangan, terlebih dalam hal menerapkan Pancasila.

Berikan analisismu mengenai kaitannya dengan tantangan dan peluang penerapan Pancasila.

Jawaban: 

Strength (Kekuatan)

Kekuatan dari penerapan Pancasila di tengah perkembangan teknologi adalah agar bangsa Indonesia tetap dilandasi dengan nilai-nilai beretika.

Sila-sila dalam Pancasila dapat menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai dampak perkembangan teknologi, terlebih yang mengarah pada hal negatif.

Dengan begitu, bangsa Indonesia tetap menjunjung nilai-nilai beretika dalam kehidupan.

Weakness (Kelemahan)

Kelemahan penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi adalah tidak semua perkembangan teknologi sesuai dengan ideologi Pancasila.

Perkembangan teknologi memungkinkan banyaknya informasi yang masuk dan harus disaring apakah baik atau buruk.

Opportunity (Kesempatan)

Kesempatan dari penerapan Pancasila dalam perkembangan teknologi adalah bisa mencegah berbagai pengaruh negatif dari teknologi.

Perkembangan teknologi memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan manusia.

Penerapan Pancasila dapat mencegah berbagai pengaruh negatif atau buruk perkembangan teknologi bagi kehidupan manusia.

Threats (Tantangan)

Tantangan yang dihadapi penerapan Pancasila di tengah perkembangan teknologi adalah masih kurangnya kesadaran masyarakat.

Selain itu, perkembangan teknologi juga masih belum sepenuhnya terkontrol dengan penerapan Pancasila.

Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

KEGIATAN PEMBELAJARAN 3

Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara



A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 3 ini, kalian akan mampu memahami dan menganalisis tentang kasus pelanggaran hak dan pengingkaran kewajiban warga negara serta menyajikannya dalam bentuk tulisan.

B. Uraian Materi

Dikegiatan pembelajaran 1 dan 2 kita dapat mengambil kesimpulan bahwa negara sangat menjamin warga negara dalam memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara. Seharusnya jika semuanya menyadari bahwa setiap orang memiliki hak dan kewajiban. Negara Indonesia akan damai sekali bahkan dunia sekalipun. Namun pada kenyataannya hampir setiap hari kita mendengar bahkan menyaksikan masih banyak pelanggaran-pelanggaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara. Pelanggaran terhadap hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara biasanya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Sikap egois dan mementingkan diri sendiri

Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Dia terus berusaha mendapatkan haknya hingga sengaja melanggar hak orang lain. Perilaku seperti ini bisa terjadi dilingkungan rumah, sekolah dan masyarakat.

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara yang rendah

Di era globalisasi ini banyak tantangan memang bagi negeri kita, hal ini bisa kita lihat dari berbagai daerah sering bergejolak diantaranya tawuran antar warga, perkelaian pelajar, ketidakpuasan terhadap hasil pilkada, perebutan lahan pertanian maupun tambang, dan lain-lain. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara mempunyai makna bahwa individu yang hidup dan terikat dalam kaidah dan naungan di bawah Negara Kesatuan RI harus mempunyai sikap dan perilaku diri yang tumbuh dari kemauan diri yang dilandasi keikhlasan/kerelaan bertindak demi kebaikan Bangsa dan Negara Indonesia.

3. Tidak toleran

Sikap tidak toleran berarti suatu sikap yang tidak memperlihatkan adanya saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu (perseorang-an) baik itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang lain. Diskriminasi muncul ketika sikap toleransi tidak terjadi.

4. Penyalahgunaan kekuasaan

Penyimpangan dalam jabatan adalah salah satu tindakan yang melanggar hukum, Penyalahgunaan kekuasaan juga bisa berarti seseorang menggunakan kekuatan yang mereka miliki untuk keuntungan pribadi mereka.

Berikut ini beberapa contoh pelanggaran hak warga negara menurut UU, yaitu sebagai berikut:

  1. Penangkapan dan penahanan seseorang demi menjaga stabilitas, tanpa berdasarkan hukum.
  2. Penerapan budaya kekerasan untuk menindak warga masyarakat yang dianggap ekstrem dan dinilai oleh pemerintah mengganggu stabilitas keamanan yang akan membahayakan kelangsungan pembangunan.
  3. Pembungkaman kebebasan pers dengan cara pencabutan SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), khususnya terhadap pers yang dinilai mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan alasan mengganggu stabilitas keamanan.
  4. Menimbulkan rasa ketakutan dimasyarakat luas terhadap pemerintah karena takut dicurigai sebagai oknum penganggu stabilitas atau oposan pemerintah (ekstrem). Hilangnya rasa aman ini merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi warga negara.
  5. Pembatasan hak berserikat dan berkumpul serta menyatakan pendapat karena dikhawatirkan akan menjadi oposan (golongan oposisi) terhadap pemerintah. 

Selain contoh pelanggaran terhadap hak warga negara, berikut akan diberikan salah satu contoh pengingkaran kewajiban. Pengingkaran kewajiban terjadi ketika seseorang yang telah diberi kewajiban tidak menjalankan kewajibannya sebagai mana mestinya. Contoh yang sering terjadi di Indonesia adalah mengingkari kewajiban membayar pajak, padahal pajak dipungut pemerintah berdasarkan norma-norma hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif demi mencapai kesejahteraan umum, contoh lainnya lagi adalah tidak menaati peraturan lalu lintas, merusak fasilitas umum, membuang sampah sembarangan, dan lain-lain.

Banyak sekali orang yang tidak memperhatikan kewajibannya. Padahal ini harus ditunaikan, sebelum seseorang menerima dan mempertanyakan haknya. Sebaliknya, kita juga lebih mengenal hak warga negara daripada kewajiban warga negara, hak asasi manusia daripada kewajiban asasi manusia. Orang yang tidak melaksanakan kewajibannya disebut mengingkari kewajiban atau pengingkaran dan pelanggaran kewajiban warga negara. 

Contoh Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban Warga Negara

Berikut adalah contoh pelanggaran- pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Indonesia:

  1. Peristiwa Penculikan Para Aktivis Politik (1998)
  2. Kasus Terbunuhnya Marsinah, Seorang Pekerja Wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jawa Timur (1994)
  3. Kasus Terbunuhnya Wartawan Udin dari Harian Umum Bernas (1996), Yogyakarta
  4. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
  5. Kasus Bom Bali (2002)

Contoh kasus pelanggaran HAM di lingkungan keluarga,
  1. Orang tua memaksakan keinginannya kepada anaknya
  2. Orang tua menganiaya anaknya.
  3. Anak melawan/menganiaya orang tua atau saudaranya.
  4. Majikan memperlakukan asisten rumah tangganya sewenang-wenangnya dan tidak memedulikan hak- haknya.
Contoh kasus pelanggaran HAM di sekolah, yaitu:
  1. Oknum guru melakukan kekerasan fisik kepada siswanya,
  2. Oknum siswa senior melakukan tindak kekerasan fisik dan mental kepada juniornya,
  3. Siswa melakukan tawuran pelajar dengan teman sekolahnya ataupun dengan siswa dari sekolah yang lain.



Contoh kasus pelanggaran HAM di masyarakat, yaitu:
  1. Pertikaian antarkelompok/antar geng, atau antarsuku (konflik sosial), dan antardaerah.
  2. Penculikan bayi/anak, kemudian minta tebusan atau dijual kepada orang lain.
  3. Pembunuhan.
  4. Merusak sarana/fasilitas umum karena kecewa atau tidak puas dengan keputusan pemerintah.


Di dalam masyarakat, sering ditemukan adanya pengingkaran kewajiban, salah satunya yaitu melakukan pelanggaran hukum, misalnya pelanggaran tertib lalu lintas, seperti mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM, melanggar rambu-rambu lalu lintas, dan tidak menggunakan helm.






C. Rangkuman

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Pelanggaran terhadap hak dan pengingkaran kewajiban sebagai warga negara biasanya disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut sikap egois dan mementingkan diri sendiri, kesadaran berbangsa dan bernegara yang rendah, tidak toleran dan penyalahgunaan kekuasaan.
  2. Pengingkaran kewajiban terjadi ketika seseorang yang telah diberi kewajiban tidak menjalankan kewajibannya sebagai mana mestinya.
  3. Banyak sekali orang yang tidak memperhatikan kewajibannya. Padahal ini harus ditunaikan, sebelum seseorang menerima dan mempertanyakan haknya

Peluang Ber-Pancasila dalam Kehidupan Global




Peluang Ber-Pancasila dalam Kehidupan Global

Setelah mengkaji dan mendiskusikan tantangan penerapan Pancasila dalam kehidupan global, saatnya kita mengkaji peluang yang kita miliki untuk dapat ber-Pancasila di kehidupan global. Kita perlu terus menampilkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam konteks global sehingga Pancasila dapat hadir memberikan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan global. Untuk itu, kalian perlu 1) memahami Pancasila dengan baik dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, 2) mampu menggunakan Pancasila sebagai penyelesaian masalah yang terjadi.

