Sunday, August 27, 2023

Sejarah Konstitusi Indonesia



Apa Itu Konstitusi?

Apa itu konstitusi? Istilah konstitusi dalam banyak bahasa berbeda-beda, seperti dalam bahasa Inggris ”constitution”, dalam bahasa Belanda ”constitutie”, dalam bahasa Jerman ”konstitution”, dan dalam bahasa Latin ”constitutio” yang berarti undang-undang dasar atau hukum dasar. Jadi, konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara. Dalam ungkapan lain, konstitusi adalah kerangka kerja (framework) dari sebuah negara yang menjelaskan tentang bagaimana menjalankan dan mengorganisir jalannya pemerintahan.

Konstitusi pada umumnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara, dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak tertulis disebut juga konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara.

Contoh konvensi dalam ketatanegaraan Indonesia, antara lain pengambilan keputusan di MPR berdasarkan musyawarah untuk mufakat, pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus 1945 di depan sidang paripurna DPR, dan sebelum MPR bersidang, Presiden telah menyiapkan rancangan bahan-bahan untuk sidang umum MPR yang akan datang itu.

Hampir semua negara memiliki konstitusi tertulis, termasuk Indonesia berupa Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Sedangkan negara yang dianggap tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan dan semua hak asasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai dokumen. Di Inggris, misalnya, memiliki dokumen bersejarah, seperti Magna Charta Libertatum (1215), The Habies Corps Act (1670), dan The Bill of Rights (1689). Dokumen-dokumen ini dikategorikan sebagai konstitusi tidak tertulis, yang mengatur di antaranya tentang jaminan hak asasi manusia rakyat Inggris.

Para pendiri bangsa telah sepakat menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala arti dan fungsinya. Undang-Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Di dalam negara yang menganut paham demokrasi, Undang-Undang

Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian, diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi. Gagasan ini disebut dengan Konstitusionalisme.
Konstitusi Indonesia dikenal sebagai revolutiegrondwet, yang bermakna bahwa UUD 1945 mengandung gagasan revolusi yang berwatak nasional dan sosial. Tujuannya adalah dekolonisasi dan perubahan sosial ke arah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Negara Indonesia menganut paham konstitusionalisme sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Oleh karena itu, konstitusi bukan undang-undang biasa. Konstitusi tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan khusus dan lebih tinggi kedudukannya.

Sejarah Konstitutusi Indonesia

UUD 1945 dirancang sejak 29 Mei hingga 16 Juli 1945, bersamaan dengan rencana perumusan dasar negara Pancasila oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Pada 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan penting, seperti pengesahan UUD 1945 yang diambil dari RUU yang disusun oleh perumus pada 22 Juni 1945 dan juga dari Panitia Perancang UUD tanggal 16 Juni 1945; memilih ketua persiapan kemerdekaan Indonesia Soekarno sebagai presiden dan Hatta sebagai wakilnya.

Naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan oleh BPUPK. Hal itu dilakukan pada masa sidang kedua tanggal 10 Juli sampai 17 Juli 1945. Saat itu, dibahas hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru yang akan dibentuk. Dalam masa persidangan kedua tersebut, dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Kemudian, Panitia ini membentuk Panitia Kecil lagi yang diketuai oleh Soepomo dengan anggota terdiri atas Wongsonegoro, R. Soekardjo, A.A. Maramis, Panji Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman.

Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada 13 Juli 1945, berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati, antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.
Pada 14 Juli 1945, BPUPK mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang-Undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada lima (5) pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, serta satu (1) pasal mengenai aturan tambahan.

Pada sidang tanggal 15 Juli 1945, dilanjutkan sidang tanggal 15 Juli 1945 dengan acara ”Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Saat itu, Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, yaitu Soekarno memberikan penjelasan tentang naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain mengenai betapa pentingnya memahami proses penyusunan Undang-Undang Dasar. ”Paduka Tuan Ketua! Undang-Undang Dasar negara mana pun tidak dapat dimengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang- Undang Dasar dari suatu negara, kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu dibikin. Dengan demikian kita dapat mengerti apa maksudnya. Undang-undang yang kita pelajari, aliran pikiran apa yang menjadi dasar undang- undang itu. Oleh karena itu, segala pembicaraan dalam sidang ini yang mengenai rancangan-rancangan Undang-Undang Dasar ini sangat penting oleh karena segala pembicaraan di sini menjadi material, menjadi bahan yang historis, bahan interpretasi untuk menerangkan apa maksudnya Undang-Undang Dasar ini.”

Menurut C.F. Strong, pada prinsipnya fungsi konstitusi adalah untuk membatasi kewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sementara itu, menurut Jimly Asshiddiqie, ada 10 fungsi konstitusi bagi sebuah negara.