Ada beberapa langkah yang perlu kalian lakukan:

Bangsa yang religius, ramah dan damai

Kita patut berbangga menjadi bangsa Indonesia. Di antara karakteristik kuat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah religiusitas, keramahan, dan mencintai perdamaian.
Di Indonesia, ada banyak agama/kepercayaan, suku, ras, dan bahasa, yang kesemua- nya dapat hidup rukun. Kita masih memiliki sejumlah tradisi yang memberi semangat kerukunan dan perdamaian. Di Bali, ada tradisi Ngejot, tradisi berupa pertukaran makanan antarpemeluk agama yang berbeda. Tradisi ini dilakukan menjelang hari raya Galungan. Pertukaran makanan ini hanyalah simbol, esensinya adalah keakraban dan kekeluargaan sesama mereka, sekalipun berbeda agama.
Di Maluku, terdapat tradisi Pela Gandong. Pela diartikan sebagai “suatu relasi perjanjian persaudaraan antara satu negeri dengan negeri lain yang berada di pulau lain dan kadang menganut agama yang berbeda”. Sedangkan gandong bermakna “adik”.
Perjanjian ini diangkat dalam sumpah yang tidak boleh dilanggar. Pada saat upacara sumpah, campuran soppi (tuak) dan darah dari tubuh masing-masing pemimpin negeri akan diminum oleh kedua pemimpin setelah senjata dan alat-alat tajam lain di celupkan, atau dilakukan dengan memakan sirih pinang. Hubungan Pela ini terjadi karena suatu peristiwa yang melibatkan beberapa desa untuk saling membantu. Dalam ikatan Pela terdapat rangkaian nilai dan aturan mengikat dalam persekutuan persaudaraan atau kekeluargaan.
Di Papua, ada tradisi Bakar Batu. Tradisi ini dilakukan ketika terjadi konflik antarsuku, untuk mencari solusi. Tradisi ini mengandung filosofi kesederhanaan, ucapan syukur, dan perdamaian.
Masyarakat Dayak memiliki tradisi Bahaump. Bahaump merupakan kata lain dari musyawarah, sebuah budaya yang dimiliki tiap suku tetapi dengan sebutan yang berbeda. Selain itu, masyarakat Dayak juga memiliki kata yang mempersatukan setiap suku yang ada di Kalimantan Barat, "Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata”. Artinya dalam hidup ini kita harus bersikap adil, jujur, dan tidak diskriminatif terhadap sesama manusia, dengan mengedepankan perbuatan-perbuatan baik seperti di surga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Masih ada banyak tradisi lain yang menggambarkan perdamaian atau bertujuan menyelesaikan konflik sehingga warga dapat hidup rukun. Kalian dapat menggali sejumlah tradisi di daerah kalian yang menurut kalian dapat menjadi pemersatu antarbangsa.
Selain kekayaan tradisi tersebut, bangsa Indonesia juga bangsa yang religius, bangsa yang memiliki spiritualitas tinggi karena keyakinan dan kepercayaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena keyakinannya yang tinggi kepada Tuhan, ajaran-ajaranNya juga dilaksanakan dengan baik. Bangsa Indonesia memandang manusia memiliki dua dimensi: jiwa dan raga atau jasmani dan rohani. Kedua dimensi tersebut harus seimbang. Karena itulah, bangsa Indonesia tidak pernah mendahulukan raga atau jasmani daripada rohani atau jiwa.


Pancasila Sebagai Kekuatan

Jika kita mengkaji nilai-nilai Pancasila secara mendalam, kita akan tahu bahwa nilai- nilai yang terkandung di dalamnya akan menjadi modal penting dalam kehidupan global ini.
Dengan nilai ketuhanan, bangsa Indonesia tidak terjebak pada ideologi materialis- me yang menempatkan materi di atas segala-galanya. Nilai-nilai agama yang dipegang teguh bangsa Indonesia menjadikan ia memiliki akhlak yang mulia, baik akhlak kepada sesama, kepada alam semesta, maupun akhlak sebagai warga negara.
Dengan sila kedua, bangsa Indonesia memahami dan menghargai setiap orang, sehingga ini menjadi modal penting untuk melawan segala bentuk yang tidak memanusiakan manusia, seperti melakukan diskriminasi, perundungan (bullying), streotip, dan kekerasan. Kemanusiaan yang diberi sifat “adil dan beradab” akan membawa bangsa Indonesia untuk selalu menjunjung tinggi tradisi, dan adat istiadat yang berlaku.
Dengan sila ketiga, bangsa Indonesia memiliki semangat nasionalisme yang tinggi. Sekalipun berbeda suku, etnis, bahasa, dan agama, bangsa Indonesia tetap dapat merajut persatuan demi kemajuan negara Indonesia.
Dengan sila keempat, bangsa Indonesia selalu mendahulukan musyawarah, sehingga segala bentuk perilaku main hakim sendiri tidak dibenarkan. Segala keputusan menyangkut kepentingan masyarakat luas selalu dilakukan melalui jalan musyawarah.
Dengan sila kelima, bangsa Indonesia senantiasa bersikap adil, bahwa setiap manusia memiliki hak asasi yang sama. Masyarakat mudah membantu orang lain yang berada dalam kesusahan, kemiskinan, dan lemah.
Semua nilai-nilai Pancasila tersebut tidak hanya tertulis di buku-buku pelajaran ataupun Undang-Undang, tetapi telah menjadi tradisi yang berurat akar dalam masyarakat Indonesia.

Meningkatkan Keterampilan Diri

Untuk meningkatkan peluang menerapkan Pancasila dalam kehidupan global, kalian perlu membekali diri dengan berbagai keterampilan penting yang dibutuhkan pada abad ini, seperti kolaborasi, komunikasi, literasi, dan lain sebagainya.
Kolaborasi sangat dibutuhkan, karena ada banyak hal yang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Kehadiran sejumlah start up di Indonesia, misalnya, pada umumnya dilakukan secara kolaboratif, dengan melibatkan banyak orang untuk sama-sama berkontribusi demi mencapai tujuan bersama.
Komunikasi juga memiliki peran yang sangat penting. Komunikasi di sini bukan hanya sekedar menguasai bahasa asing, tetapi juga mengerti tradisi tempat bahasa itu berkembang. Karena bahasa adalah salah wujud dari kebudayaan. Dengan kemampuan komunikasi, kalian dapat menyampaikan pesan dengan baik. Dengan kemampuan komunikasi yang baik, kalian juga dapat terhindar dari salah paham dengan orang lain yang dapat menyebabkan perselisihan.

Semua yang didapat di bangku sekolah adalah modal awal yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Jangan berpuas diri dengan capaian di sekolah. Ada banyak orang sukses yang saat di bangku sekolah tidak termasuk orang yang mendapatkan ranking kelas. Salah satu yang membuat mereka sukses adalah mental untuk terus belajar, selalu ingin tahu, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Rangkuman
  • Indonesia memiliki keragaman adat dan budaya, serta dikenal dengan bangsa yang mencintai perdamaian.
  • Pancasila sebagai dasar negara Indonesia menjadi kekuatan bagi rakyatnya untuk menjalankan kehidupan dengan menjunjung nilai-nilai yang luhur agar tetap dapat berkompetisi secara global.
  • Masyarakat Indonesia harus membekali diri dengan berbagai keterampilan, seperti kolaborasi, komunikasi, literasi, dan lain sebagainya. Keterampilan ini penting untuk menjadi bekal agar dapat meningkatkan peluang penerapan Pancasila secara global serta berkompetisi dengan warga dunia lainnya.
Contoh tugas membuat video pendek berdurasi (maksimal 5 menit) dengan tema "Seberapa Pancasila Aku"




Tantangan Ber-Pancasila dalam Kehidupan Global



Tantangan Ber-Pancasila dalam Kehidupan Global

Kita sedang berada pada abad ke-21. Abad ini ditandai dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat. Pertukaran informasi, penggunaan internet, pemanfaatan data besar (big data), dan teknologi otomatisasi adalah fenomena yang dapat dirasakan, terutama yang berada di perkotaan. Sejauh memiliki perangkat elektronik (devices), seperti smartphone dan laptop ditambah dengan jaringan internet, dapat membawa kalian melanglang buana, berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain, bahkan dengan orang yang sangat jauh sekali.

Tiga puluh tahun lalu, akses dan penyebaran informasi tentu tidak secepat sekarang ini. Apalagi pada era kemerdekaan Indonesia, di mana teknologi masih sangat terbatas.

Fenomena ini tentu menjadi tantangan yang perlu kalian pecahkan. Mari kita membayangkan hal yang sederhana tentang pekerjaan. Pada tahun 1970an dan 1980an, orang yang memiliki mesin ketik dan kemampuan mengetik cepat akan dicari banyak orang, bisa menjadi pekerjaan yang dapat menghasilkan uang. Begitu juga menjadi loper koran pada tahun 1990an, merupakan pekerjaan yang bisa menghasilkan uang. Namun, jika kita hanya memiliki keterampilan itu pada masa sekarang, tentu tidak mudah mencari pekerjaan. Sebab, perkembangan teknologi sedemikian cepat, mengubah peluang dan tantangan zaman.
Banyak pekerjaan yang pada abad sebelumnya masih dibutuhkan, tetapi pada abad ini mulai tak lagi dibutuhkan. Salah satu komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pernah melaporkan bahwa sampai tahun 2030 akan ada 2 miliar pegawai di seluruh dunia yang kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh teknologi. Di sisi lain, ada banyak jenis pekerjaan baru yang tidak ada pada abad ke-20.
Itulah salah satu tantangan yang mesti kita hadapi. Lalu, bagaimana tantangan tersebut berhubungan dengan konteks penerapan Pancasila? Mari kita lanjutkan pembahasannya lebih mendalam.

Diskusikan lebih mendalam dalam kelompok tentang tantangan- tantangan penerapan Pancasila dalam kehidupan global.
Masing-masing kelompok memilih satu topik untuk didiskusikan di kelompoknya. Setiap tantangan yang didiskusikan di masing-
masing kelompok, perlu dikaitkan dengan kehidupan masing-masing anggota. Misalnya, ketika kalian memilih topik “tantangan ideologi”, tantangan ideologi seperti apa yang sedang kalian rasakan?

Tantangan Ideologi

Pada era teknologi informasi ini, Pancasila akan diuji seiring dengan masuknya ideologi-ideologi alternatif yang merangsek dengan cepat ke sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal, Pancasila adalah ideologi negara yang harus dipatuhi dan menjadi pemersatu bangsa. Lalu, bagaimana jika ideologi-ideologi lain masuk ke masyarakat Indonesia yang notabene sudah ber-Pancasila.
Beberapa ideologi yang mulai masuk ke dalam sendi-sendi kehidupan ber- bangsa dan bernegara adalah radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Kata radika- lisme seringkali diidentikkan dengan ekstremisme. Ekstremisme kekerasan (violent extremism) adalah pilihan sadar untuk menggunakan kekerasan atau untuk men- dukung penggunaan kekerasan demi meraih keuntungan politik, agama, dan ideologi. Ekstremisme kekerasan juga dapat dimaknai sebagai sokongan, pelibatan diri, penyiap- an, atau paling tidak, dukungan terhadap kekerasan yang dimotivasi dan dibenarkan secara ideologis untuk meraih tujuan-tujuan sosial, ekonomi, dan politik.

Sementara itu, terorisme dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas dan menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas harta benda orang lain, yang mengakibatkan kerusakan atau kehancuran objek-objek vital strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, dan fasilitas internasional.
Sebagaimana kita tahu, ideologi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme mulai menjangkiti bangsa Indonesia. Ideologi tersebut tentu saja tidak tumbuh dari tradisi luhur bangsa Indonesia karena Indonesia memiliki budaya luhur, seperti kekeluargaan, tenggang rasa, gotong royong, dan lain sebagainya.
Selain itu, yang tak kalah membahayakan, adalah konsumerisme. Konsumerisme adalah paham terhadap gaya hidup yang menganggap barang-barang (mewah) sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya. Dapat dikatakan pula konsumerisme adalah gaya hidup yang sifatnya tidak hemat. Sering kita saksikan di televisi ataupun media sosial perilaku-perilaku konsumtif yang berlebihan. Orang-orang yang terpapar ideologi ini cenderung akan senang dan bahagia membeli sesuatu, sekalipun tidak dibutuhkan. Tujuannya bisa beragam, mulai dari pamer, gengsi, mencari perhatian, hingga sekedar ikut-ikutan. Akibatnya, demi mencapai kebahagiannya yang terletak pada aktivitas membeli barang/sesuatu itu, seseorang bisa melakukan apa saja, sekalipun melanggar norma dan konstitusi.
Ekstremisme, radikalisme, terorisme, dan konsumerisme ini tentu bertentangan dengan Pancasila.

Hoaks dan Post Truth

Salah satu dampak lain dari meningkat pesatnya teknologi informasi adalah banjirnya informasi. Sebelum era media sosial seperti sekarang, informasi disampaikan hanya melalui lembaga-lembaga tertentu, baik dalam siaran radio, televisi, dan website. Namun, pada era sekarang ini, setiap dari kita menjadi konsumen dan produsen informasi sekaligus. Disebut konsumen, karena kita juga menerima dan menyerap beragam informasi dari berbagai kanal, baik berupa radio, televisi, maupun media sosial, seperti facebook, twitter dan Youtube. Kita semua juga bisa menjadi produsen informasi karena kita menyiarkan apa yang kita ketahui kepada publik luas melalui media sosial yang kita punya.
Dampaknya apa? Pertama, karena banjirnya informasi tersebut, kita disuguhi bermacam-macam informasi, baik yang penting ataupun yang tidak penting, baik yang valid kebenarannya ataupun yang tidak. Berada di dalam dunia teknologi informasi yang sangat pesat, ibarat kita berada dalam hutan belantara: kita bisa menjumpai apapun, mulai dari yang kita butuhkan sampai hal-hal yang tidak kita butuhkan, mulai dari hal yang bermanfaat sampai hal yang berbahaya. Akibatnya, kita seringkali kebingungan menentukan mana jalan keluar dan mana jalan yang menyesatkan.

Karena itulah, banyak kita jumpai beredarnya hoaks atau informasi palsu di media sosial kita. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengidentifikasi 3.901 berita palsu atau berita bohong (hoaks) selama periode Agustus 2018 hingga November 2019. Ini tentu berbahaya. Dalam ilmu komputer dikenal istilah garbage in, garbage out, artinya, jika yang kita terima atau kita konsumsi adalah sampah, sampah pulalah yang kita keluarkan.
Kedua, dampak lanjutan dari beredarnya hoaks tersebut, membawa kita pada suatu kondisi yang disebut dengan post-truth (pasca-kebenaran). Dalam kamus Oxford, makna post-truth adalah dikaburkannya publik dari fakta-fakta objektif. Post-truth adalah kondisi di mana fakta objektif tidak lagi memberikan pengaruh besar dalam membentuk opini publik, tetapi ditentukan oleh sentimen dan kepercayaan. Dalam anggapan mereka, kebenaran itu adalah hal-hal yang disampaikan berulang-berulang, sekalipun salah.
Misalnya, ketika seseorang membenci kelompok tertentu, berita tentang keburukan dari kelompok tertentu akan dianggap sebagai kebenaran, tak peduli siapa pembuat berita, tak mengecek apakah beritanya benar atau tidak. Sebaliknya, jika ada informasi- informasi baik tentang kelompok yang dibenci tersebut tidak dipercayainya, sekalipun itu benar dan valid.
Ketiga, dampak yang lebih jauh adalah masyarakat mudah diprovokasi, diadu domba, dihasut, dan ditanamkan benih kebencian melalui informasi-informasi palsu yang terus-menerus disampaikan sehingga dianggap sebagai kebenaran. Akibatnya, permusuhan sesama bangsa Indonesia, kebencian kepada bangsa lain, upaya untuk memecah belah bangsa, dan sejumlah dampak negatif lainnya, dapat dengan mudah terjadi di tengah-tengah kita.

Tantangan Global

Betul bahwa kita semua adalah warga negara Indonesia. Itu dapat ditandai dengan sejumlah identitas ke-Indonesia-an, mulai dari Kartu Tanda Penduduk, Bendera Merah Putih, lambang Garuda Pancasila, bahasa Indonesia, serta bahasa daerah yang digunakan.
Selain sebagai warga negara Indonesia, kita juga menjadi warga negara dunia. Indonesia sebagai negara dan bangsa tidak dapat mengisolasi diri, tidak bergaul, dengan bangsa-bangsa lain dari negara lain. Terlebih dengan bantuan teknologi informasi, sekat-sekat batas negara itu menjadi tipis. Ketika kita dapat menggunakan bahasa internasional, seperti bahasa Inggris, tentunya kita dapat berinteraksi dengan bangsa- bangsa lain yang menggunakan bahasa yang sama.
Tak hanya berkomunikasi, pada saat bersamaan, kita juga bersaing dengan bangsa- bangsa lain. Persaingan ini juga terjadi dalam bidang pekerjaan. Karena itu, kita harus memiliki kompetensi dan keterampilan yang setara dengan bangsa-bangsa lain sehingga dapat bersaing pada abad ke-21 ini. Lalu, keterampilan apa saja yang dibutuhkan pada abad ke-21 ini?



Untuk dapat bersaing dan berkontribusi dengan baik dalam skala global pada abad ke-21 ini, kita perlu memiliki sejumlah kecakapan: literasi, kompetensi, dan karakter. Pada abad ini, kita tidak cukup hanya pintar, menghafal teori-teori, rumus-rumus, dan definisi-definisi, tetapi juga perlu memiliki kompetensi untuk memecahkan masalah, melakukan kolaborasi dan kerja sama. Kalian juga perlu karakter untuk terus belajar dan gigih sehingga bisa beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi.
Tak hanya terkait dengan kompetensi penting pada abad ke-21, dunia hari ini menghadapi sejumlah tantangan global yang tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri. Krisis lingkungan, pemanasan global, pandemi, kekerasan, dan perang global, adalah beberapa contoh tantangan global yang tidak bisa ditangani sendiri, melainkan membutuhkan kerja sama dan kolaborasi lintas negara dengan melibatkan semua pihak.


Rangkuman
  • Perkembangan teknologi informasi memiliki dampak positif sekaligus tantangan bagi eksistensi ideologi Pancasila. Dengan segala kemudahan akses informasi, menjadikan banyak ideologi yang tidak sejalan dengan Pancasila dapat dengan mudah masuk ke masyarakat Indonesia, contohnya radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme, yang mengancam persatuan Indonesia.
  • Pada era digital, setiap orang dapat menjadi produsen sekaligus konsumen informasi. Dalam situasi saat ini, masyarakat mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi yang valid dikarenakan yang banyak beredar adalah post truth yang dapat mengancam keutuhan bangsa Indonesia.
  • Sebagai warga Indonesia yang menjunjung tinggi nila-nilai Pancasila, kita juga tidak terlepas dari peran sebagai warga dunia yang menuntut kita harus mampu bersaing di kancah global dengan cara membekali diri agar memiliki sejumlah kecakapan: literasi, kompetensi, dan karakter.