Fungsi konstitusi adalah sebagai berikut:
  • Fungsi penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.
  • Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antarorgan negara.
  • Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antarorgan negara denganwarga negara.
  • Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara.
  • Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaanyang asli (rakyat) kepada organ negara.
  • Fungsi simbolik sebagai pemersatu.
  • Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan.
  • Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (ceremony).
  • Fungsi konstitusi yaitu sebagai sarana pengendalian masyarakat baik dalam arti sempit hanya di bidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial dan ekonomi.
  • Fungsi konstitusi yaitu sebagai sarana perekayasaan dan pembaharuan masyarakat, baik dalam arti sempit maupun dalam arti luas.
Berikut ini ringkasan timeline proses pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia:

  • Tanggal 29 April 1945: BPUPKI dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang.
  • Tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945: BPUPKI menggelar sidang pertama dan salah satu hasilnya adalah konsep awal Pancasila sebagai dasar negara.
  • Tanggal 10-17 Juli 1945: BPUPKI menggelar sidang kedua dengan salah satu agenda membahas rancangan UUD 1945.
  • Tanggal 12 Agustus 1945: PPKI dibentuk untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
  • Tanggal 15 Agustus 1945: Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
  • Tanggal 16 Agustus 1945: Terjadi peristiwa Rengasdengklok.
  • Tanggal 17 Agustus 1945: Pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan.
  • Tanggal 18 Agustus 1945: Sidang PPKI digelar dengan agenda: (1) mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi RI; (2) mengangkat Soekarno-Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI; dan (3) membentuk KNIP.
Perkembangan Konstitusi di Indonesia

Setelah pengesahannya pada 18 Agustus 1945, UUD 1945 tak langsung menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan kenegaraan dan pemerintahan secara menyeluruh.

Pasalnya, menurut Presiden Soekarno, UUD 1945 masih sebatas "Undang-Undang Dasar Kilat," selain juga karena situasi negara yang masih belum stabil kala itu.

Naskah asli UUD 1945 memang masih singkat, hanya terdiri dari 37 pasal dan terdiri atas 71 butir ketentuan. Namun, dari segi teori, UUD 1945 versi paling awal sudah memenuhi syarat sebagai konstitusi.

Sejak 1945 hingga sekarang, UUD 45 mengalami beberapa fase perkembangan. Sempat 4 tahun berlaku, lalu diganti, digunakan kembali, dan kemudian diamandemen beberapa dekade setelah disahkan.

Beberapa tahapan perkembangan dalam proses pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi Republik Indonesia bisa diringkas dalam 4 tahapan berikut:

1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

Pada 18 Agustus 1945, Rancangan Undang-Undang Dasar disahkan oleh PPKI sebagai UUD Republik Indonesia. UUD 1945 versi asli ini sempat berlaku 4 tahun, yakni pada 18 Agustus 1945 - 27 Desember 1949.

2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950

Agresi Militer Belanda I dan II memaksa bangsa Indonesia terlibat dalam perang revolusi kemerdekaan. Konflik berujung pada perundingan di Konferensi Meja Bundar (KMB) yang melahirkan Republik Indonesia Serikat (RIS).

Dalam RIS, Republik Indonesia (RI) menjadi salah satu bagian, bersama beberapa negara boneka bentukan Belanda, seperti negara Sumatera Timur, negara Indonesia Timur, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, selama Republik Indonesia Serikat berlaku Konstitusi RIS dalam periode singkat, yakni 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950.

3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959

RIS tidak bertahan lama dan segera bubar karena bangsa Indonesia lebih menghendaki pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Fase ini terjadi saat negara-negara boneka Belanda bubar dan menyatu kembali dengan Republik Indonesia.

Proses ini dibarengi oleh pembentukan suatu panitia bersama yang menyusun rancangan undang-undang dasar yang kemudian disahkan pada 12 Agustus 1950 oleh badan pekerja komite nasional pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat. Rancangan UUD itu lantas disahkan pula oleh senat Republik Indonesia Serikat pada tanggal 14 Agustus 1950.

Maka, berlakulah Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sejak tanggal 17 Agustus 1950. Karena ia hanya UUD sementara, selama beberapa tahun berikutnya dilaksanakan upaya penyusunan konstitusi baru oleh Dewan Konstituante hasil Pemilu 1955.

4. Periode 5 Juli 1959 – sekarang

Dinamika politik dalam negeri lantas mendorong Presiden Soekarno menerbitkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak 5 Juli 1959, Dewan Konstituante dibubarkan dan UUD 1945 dinyatakan resmi berlaku kembali di Republik Indonesia.

Meski terjadi pergolakan dan perubahan politik besar pada dekade 1960-an, UUD 1945 tetap resmi menjadi konstitusi RI hingga sekarang.

Hanya saja, setelah Reformasi 1998, dilakukan perubahan (amandemen) UUD 1945 pada 1999 hingga 2002. Proses amandemen UUD 1945 itu terjadi 4 kali, yakni sebagai berikut:
  1. Amandemen pertama di Sidang Umum MPR pada 14-21 Oktober 1999
  2. Amandemen kedua di Sidang Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000
  3. Amademen ketiga di Sidang Tahunan MPR 1-9 November 2021
  4. Amandemen keempat di Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002.

Rangkuman
  1. Konstitusi merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara.
  2. Konstitusi dibagi menjadi dua jenis, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara, dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak tertulis disebut juga konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara.
  3. Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang.
  4. Konstitusi Indonesia dikenal sebagai revolutiegrondwet, yang bermakna bahwa UUD 1945 mengandung gagasan revolusi yang berwatak nasional dan sosial. Tujuannya adalah dekolonisasi dan perubahan sosial ke arah terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
  5. Naskah UUD 1945 pertama kali dipersiapkan oleh BPUPK. Hal itu dilakukan pada masa sidang kedua tanggal 10 Juli sampai 17 Juli 1945. Saat itu, dibahas hal-hal teknis tentang bentuk negara dan pemerintahan baru yang akan dibentuk.


No comments:

Post a Comment

Featured Post

12 Langkah Proses Membuat Kain Batik Tulis!

12 Langkah Proses Membuat Kain Batik Tulis! Oleh : Ucke Rakhmat Gadzali, S.Pd. Kain batik tulis merupakan warisan budaya tradisional Indones...