Sunday, July 23, 2023

Substansi Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Pancasila

KEGIATAN PEMBELAJARAN 2

Substansi Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Pancasila

A. Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari kegiatan pembelajaran 2 ini, kalian akan mampu memahami dan menganalisis tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Nilai Dasar, Nilai Instrumental dan Nilai Praksis Sila-Sila Pancasila

B. Uraian Materi

Pancasila sebagai ideologi Negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia sesungguhnya mengandung 3 (tiga) macam nilai yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis. Nilai dasar ini biasanya disebut sebagai nilai ideal yang merupakan nilai tetap yang tidak bisa ubah yang merupakan hakikat dari kelima sila Pancasila. Nilai dasar merupakan cita- cita/tujuan yang bersifat universal/menyeluruh. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut meliputi nilai Ketuhanan yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Nilai Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

a. Nilai Ketuhanan

Keyakinan bangsa Indonesia terhadap Tuhan mengarahkan kita gambaran sebuah negara yang membuat warga negaranya bebas memeluk agama, menghormati dan tidak memaksakan atau berlaku diskriminatif antarumat beragama. Sebagai warga negara yang beragama, maka kita wajib melaksanakan perintah agama dengan melaksanakan ibadahnya.

b. Nilai Kemanusiaan

Penerapan nilai kemanusiaan dalam negara Indonesia, terlihat dari saling menghargai satu sama lain. Seperti yang kamu ketahui, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku, budaya, dan agama. Karena itu, kita harus saling menghargai tanpa melihat latar belakang seperti, suku, budaya, agama, atau status dalam masyarakat. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa juga, manusia memiliki derajat, hak, dan kewajiban yang sama.

c. Nilai Persatuan

Bersatu adalah salah satu cara agar negara kita menjadi bangsa yang kuat. Walaupun memiliki latar belakang suku, budaya, ras, dan agama yang berbeda kita tetap harus bersatu untuk meraih cita-cita negara. Perbedaan yang ada di Indonesia bukan untuk dipertentangkan, tetapi justru dijadikan alasan untuk selalu bersatu.

d. Nilai Kerakyatan

Sebagai warga negara Indonesia kita mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Walaupun memiliki hak masing-masing, kita sebaiknya juga harus memperhatikan kepentingan bersama. Karena itu masyarakat Indonesia harus melakukan musyawarah sebelum mengambil keputusan. Hal ini dilakukan untuk menghargai pendapat satu sama lain.

 e. Nilai Keadilan

Tujuan dari bangsa Indonesia adalah menciptakan kesejahteraan sosial baik sandang maupun pangan tanpa adanya kesenjangan baik dari segi sosial, ekonomi, budaya maupun politik sehingga keadilan dapat diwujudkan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia berarti bahwa setiap orang Indonesia mendapatperlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan.


Untuk nilai Instrumental, ini merupakan nilai-nilai turunan dari nilai dasar yang dituangkan dalam berbagai ketentuan konstitusional, baik dalam UUD NRI Tahun 1945, UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah. Disinilah kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala hukum terlihat. Contoh nilai instrumental adalah pasal-pasal hak dan kewajiban yang sudah dijelaskan dikegiatan pembelajaran 1 dan masih banyak yang lainnya.

Selain nilai dasar, nilai instrumental berikutnya yang akan dibahas adalah nilai praksis. Nilai praksis adalah nilai yang dijabarkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Nilai praksis ini benar-benar nyata dan kita semua melakukannya. Nilai praktis dari pancasila selalu berubah-ubah seiring dengan perkembangan zaman dan juga perkembangan dari nilai-nilai instrumental yang menjadi dasarnya. Namun, perubahan-perubahan ini tidak akan pernah mempengaruhi fakta bahwa nilai praktis merupakan perwujudan sikap dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pancasila. Contoh dari nilai praktis antara lain adalah kita harus menghormati seluruh agama meskipun berbeda dengan keyakinan kita, sesuai dengan sila pertama pancasila. Contoh lainnya adalah kita harus memperlakukan orang secara adil tanpa pilih kasih ataupun mencurangi orang lain, sesuai dengan sila kedua pancasila.

C. Rangkuman

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Nilai dasar merupakan cita-cita/tujuan yang bersifat universal/menyeluruh. Contohnya adalah Nilai Keetuhanan, Nilai Kemanusiaan, Nilai Persatuan, Nilai Kerakyatan dan Nilai Keadilan.
  2. Nilai instrumental ini merupakan nilai-nilai turunan dari nilai dasar yang dituangkan dalam berbagai ketentuan konstitusional, baik dalam UUD NRI Tahun 1945, UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah. Disinilah kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala hukum terlihat.
  3. Nilai Praksis adalah nilai yang dijabarkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Nilai praksis ini benar-benar nyata dan kita semua melakukannya. Contoh dari nilai praktis antara lain adalah kita harus menghormati seluruh agama meskipun berbeda dengan keyakinan kita, sesuai dengan sila pertama pancasila

 

Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Bernegara

 Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Bernegara

Sebagai dasar negara, Pancasila tentu saja tidak cukup hanya tertera dalam sejumlah dokumen negara, tidak juga diperingati melalui upacara dan kegiatan lainnya. Lebih dari itu, negara harus diatur dan diselenggarakan berdasarkan Pancasila.Tidak boleh ada pelanggaran Pancasila yang dilakukan oleh pemerintah selaku penyelenggara negara.

Untuk menelaah bagaimana penerapan Pancasila dalam praktik bernegara, perlu diketahui bahwa dalam ideologi Pancasila, menurut Moerdiono, terdapat tiga tataran nilai.

  1. Nilai Dasar, suatu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, terlepas dari pengaruh perubahan ruang dan waktu. Nilai dasar ini merupakan prinsip yang kebenarannya bersifat absolut. Dari segi kandungan nilainya, maka nilai dasar yang berkenaan dengan eksistensi sesuatu, mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khasnya. Nilai dasar inilah yang telah ditetapkan oleh para pendiri bangsa, sehingga Pancasila disepakati sebagai dasar negara. Ketika Soekarno mengatakan bahwa Pancasila itu digali dari tradisi luhur dan perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme, maka yang dimaksudkan adalah nilai dasar itu. Nilai dasar itu berbunyi lima sila dalam Pancasila. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut meliputi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat, serta nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  2. Nilai Instrumental, nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila, berupa arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini harus disesuaikan dengan tuntutan zaman, dan mengacu serta berlandasarkan pada nilai dasar yang dijabarkannya. Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
  3. Nilai Praksis, adalah nilai yang terdapat dalam kenyataan hidup sehari-hari, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Nilai praksis adalah wujud dari penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik dilakukan oleh lembaga negara: eksekutif, legislatif, dan yudikatif, maupun dilakukan oleh organisasi masyarakat, bahkan warga negara secara perseorangan.

Dari tiga tataran nilai Pancasila tersebut, yang akan menjadi pokok bahasan di sini adalah nilai instrumental dan nilai praksis. Pada praktiknya, nilai instrumental dan nilai praksis harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar. Nilai praksis tidak boleh bertentangan dengan nilai instrumental. Dengan menggunakan kerangka berpikir seperti inilah, kita akan menelaah tentang praktik ber-Pancasila dalam kehidupan bernegara.

Wujud dari nilai instrumental tersebut berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Sebagai penjabaran dari nilai Pancasila, nilai instrumental tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar Pancasila. Mari kita telaah lebih detil wujud nilai instrumental dan nilai praksis.






Setelah kalian mempelajari pengertian dan contoh dari nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis Pancasila, kalian akan mengkaji sejumlah kasus yang terjadi di Indonesia. Ketiga nilai tersebut dapat kalian jadikan sebagai teori untuk menelaah praktik ber-Pancasila dalam kehidupan berbangsa.

Studi kasus di sini hanyalah contoh kasus. Jika kalian memiliki kasus lain yang menurut kalian lebih relevan untuk dibahas, kalian dapat mengajukannya kepada guru. Dari kasus-kasus yang ada, kalian dapat menelaah apakah nilai praksis sudah sesuai dengan nilai instrumental dan nilai dasar.

Hasil dari diskusi kalian bisa dijadikan infografis untuk kemudian dipresentasi- kan kepada teman sekelas. Di bawah ini contoh infografis yang bisa kalian buat.


Ketuhanan Yang Maha Esa
Salah satu nilai instrumental dari nilai dasar Ketuhanan adalah Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 “Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Terhadap nilai instrumental ini, kita dapat mengajukzan pertanyaan mendasar yang reflektif-kritis, “Apakah dalam praktiknya, negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Kalian dapat mencari sejumlah kasus di sekitar kalian yang terkait dengan hal ini. Kasus di bawah ini hanyalah contoh:

Rangkuman 1
  1. Penerapan Pancasila dalam kehidupan bernegara tidak terlepas dari pemahaman terhadap tataran nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketiga nilai ini harus saling tersinkronisasi dan tidak bertentangan.
  2. Nilai dasar berarti nilai kebenaran absolut yang tidak akan berubah seiring dengan perkembangan zaman.
  3. Nilai instrumental maknanya adalah nilai dari penjabaran Pancasila yang disesuai- kan dengan konteks zaman dan perkembangannya.
  4. Nilai praksis merupakan nilai yang terdapat dalam penerapan Pancasila, baik yang tertulis maupun tidak.
__________________________________________________________________________________

Elemen 1. Unit 2.2.

Belajar Toleransi dari Kaki Gunung Kawi,
Warga Beragam Agama Gotong Royong Bangun Masjid


BLITAR, KOMPAS.com - Puluhan warga desa di kaki Gunung Kawi bergotong royong saat peletakan batu pertama di sebuah masjid di Dusun Balerejo, Desa Balerejo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Minggu (4/4/2021).
Belasan dari warga yang sedang bergotong royong itu beragama Hindu, Buddha, dan Kristen.
Mereka terlibat dalam pembangunan masjid dengan alasan sederhana, membantu sesama warga yang sedang membangun tempat ibadah.
Mereka bahu-membahu bersama warga muslim di lingkungan Ngembul, Dusun Balerejo sebagai pihak yang memiliki hajat membangun masjid.
"Di sini memang hal biasa. Tidak peduli agamanya apa kami selalu saling membantu sesama warga, membantu tetangga," ujar panitia pembangunan masjid, Harianto, kepada Kompas.com, Minggu (18/4/2021).
Warga muslim Balerejo, menurut Harianto, juga biasa membantu pembangunan tempat ibadah agama lain, seperti pura.

Selengkapnya baca: https://regional.kompas.com/read/2021/04/20/034500578/belajar- toleransi-dari-kaki-gunung-kawi-warga-beragam-agama-gotong-royong?page=all


Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Salah satu nilai instrumental dari sila kedua ini adalah Pasal 28I ayat 4 UUD 1945, yang berbunyi “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah”. Terhadap nilai instrumental ini, kalian dapat mengajukan pertanyaan mendasar yang reflektif-kritis, “Benarkah negara telah melakukan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia.” Coba perhatikan hal-hal yang terjadi di sekitar kalian. Kasus berikut hanyalah contoh:

Penculikan aktivis 1998
Penculikan aktivis 1998 merupakan pelanggaran hak asasi manusia berupa penghilangan secara paksa. Kasus ini terjadi menjelang sidang umum MPR pada tahun 1998. Total korban dari kasus ini adalah satu orang dibunuh, 12 orang dianiaya, 11 orang disiksa, 19 orang dirampas kemerdekaan fisiknya, dan 23 orang dhilangkan secara paksa. Komnas HAM telah menyimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus pelanggaran HAM berat.

Pembunuhan Munir
Munir Said Thalib merupakan seorang aktivis yang aktif memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Munir meninggal dunia dalam perjalanan menggunakan pesawat menuju Amsterdam, Belanda. Uji forensik kepolisian Belanda memperlihatkan bahwa ada jejak senyawa arsenikum dalam proses otopsi. Munir diduga meninggal karena diracun oleh seseorang. Ada pihak yang tidak suka terhadap sepak terjang Munir dalam memperjuangkan hak asasi manusia.

Sumber:  https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/01/155130269/pelanggaran-ham-jenis-dan-contoh-kasus?page=all.


Persatuan Indonesia

Salah satu nilai instrumental dari sila ketiga adalah penggunaan bendera negara Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia, dan penggunaan lambang negara Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Coba kalian cek sekeliling sekolah dan kantor-kantor pemerintahan, apakah kalian menjumpai penggunaan bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, dan lambang negara Garuda Pancasila.

Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan

Salah satu nilai praksis dari sila keempat ini adalah “memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat yang telah terpilih dan yang menjadi wakil rakyat juga harus mampu membawa aspirasi rakyat”. Nilai praksis ini terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum, baik untuk eksekutif maupun legislatif. Pemilihan umum (pemilu) adalah instrumen dari sila keempat ini. Mari kita berefleksi praktik penyelenggaraan pemilu, termasuk juga apakah wakil rakyat telah membawa aspirasi rakyatnya. Kalian dapat mencari sejumlah kasus terkait dengan hal ini untuk kemudian didiskusikan di kelas.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Salah satu nilai instrumental sila kelima ini adalah Pasal 34 ayat (1), (2), dan ayat (3) UUD 1945, yang berbunyi: (1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara; (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Mari kita telaah, apakah fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara? Apakah sistem jaminan sosial, seperti BPJS, sudah sesuai dengan nilai instrumental ini? Apakah fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak sudah disediakan oleh negara atau belum?


Rangkuman 2
  1. Pada sila pertama, dapat dimaknai bagaimana negara menjamin kemerdekaan bagi warganya untuk memeluk agama yang dipercayai serta kebebasan untuk melakukan ibadah secara aman.
  2. Sila kedua menjamin pemenuhan hak asasi manusia oleh negara, tetapi pada praktiknya tetap saja ditemukan pelanggarannya dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Salah satu bentuk persatuan masyarakat Indonesia adalah dengan digunakannya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan berbagai atribut pemersatu lainnya, seperti bendera merah putih dan lambang negara Garuda Pancasila.
  4. Sebagai negara demokrasi, rakyat Indonesia memberikan kepercayaan kepada wakil rakyat untuk menjadi perwakilan yang membawa aspirasi rakyat.
  5. Sebagai bentuk penerapan sila kelima, negara bertanggung jawab atas meratanya bantuan dan jaminan kesehatan serta fasilitas umum lainnya.



Wednesday, July 19, 2023

Makna Hak dan Kewajiban Warga Negara

KEGIATAN PEMBELAJARAN 1

Makna Hak dan Kewajiban Warga Negara


A. Tujuan Pembelajaran

Setelah kalian mempelajari kegiatan awal ini, kalian akan mampu menjelaskan tentang makna hak dan kewajiban warga negara serta mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


B. Uraian Materi

Setiap orang memiliki hak sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang- undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Karena setiap orang memiliki hak, maka pahamilah ada kewajiban yang harus dilaksanakan juga. Sehingga, akan terjadi keseimbangan antara hak dan kewajiban tersebut. Selain itu semua orang juga harus menyadari wajibnya menghargai dan menghormati hak dan kewajiban diri sendiri dan orang lain.

Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tergantung pada jabatan dan kedudukan dalam masyarakat. Kedudukan sebagai warga negara menuntun kita untuk melaksanakan haknya sebagai warga negara. Warga negara diartikan dengan orang-orang yang menjadi bagian dari sebuah negara. Bahkan warga negara adalah salah satu unsur terbentuknya negara. Dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 26 menyatakan bahwa warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. Kewarganegaraan Republik Indonesia juga mengatur lebih dalam mengenai hak warga negara dalam UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Menurut Jimly Asshiddiqie, hak-hak tertentu yang dapat dikategorikan sebagai hak konstitusional warga negara adalah sebagai berikut;

  1. Hak asasi manusia tertentu yang hanya berlaku sebagai hak konstitusional bagi warga Negara Indonesia saja dan bukan bagi setiap orang yang berada di Indonesia. Misalnya mendapatkan pendidikan dan membela negara.
  2. Hak asasi manusia tertentu meskipun berlaku bagi setiap orang, tetapi dalam kasus-kasus tertentu, kasus bagi warga negara Indonesia, berlaku keutamaan- keutamaan tertentu. Misalnya bagi warga negara berhak mendirikan partai politik.
  3. Hak warga negara untuk menduduki jabatan-jabatan yang diisi melalui prosedur pemilihan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh rakyat. Misalnya menjadi presiden, wakil presiden, anggota DPR, kepala daerah dan lain-lain.
  4. Hak warga negara untuk diangkat dalam jabatan-jabatan tertentu. Misalnya jabatan menjadi TNI, polisi, ASN (Aparatur Sipil Negara).
  5. Hak untuk melakukan upaya hukum guna melawan atau menggugat keputusan- keputusan warga yang dinilai merugikan hak konstitusional warga negara yang bersangkutan. Contohnya setelah adanya keputusan kemudian mengajukan banding dipengadilan, pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung dan lain sebagainya.


Dalam UUD NRI Tahun 1945 tentang hak warga negara diatur dalam Pasal 27-Pasal 34. Berikut ini beberapa isi pasal yang menjadi hak warga negara;

  1. Pasal 27 Ayat (2) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
  2. Pasal 27 Ayat (3) berbunyi “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
  3. Pasal 28 berbunyi Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
  4. Pasal 29 Ayat (2) berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
  5. Pasal 30 Ayat (1) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
  6. Pasal 31 berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.”
  7. Pasal 33 Ayat (1) berbunyi “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
  8. Pasal 33 Ayat (2) berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.”
  9. Pasal 33 Ayat (3) berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
  10. Pasal 33 Ayat (4) berbunyi “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”
  11. Pasal 34 Ayat (1) berbunyi “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.”


Banyak sekali kan pasal yang membahas tentang hak di negara kita. Inilah yang menggambarkan bagaimana negara bertanggung jawab dalam melindungi warga negaranya dan itulah pentingnya bagaimana status kewarganegaraan seseorang sehingga Ia memperoleh hak dan kewajibannya. Selain dalam UUD NRI Tahun 1945, hak juga dibahas diperaturan-peraturan lainnya yaitu UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Setelah mengetahui tentang hak sebagai warga negara maka akan ada kewajiban- kewajiban     yang     harus     dilaksanakan     dengan     tanggung      jawab.      Menurut KBBI, kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, yang harus dilaksanakan; pekerjaan, tugas menurut hukum; segala sesuatu yang menjadi tugas manusia. Jadi, hak dan kewajiban warga negara berarti kekuasaan yang benar atas sesuatu dan harus dilakukan oleh penduduk sebuah negara. Adapun pasal-pasal di UUD NRI Tahun 1945 yang berisi

  • Pasal 27 ayat (1) berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib menjunjung hukum pemerintahan setiap warga negara berkewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
  • Pasal 27 ayat (3) berbunyi “Setiap warga negara berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
  • Pasal 28J ayat (1) berbunyi “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
  • Pasal 28J ayat (2) berbunyi “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk pada kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan peritimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokrastis.”

Berdasarkan pasal 30 ayat (1) berbunyi “Setiap warga negara berkewajiban untuk ikut serta dalam usaha pertahanan serta keamanan negara.

 

C. Rangkuman

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.

2. Menurut KBBI, kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, yang harus dilaksanakan; pekerjaan, tugas menurut hukum; segala sesuatu yang menjadi tugas manusia.

3. Warga negara adalah salah satu unsur terbentuknya negara. Didalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal 26 menyatakan bahwa warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara.

4. Dalam UUD NRI Tahun 1945 tentang hak warga negara diatur dalam Pasal 27- Pasal 34. Adapun pasal-pasal di UUD NRI Tahun 1945 yang berisi tentang kewajiban warga negara antara lain adalah sebagai berikut; Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) dan pasal 30 ayat (1). Serta peraturan dan perundang-undangan lainnya.


Peta Pemikiran Pendiri Bangsa tentang Pancasila - Fase F (Kelas XI)

 Peta Pemikiran Pendiri Bangsa tentang Pancasila

Ucke R Gadzali, S.Pd.


Buku

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Sebagaimana disebutkan dalam buku PPKn Kelas X, ada banyak anggota BPUPK yang turut menyampaikan pidato pada sidang pertama yang membahas tentang dasar negara Indonesia merdeka. Tak hanya Moh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno yang menyampaikan pidato waktu itu, melainkan juga ada Hatta, H. Agus Salim, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan lain-lain. Diskusi dan saling menanggapi, bahkan saling sanggah, terjadi selama persidangan.

Hal tersebut tentu sebuah kewajaran, bahkan keharusan. Disebut kewajaran karena setiap orang niscaya memiliki pemikiran yang berbeda-beda akibat pengaruh perbedaan latar belakang, sudut pandang, cita-cita, dan lain sebagainya. Bahkan, disebut keharusan karena yang menjadi subjek pembicaraan adalah negara besar, tidak hanya dari aspek geografis dan jumlah populasi, melainkan juga kaya akan sumber daya alam dan tradisi. Pada titik ini, diskusi, saling menanggapi, bahkan saling sanggah dalam persidangan adalah wujud demokrasi. Namun demikian, para anggota BPUPK—serta para pendiri bangsa lainnya yang tidak tergabung dalam BPUPK—memiliki cita-cita yang sama, yakni kemerdekaan, persatuan, dan kejayaan Indonesia.

Sebagaimana dalam uraian buku Kelas X, tampak jelas bahwa Soekarno memiliki peran besar dalam merumuskan dasar negara. Ia bukan saja memperkenalkan nama Pancasila terhadap lima konsep yang disampaikan dalam sidang BPUPK. Lebih dari itu, kelima konsep yang disampaikan menjadi rujukan penting dalam pembahasan- pembahasan berikutnya, terutama dalam Panitia Sembilan.

Namun demikian, kontribusi pemikiran sejumlah tokoh lainnya tidaklah sedikit. Usulan Soepomo, misalnya, terkait bentuk negara integralistik serta struktur sosial bangsa Indonesia juga menjadi kerangka penting dalam merumuskan negara merdeka. Begitu juga dengan anggota BPUPK lainnya.

Tak hanya pada sidang pertama BPUPK, perbincangan tentang dasar negara terus dimatangkan, baik dalam Panitia Kecil maupun pada saat sidang kedua BPUPK. Hasil dari Panitia Kecil yang dibentuk setelah sidang pertama BPUPK, dicapainya kesepakatan 2, antara, yang oleh Soekarno disebut sebagai, “kelompok Islam” dan “kelompok kebangsaan”, sebagaimana yang tertulis dalam Preambule, atau Mukaddimah. Hasil kesepakatn ini dibacakan oleh Soekarno sebagai ketua Panitia Kecil dihadapan sidang BPUPK yang kedua. Pada sidang kedua ini, anggota BPUPK banyak mendiskusikan soal bentuk negara, ketimbang soal dasar negara.
Perbincangan tentang dasar negara kembali mengemuka pada saat sidang PPKI yang berlangsung sehari setelah kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945. Fokus pembicaraan pada saat itu adalah soal “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Pada bagian ini, kalian akan mempelajari peta pemikiran para pendiri bangsa tentang dasar negara, tidak hanya yang muncul pada saat era BPUPK ataupun PPKI, tetapi juga setelahnya, termasuk soal bagaimana para pendiri bangsa memaknai Pancasila.

a. Soekarno

Dalam buku Kelas X telah diuraikan cuplikan pidato Soekarno dalam sidang pertama BPUPK. Soekarno mengusulkan lima dasar bagi Indonesia merdeka. Dia pula yang mengusulkan penamaan Pancasila terhadap kelima dasar yang diusulkan tersebut.
Berikut 5 dasar usulan Soekarno, beserta penjelasannya:

1) Kebangsaan Indonesia
Soekarno menjelaskan bahwa kebangsaan di sini bukan dalam arti sempit, tetapi dalam arti luas yakni, nationale staat. Soekarno kemudian memberikan definisi “bangsa” dengan mengutip pendapat Ernest Renan, yaitu “kehendak akan bersatu, Orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu”. Soekarno juga mengutip pendapat Otto Bauer yang mendefinisikan bangsa “adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib”. Namun, kedua definisi ini dirasa oleh Soekarno tidak cukup untuk menggambarkan kebangsaan Indonesia. Pasalnya, Soekarno memberikan contoh bangsa Minangkabau. Sesama bangsa Minangkabau merasa satu kesatuan, merasa satu keluarga. Namun, hal tersebut hanyalah satu bagian kecil dari satu kesatuan.
Pendek kata, Soekarno menjelaskan bahwa bangsa Indonesia bukanlah sekadar satu golongan orang yang memiliki keinginan untuk bersama dan bersatu dengan golongannya, tetapi harus menjadi satu kesatuan seluruh manusia Indonesia yang berbangsa-bangsa dan tinggal di pulau-pulau Indonesia. Soekarno mengatakan:
Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia jang bulat! Bukan kebangsaan Djawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain- lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat.
Namun, kata Soekarno, kebangsaan Indonesia jangan terjebak pada chauvi- nisme, paham yang menempatkan bangsanya paling tinggi di antara bangsa- bangsa dunia, sekaligus memandang bangsa-bangsa lain lebih rendah. Soekarno mengatakan:
Jangan kita berdiri diatas azas demikian, tuan-tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesialah yang terbagus dan termulia, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.

Dengan demikian, dasar yang pertama ini tidak lah cukup, melainkan membutuhkan dasar kedua, yakni Internasionalisme atau perikemanusiaan.

2) Internasionalisme atau perikemanusiaan
Internasionalisme di sini, kata Soekarno, tidak bermakna kosmopolitanisme, sebuah paham yang menganggap bahwa seluruh manusia adalah satu komunitas tunggal yang memiliki moralitas yang sama. Jika seperti ini, kata Soekarno, maka “tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya”.
Karena itulah, internasionalisme harus berakar pada nasionalisme. Soekarno mengatakan, “Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman-sarinya internasionalisme”. Dengan demikian, dasar pertama, kebangsaan Indonesia, harus bergandengan tangan dengan dasar kedua, internasionalisme. Soekarno mengutip pendapat Mahatma Gandhi, “Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan."

3) Mufakat atau demokrasi
Soekarno mengatakan, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara, 'semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu.' Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusya- waratan, perwakilan.” Dasar yang ketiga inilah, menurut Soekarno, menjadi tempat terbaik untuk memelihara agama Islam. Sehingga, jika ada yang belum memuaskan, permusyawaratan inilah yang harus dilakukan. Soekarno memberikan tanggapan terhadap perdebatan alot di antara anggota BPUK tentang apakah Indonesia akan berdasarkan Islam atau tidak.
Soekarno mengatakan:
Badan perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar dari pada kursi-kursi Badan Perwakilan Rakjat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam.

4) Kesejahteraan Sosial
Prinsip keempat yang diusulkan Soekarno adalah kesejahteraan sosial. Menurut Soekarno, prinsip keempat ini belum ada yang membicarakan selama sidang pertama BPUPK. Kesejahteraan sosial di sini, menurut Soekarno, “tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka”. Prinsip ini dikaitkan oleh Soekarno dengan prinsip ketiga. Karena itulah, Soekarno berpesan:
Kalau kita mentjari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusjawaratan yang memberi hidup, yakni politik-ekonomi-demokrasi yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.

Soekarno mengingatkan, “Di Amerika ada suatu Badan Perwakilan Rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela? Tidakkah di seluruh benua Barat kaum Kapitalis merajalela? Padahal ada Badan Perwakilan Rakyat!" Karena itulah, demokrasi yang dianut tidak hanya berkaitan dengan politik, tetapi juga berkaitan dengan kesejahteraan sosial, dan ekonomi.

5) Ketuhanan
Prinsip kelima yang diusulkan Soekarno adalah Ketuhanan. “Bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya ber- Tuhan,” ujar Soekarno. “Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan,” kata Soekarno. Apa maksud ber-Tuhan secara kebudayaan atau keadaban itu? Ialah hormat-menghormati satu sama lain. Soekarno pun menyinggung bagaimana Nabi Muhammad dan Nabi Isa memberikan bukti yang cukup tentang hormat- menghormati. Karena itulah, ketuhanan yang berkebudyaan di sini dimaknai oleh Soekarno sebagai ketuhanan yang berbudi pekerti, yang luhur, ketuhanan yang menghormati sama lain. Dengan prinsip kelima inilah, semua agama dan kepercayaan mendapatkan tempat yang baik.

Kelima dasar tersebut oleh Soekarno, diberi nama Pancasila. Namun, jika sekiranya kelima dasar tersebut dirasa kurang cocok, Soekarno kemudian memeraskan menjadi tiga, (trisila): Sosio-Nasiolisme, Sosio-Demokratik, dan Ketuhanan. Jika pun ketiga dasar ini dirasa kurang cocok, Soekarno mengusulkan satu dasar (ekasila), yang diperas dari ketiga dasar tersebut, yaitu Gotong Royong.



b. Moh. Yamin

Mohammad Yamin menyuguhkan lima usulan tentang dasar negara Indonesia merdeka. Bagai- mana penjelasan Moh. Yamin terhadap masing- masing usulan tersebut? Berikut penjelasannya.

1) Peri Kebangsaan
Menurut Yamin, ada tiga hal yang harus dilakukan terkait dengan kebangsaan Indonesia yang berkeinginan untuk merdeka, yaitu (1) mengenai pekerjaan anggota untuk mengumpulkan segala bahan-bahan untuk pembentukan negara, (2) mengenai Undang- Undang Dasar Negara, (3) usaha yang harus dilakukan untuk menjadikan Indonesia merdeka sesuai dengan keinginan rakyat.
Peri kebangsaan ini berkaitan dengan paham nasionalisme. Nasionalisme dalam negara Indonesia merdeka berbeda dengan usaha rakyat sewaktu mendirikan negara Syailendera Sriwijaya (600-1400),

Disclaimer
Pemikiran Moh. Yamin tentang Dasar Negara di sini merujuk kepada
Naskah Persiapan, yang ditulis oleh Moh. Yamin. Sebagaimana dijelaskan dalam buku Kelas X, ada perbedaan versi antara yang tertera dalam Naskah Proklamasi dengan Koleksi Pringgodigdo

juga berbeda dengan kerajaan Majapahit (1293-1525). Bagi Yamin, paham atau falsafah tentang kedatuan atau keprabuan sebagaimana pada masa Sriwijaya dan Majapahit tidak dapat diberlakukan dalam negara Indonesia.
Sebuah negara, menurut Yamin, berkaitan dengan tanah air, bangsa, kebudaya- an, dan kemakmuran. Ia ibarat setangkai bunga yang berhubungan dengan dahan, daun, dan cabang. Karena itu, Yamin menyarankan agar tatanan negara Indonesia berbeda dengan negara luar, karena aturan-aturan dasar negara Indonesia perlu merujuk kepada tradisi, adat, agama, dan otak Indonesia, bukan merujuk kepada negara lain.

2) Peri Kemanusiaan
Ketika mengemukakan poin ini, Yamin tidak langsung menjelaskan makna dari peri kemanusiaan. Yamin mengatakan bahwa pergerakan Indonesia merdeka tidak saja berkaitan dengan perlawanan terhadap penjajah, melainkan juga upaya untuk menyusun masyarakat baru dalam suatu negara. Tujuan Indonesia merdeka sudah sama artinya dengan dasar kemanusiaan yang berupa dasar kedaulatan rakyat atau kedaulatan negara.
Kedaulatan rakyat Indonesia dan Indonesia merdeka berdasarkan peri kemanusiaan yang universal, berisikan tentang humanisme dan internasionalisme bagi segala bangsa. Dasar peri kemanusiaan adalah dasar hukum internasional dan peraturan kesusilaan sebagai bangsa dan negara yang merdeka.

3) Peri Ketuhanan
Poin ketiga yang disampaikan oleh Yamin adalah ketuhanan. Yamin tidak mem- berikan penjelasan panjang lebar terkait dengan hal ini. Yamin hanya mengatakan bahwa bangsa Indonesia merdeka adalah bangsa yang berkeadaban luhur, dan peradabannya memiliki Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan akan melindungi negara Indonesia merdeka itu.

4) Peri Kerakyatan,
Yamin memberikan ilustrasi cukup panjang tentang poin ini. Peri kerakyatan ini memiliki anak poin lagi, yaitu permusyawaratan, perwakilan, dan kebijakan. Terhadap anak poin tersebut, Yamin banyak merujuk kepada kitab suci umat Islam, al-Qur’an.
Ketika membahas tentang permusyawaratan, Yamin mengutip ayat al-Qur’an surat As-Syuara ayat 38, juga merujuk kepada sejarah Nabi Muhammad dan para sahabat, yang kesemuanya dijadikan dasar perlunya permusyawaratan. Yamin juga mengambil dasar permusyawaratan dari sifat-sifat peradaban asli Indonesia (pra- sejarah), di mana nenek moyang kita sudah terbiasa melakukan musyawarah.

Anak poin kedua adalah perwakilan. Menurut Yamin, sifat utama dari susun- an masyarakat ialah adanya sistem perwakilan. Mohammad Yamin melihat bahwa despotisme dan feodalisme merupakan penyakit yang menghinggapi peradaban Indonesia yang harus disingkirkan. Bagi Yamin, untuk mewujudkan negara Indonesia yang sesuai dengan kehendak rakyatnya, maka perwakilan perlu dilakukan.
Anak poin ketiga adalah jalan kebijaksanaan, yang oleh Yamin diterjemahkan menjadi rasionalisme. Hikmah dari kebijaksanaan yang menjadikan pemimpin rakyat Indonesia ialah rasionalisme yang sehat, karena telah melepaskan diri dari anarki, liberalisme, dan semangat penjajahan.

5) Kesejahteraan Rakyat
Tidak banyak yang dijelaskan Yamin mengenai kesejahteraan rakyat ini. Ia hanya mengatakan bahwa perubahan besar yang terjadi dalam diri bangsa Indonesia berhubungan langsung dengan dilantiknya negara baru. Selain itu, mengenai kehidupan ekonomi sosial bangsa Indonesia, Mohammad Yamin membicarakan persoalan tentang kesejahteraan rakyat atau keadilan sosial yang dikaitkan dengan daerah negara. Secara puitis, Yamin mengatakan bahwa Garuda Negara Indonesia yang hendak terbang membumbung tinggi melalui daerah yang terhampar dari Gentingan kra di Semenanjung Melayu dan Pulau Weh di puncak utara Sumatera sampai ke kandang Sampan Mangio di kaki Gunung Kinabu dan Pulau Palma Sangihe di sebelah utara Sulawesi.

c. Soepomo

Sebagai pakar hukum, Soepomo mula-mula berbicara tentang syarat-syarat berdirinya suatu negara berdasarkan konstitusi. Menurutnya, syarat pertama adalah daerah. Terhadap hal ini, Soepomo sepakat bahwa daerah Indonesia meliputi batas Hindia- Belanda. Kedua, rakyat sebagai warga negara. Artinya, siapapun yang memiliki kebangsaan Indonesia, maka dengan sendirinya bangsa Indonesia asli. Bangsa peranakan, Tionghoa, India, Arab yang telah turun temurun tinggal di Indonesia, dan mempunyai kehendak yang sungguh-sungguh untuk bersatu dengan bangsa Indonesia yang asli, maka ia harus diterima sebagai warga negara Indonesia. Ketiga, pemerintahan yang berdaulat menurut hukum internasional.
Kemudian, Soepomo berbicara tentang dasar negara Indonesia dengan mengutip sejumlah teori, seperti teori perseorangan yang dikembangkan oleh Thomas Hobbes dan John Locke, teori golongan (class theory) dari Karl Marx, Engels, dan Lenin, serta teori integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, dan Hegel.
Setiap negara, menurut Soepomo, harus sesuai dan menggambarkan struktur sosial, karakteristik masyarakat. Negara Indonesia merdeka tidak seharusnya dibangun dengan menjiplak masyarakat di luar Nusantara. Corak dan bentuk negara itu harus disesuaikan dengan perikehidupan masyarakat yang nyata. Menurut Soepomo, struktur sosial bangsa Indonesia itu ditopang oleh semangat persatuan hidup, semangat kekeluargaan, keseimbangan lahir batin masyarakat, yang senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya demi menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat. Pokok pemikiran Soepomo tersebut oleh Nugroho Notosutanto ditafsirkan bahwa Soepomo mengajukan lima dasar bagi negara merdeka.

1) Persatuan,
Persatuan yang dimaksudkan oleh Soepomo adalah persatuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, persatuan antara dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan makrokosmos, antara pemimpin dan rakyatnya. Soepomo sangat menekankan adanya persatuan pemimpin dengan rakyatnya. Karena itulah, pejabat negara, menurut Soepomo, ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat, dan para pejabat negara itu senantiasa memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya.

2) Kekeluargaan,
Karakteristik sosial bangsa Indonesia adalah kekeluargaan, sehingga hal ini perlu menjadi dasar bagi Indonesia merdeka. Soepomo mengkritik apa yang disebutnya “kebudayaan Barat”. Menurut Soepomo, orang Barat berpegang pada prinsip perseorangan (individualisme). Individualisme ini yang menyebabkan bangsa- bangsa Eropa pada keangkaramurkaan, ia dapat bersaing dengan sangat keras dan saling menjatuhkan. Sementara, orang Timur tidak mengenal individualisme. Dalam budaya Timur, sebagaimana Indonesia, semua orang dianggap sebagai anggota keluarga. Semua pekerjaan dijalankan secara bersama-sama. Oleh karena itu, negara Indonesia merdeka harus diselenggarakan atas dasar kekeluargaan dan gotong-royong.

3) Keseimbangan lahir dan batin,
Setiap manusia, menurut Soepomo, dalam pergaulan sosial memiliki kewajiban hidup (dharma) sendiri menurut kodrat alamnya, yang kesemuanya itu ditujukan untuk mencapai keseimbangan lahir dan batin. Batin di sini berkaitan dengan agama, keyakinan, atau kepercayaan yang dimiliki masyarakat Indonesia, yang dapat menjadikan petunjuk jalan dalam kehidupannya. Sementara lahir berarti hal-hal tampak, ragawi, dan fisikal. Keduanya tidak dapat dipisahkan.

4) Musyawarah,
Menurut Soepomo, masyarakat Indonesia sudah terbiasa melakukan musyawarah sejak dahulu kala. Karena itu, pemimpin negara Indonesia, menurut Soepomo, hendaknya bermusyawarah dengan rakyatnya, atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desa, agar terwujud pertalian antara pemimpin dan rakyat.

5) Keadilan rakyat.
Setiap pemimpin, mulai dari kepala desa, menurut Soepomo, harus bertindak sesuai dengan prinsip keadilan dan cita-cita rakyatnya.


Soepomo hanya sedikit menyinggung kelima dasar di atas, selebihnya Soepomo berbicara tentang bentuk negara Indonesia merdeka. Dalam imajinasi Soepomo, negara merdeka itu haruslah suatu “negara totaliter”, seperti Jerman di bawah pimpinan Adolf Hitler atau Jepang di bawah kaisar Tennoo Heika. Maksud dari “negara totaliter”, yang oleh Soepomo disebut dengan “bentuk integralistik”, ialah suatu negara yang meniadakan perbedaan antargolongan masyarakat, meleburkan seluruh golongan ke dalam satu zat, yaitu rakyat yang bersatu jiwa dengan pemimpinnya
Pemimpin Indonesia yang dibayangkan oleh Soepomo seperti “Ratu Adil”, sesosok raja dalam mitos orang Jawa yang akan menyelamatkan seluruh rakyat dari marabahaya. Karena itulah, Soepomo menganjurkan bahwa “dalam Negara Indonesia itu hendaknya dianjurkan supaya para warga negara cinta kepada tanah air, ikhlas akan diri sendiri, dan suka berbakti kepada tanah air; supaya mencintai dan berbakti kepada pemimpin dan kepada negara; supaya takluk kepada Tuhan, supaya tiap-tiap waktu ingat kepada Tuhan”.

d. Moh. Hatta

Menurut Moh. Hatta, Pancasila sebenar- nya tersusun atas dua dasar. Pertama, berkaitan dengan moral, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, berkaitan dengan aspek politik, yaitu kemanusiaan, persatuan Indonesia, demokrasi kerakyatan, dan keadilan sosial.
Ketuhanan, menurut Hatta, menjadi dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan Indonesia untuk menyelenggarakan segala yang baik bagi rakyat dan masyarakat. Kemanusiaan menegaskan pentingnya perbuatan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintah, sehingga ia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanu- siaan. Persatuan Indonesia menegaskan sifat negara Indonesia sebagai negara nasional yang satu, tidak terbagi-bagi ke
dalam ideologi, golongan, dan kelompok tertentu. Dasar kerakyatan menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemauan, kehendak, dan aspirasi rakyat. Dasar keadilan sosial merupakan pedoman dan tujuan bagi adanya Indonesia.
Hatta menolak gagasan negara integralistik atau negara totaliter, sebagaimana yang diusulkan oleh Soepomo. Menurut Hatta, negara integralistik memberikan peluang dan legitimasi terhadap adanya kekuasaan mutlak negara, karena negara dan rakyat menjadi satu, tidak terpisahkan. Hatta lebih setuju dengan negara kesatuan yang bersendi demokrasi dan dibatasi oleh konstitusi. Dengan bersendi demokrasi, maka dalam negara kesatuan, kekuatan terbesar ada pada rakyat. Di sini, rakyat mendapatkan haknya untuk menyuarakan pendapatnya melalui lembaga-lembaga demokrasi.
Hatta menolak demokrasi yang bertumpu pada kepentingan feodal, ataupun kepentingan satu golongan yang menindas golongan lain. Demokrasi politik saja, tidak melaksanakan persamaan dan persaudaraan, sehingga ia juga harus ditopang dengan demokrasi ekonomi.
Cita-cita demokrasi Indonesia adalah demokrasi sosial yang meliputi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia. Cita-cita keadilan sosial harus dijadikan program untuk dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sumber demokrasi sosial Indonesia adalah paham sosialisme Barat, sebagai dasar perikemanusiaan; ajaran Islam sebagai dasar menuntut kebenaran dan keadilan ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antarmanusia sebagai mahkuk Tuhan; masyarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme menjadi dasar tolong menolong dan gotong royong.

 Disclaimer
Sebelum mengulas tentang pemikiran Moh. Hatta, perlu disampaikan bahwa pokok-pokok pemikiran Hatta ini tidak langsung merujuk ke naskah pidato Moh. Hatta di BPUPK, karena tidak tersedianya di Naskah Persiapan yang dibuat oleh Yamin. Karena itu, pokok-pokok Hatta tentang Dasar Negara merujuk kepada sumber- sumber lain, baik pidato-pidato Hatta sebelum ataupun setelah Indonesia merdeka, maupun artikel ilmiah yang mengulas tentang pemikiran Moh. Hatta.
Rangkuman
  • Para pendiri bangsa, baik yang tergabung maupun yang tidak tergabung dalam BPUPK, memliki kesamaan cita-cita terhadap bangsa Indonesia, yaitu kemerdekaan, persatuan, dan kejayaan.
  • Nama Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno, yang digunakan sebagai dasar negara.
  • Di awal kemerdekaan Indonesia, sidang PPKI berfokus pada ketuhanan dan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
  • Dalam sidang BPUPK pertama, Soekarno awalnya mengusulkan 3 rancangan dasar negara, yaitu Pancasila yang terdiri dari 5 dasar negara (kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan perikemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan); Trisila (sosio-nasiolisme, sosio-demokratik, dan ketuhanan) dan yang terakhir adalah Ekasila (gotong royong).

BAHAN BACAAN GURU & PESERTA DIDIK
Bahan Bacaan
Sebagai dasar negara, Pancasila tentu tidak cukup hanya tertera dalam sejumlah dokumen negara, tidak juga diperingati melalui upacara dan kegiatan lainnya. Untuk menelaah bagaimana penerapan Pancasila dalam praktik bernegara, perlu diketahui bahwa dalam ideologi Pancasila, menurut Moerdiono, terdapat tiga tataran nilai.
1. Nilai Dasar, suatu nilai yang bersifat abstrak dan tetap, terlepas dari pengaruh perubahan ruang dan waktu. Nilai dasar mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar, dan ciri khasnya. Nilai dasar itu berbunyi lima sila dalam Pancasila. Nilai-nilai dasar dari Pancasila tersebut meliputi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai persatuan Indonesia, nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat serta nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  • Nilai Instrumental, nilai yang bersifat kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai-nilai Pancasila, berupa arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu dan untuk kondisi tertentu. Dari kandungan nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi, organisasi, sistem, rencana, program, bahkan proyek-proyek yang menindaklanjuti nilai dasar. Lembaga negara yang berwenang menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
  • Nilai Praksis, adalah nilai yang terdapat dalam kenyataan hidup sehari-hari, baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Nilai praksis adalah wujud dari penerapan nilai-nilai Pancasila, baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik dilakukan oleh lembaga negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) maupun oleh organisasi masyarakat, bahkan warga negara secara perseorangan. Pada praktiknya, nilai instrumental dan nilai praksis harus mengacu dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar. Nilai praksis tidak boleh bertentangan dengan nilai instrumental. Wujud dari nilai instrumental tersebut berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah.





Featured Post

12 Langkah Proses Membuat Kain Batik Tulis!

12 Langkah Proses Membuat Kain Batik Tulis! Oleh : Ucke Rakhmat Gadzali, S.Pd. Kain batik tulis merupakan warisan budaya tradisional Indones...